KOMPAS.com - Prasasti adalah piagam atau dokumen yang ditulis pada bahan keras dan tahan lama.
Prasasti menjadi salah satu sumber sejarah terpenting yang dapat memberikan keterangan tentang peristiwa politik, sosial, budaya, dan keagamaan di masa lalu.
Prasasti umumnya dikeluarkan oleh penguasa, baik di tingkat pusat seperti raja atau penguasa daerah.
Di Indonesia, prasasti yang paling banyak ditemukan berasal dari masa Klasik atau Hindu-Buddha.
Prasasti-prasasti yang ditemukan tidak memiliki nama, sehingga para peneliti yang akan memberinya nama.
Lantas, bagaimana cara para peneliti menamai sebuah prasasti?
Baca juga: Prasasti Ulubelu, Berisi Doa kepada Dewa
Penamaan sebuah prasasti, yang menjadi salah satu sumber sejarah tertulis terpenting, tentu tidak dapat dilakukan secara sembarangan.
Para peneliti memiliki beberapa pertimbangan sebelum menamai sebuah prasasti.
Berikut ini empat pertimbangan yang digunakan para ahli dalam penamaan sebuah prasasti.
Sebuah prasasti biasanya dinamai sesuai lokasi penemuannya.
Misalnya Prasasti Tugu peninggalan Kerajaan Tarumanegara, yang dinamai demikian karena ditemukan di Desa Tugu.
Prasasti juga dapat dinamai sesuai nama raja atau pejabat yang mengeluarkan prasasti tersebut.
Misalnya Prasasti Gajah Mada, yang berisi peresmian sebuah tempat pemujaan oleh Patih Gajah Mada dari Kerajaan Majapahit.
Baca juga: Isi Prasasti Bungkuk Peninggalan Sriwijaya
Prasasti dari zaman Hindu-Buddha banyak yang dikeluarkan dalam rangka peresmian sebuah tempat menjadi sima atau daerah bebas pajak.
Prasasti Kudadu misalnya, mengisahkan tentang penetapan Desa Kudadu sebagai sima atau daerah perdikan.