Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ignatius B Prasetyo

A Masterless Samurai

"Pacem in Terris"

Kompas.com - 09/08/2023, 12:25 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BULAN Agustus di Jepang, identik dengan musim panas. Seperti namanya, selain suhu udara yang panas, kelembapan tinggi membuat kita serasa mandi sauna.

Kalau sudah begini, berteduh di bawah pohon atau bayangan gedung pun, tidak bisa membendung kucuran keringat yang keluar.

Jangan lupa, di musim panas banyak festival diselenggarakan di seantero Jepang. Festival kembang api adalah salah satunya.

Bagi Anda yang pernah menyaksikan langsung maupun melalui video, tentu terkesima keindahan bentuk, maupun warna-warni percikan api, saat bola kembang api pecah di udara.

Festival kembang api di Jepang, awalnya diadakan sebagai ungkapan untuk menyambut atau mengenang arwah leluhur. Bulan Agustus bersamaan waktunya dengan O-bon, yang merupakan momen orang mengenang roh leluhur.

Musim panas adalah saatnya liburan sekolah. Karena Agustus adalah masa O-bon, biasanya disebut liburan O-bon. Bukan hanya anak sekolah, para pegawai umumnya mengambil juga liburan O-bon selama seminggu sampai dua minggu.

Selama liburan O-bon, masyarakat Jepang biasanya mudik seperti kita orang Indonesia saat Lebaran. Selain mudik, mereka biasanya pergi ke tempat wisata, baik di dalam maupun luar negeri.

Sebelum pandemi, sudah merupakan acara rutin di mana televisi selalu menyiarkan kepadatan stasiun kereta maupun bandar udara saat liburan O-bon.

Kalau berbicara secara umum tentang Jepang sebagai negara, bulan Agustus mempunyai makna mendalam. Dua hari sebelum perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia, yaitu tanggal 15 Agustus, ditetapkan oleh pemerintah Jepang sebagai hari untuk memperingati korban perang dan hari doa untuk perdamaian.

Pada tanggal sama, orang biasa menyebutnya shuusen-kinennbi atau peringatan berakhirnya perang. Bagi generasi tua, ingatan pahit tentang masa lalu tentu masih membayangi mereka.

Betapa tidak. Tanggal 6 Agustus, 78 tahun yang lalu masyarakat Kota Hiroshima bangun dan melihat pemandangan pagi yang sama seperti hari-hari sebelumnya.

Meskipun langit sudah terang, namun cuaca agak berawan saat itu. Sebagai catatan, matahari terbit lebih cepat dan terbenam lebih lama di musim panas.

Akan tetapi, ketika jarum jam menunjukkan pukul 8:15, bom atom yang dibawa pesawat bomber B-29 Enola Gay, mengubah semuanya.

Cahaya amat terang, disusul dengan ledakan serta hempasan dahsyat udara panas, meluluhkan semua yang berdiri di atas bumi, hingga radius 2 Km dari titik jatuh bom.

Jumlah korban sampai bulan Desember tahun sama, berjumlah 140.000 orang.

Tidak berhenti disitu, pada 9 Agustus pukul 11.00, pesawat bomber B-29 Bockscar menjatuhkan bom atom kedua di Nagasaki, kota pelabuhan berjarak sekitar 430 Km di sebelah barat Hiroshima.

Ingatan tentang peristiwa itu bangkit karena bom atom kembali menjadi perbincangan hangat setelah Christopher Nolan merilis karya terbarunya, "Oppenheimer".

Mungkin saya menontonnya kalau film sudah ditayangkan di bioskop Tokyo. Saat ini belum ada tanggal pasti, kapan film ini akan dirilis di Jepang.

Terlepas dari isu yang kontroversial, banyak orang mengagumi dan memberi pujian pada film. Saya tidak ingin masuk pada esensi film, karena bukan itu tujuan tulisan ini.

Lagi pula, meskipun termasuk biopik dan inspirasinya berdasarkan buku "American Prometheus", namun saya anggap penggambarannya di film mengunakan perspektif Hollywood.

Dengan kata lain, dari komentar yang saya baca dan melihat trailer-nya, lebih banyak sisi entertainment ditampilkan disana.

Seperti tertulis pada laman Business Insider, pendapat tentang bom atom mampu mengakhiri perang merupakan fiksi belaka. Kenyataannya, pada waktu itu penggunaan bom atom tidak lebih dari spekulasi, yang dilakukan dengan perhitungan tentunya.

Masih di laman yang sama, Oppenheimer tidak pernah secara terang-terangan di hadapan publik, mengungkapkan penyesalannya atas dijatuhkannya bom atom.

Bagi saya, ungkapan tepat untuk bom atom adalah seperti dikatakan Cillian Murphy, yang memerankan Oppenheimer dalam film. Kalimatnya, "Now I am become Death, the destroyer of worlds."

Sepertinya tidak ada adegan yang memperlihatkan Hiroshima maupun Nagasaki setelah jatuhnya bom atom. Bisa jadi bukan itu tujuan Christopher Nolan membuat film.

Lagi pula, Amerika (baca: Hollywood) kan pemenang. Sehingga, seperti ungkapan bahasa Jepang, “Kateba kangun, makereba zokugun” atau dalam bahasa Inggris, “winner-take-all”.

Jika penasaran bagaimana aftermath bom atom, mungkin dapat menonton film “Hiroshima” garapan Sekigawa Hideo yang dirilis tahun 1953.

Film ini saya kira paling mendekati keadaan sebenarnya karena dibuat “hanya” 8 tahun setelah kejadian. Pemain figurannya banyak dari warga Hiroshima saat itu.

Atau jika Anda menyukai man-ga, bisa membaca “Hadashi no Gen (Barefoot Gen)”. Man-ga karya Nakazawa Keiji ini berdasarkan pengalaman pribadinya.

Setelah melihat “Hiroshima”, atau membaca man-ga yang sedikit kontroversial itu, tidak ada satupun alasan untuk membenarkan tindakan yang membahayakan kemanusiaan.

Pun legalitas untuk kegiatan merenggut nyawa banyak orang, meskipun itu dilakukan demi perdamaian.

Berhubungan dengan perdamaian, Gereja Kristen Katolik Jepang menyelenggarakan pekan doa untuk perdamaian, mulai tanggal 6 sampai 15 Agustus mendatang.

Uskup Agung Tokyo, Mgr. Kikuchi Isao dalam surat edarannya menyambut pekan doa menyatakan bahwa jika kita berbicara tentang perdamaian, maka kita harus menentang gerakan yang mengarah pada perang.

Pekan doa ini adalah acara tahunan yang diadakan mulai 1982, satu tahun setelah kunjungan paus ke-263 Santo Yohanes Paulus II di Hiroshima.

Pidato paus pertama yang berkujung ke Jepang pada 25 Februari 1981 mengatakan, perang adalah ulah manusia. Perang mengakibatkan hancurnya hidup manusia.

Sekali lagi paus menegaskan bahwa, perang adalah kematian. Paus menghormati keputusan berani, dan setuju dengan gagasan masyarakat Hiroshima, untuk menjadikan peringatan jatuhnya bom atom pertama sebagai peringatan perdamaian.

Dengan membangun monumen perdamaian, Kota Hiroshima dan rakyat Jepang lantang meneriakkan cita-citanya untuk membangun dunia yang damai.

Ini menjadi bukti bahwa manusia tidak hanya dapat berperang, namun manusia juga dapat merintis perdamaian.

Paus Fransiskus saat kunjungannya ke Hiroshima pada 24 November 2019, berbicara bahwa peperangan adalah hal yang tidak diperlukan. Paus ke-266 ini juga menyatakan penggunaan bom atom sangat bertentangan dengan moral.

Paus menegaskan tiga perintah moral. Yaitu, mengingat peristiwa masa lalu, berjalan bersama bergandengan tangan, dan saling menjaga.

Paus mengatakan bahwa perdamaian bukan hanya tidak ada perang, namun keadaan yang harus terus menerus dibangun.

Paus ke-261 juga sangat perhatian pada perdamaian. ”Pacem in Terris” adalah ensiklik yang dikeluarkan oleh Santo Yohanes XXIII pada tanggal 11 April 1963.

Ensiklik merupakan surat edaran yang dikeluarkan oleh paus kepada para uskup sedunia. Tujuannya untuk mengemukakan pokok-pokok penting ajaran gereja, berdarkan suatu situasi atau keadaan khusus dunia.

“Damai di Bumi”, judul ensiklik jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, dikeluarkan sebagai jawaban atas situasi dunia yang mencekam semenjak perang dingin antara Soviet (saat itu) dengan Amerika.

Tembok Berlin juga dibangun dua tahun sebelum ensiklik diedarkan.

Saya mengangkatnya kembali karena situasi dunia saat ini, belum mengarah kepada perdamaian sejati.

Kita tahu peristiwa invasi Rusia ke Ukraina. Kemudian ketegangan antara Tiongkok dan Taiwan. Serta uji coba militer Korea Utara, yang menembakkan beberapa rudalnya ke Laut Jepang, beberapa bulan lalu.

Pada ensiklik, paus mengatakan keseimbangan militer sebagai syarat perdamaian harus diganti dengan prinsip bahwa perdamaian sejati hanya dapat dibangun atas dasar saling percaya.

Semua manusia berhak untuk hidup. Manusia berhak atas martabat jasmani, dan hak atas segala macam cara/sarana yang diperlukan untuk berkembang sebagai layaknya manusia.

Isi dari ensiklik juga mencakup hal-hal universal. Misalnya, tatanan dan relasi antarmasyarakat, masyarakat dan negara, antarnegara, antara masyarakat dan negara-negara dalam level komunitas dunia.

Mengingat tahun politik di Indonesia akan “memanas” beberapa bulan ke depan, maka izinkan saya untuk mengutip ensiklik yang sama sebagai penutup tulisan.

Untuk mencapai kedamaian di bumi, maka hubungan antarindividu, hubungan antarkomunitas, selayaknya tidak dilakukan dengan cara kekerasan (pertengkaran). Akan tetapi, harus dilakukan melalui terang yang datang berdasarkan akal sehat.

Satu hal lagi yang perlu kita ingat, hubungan antarindividu dan antarkomunitas perlu dilakukan dengan semangat solidaritas, berdasarkan kebenaran dan keadilan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com