KOMPAS.com – Tapaktuan adalah sebuah kisah legenda yang cukup populer di Provinsi Aceh, tepatnya di Aceh Selatan.
Legenda ini diperkuat dengan adanya sebuah tapak kaki raksasa dengan lebar 2,5 meter dan panjang mencapai 6 meter di Gunung Lampu, Tapak Tuan, Aceh Selatan.
Nama Tapak Tuan berasal dari dua suku kata, yaitu tapak dan tuan, yang penamaannya tidak terlepas dari legenda Tapak Tuan itu sendiri.
Lantas, bagaimana asal-usul kisah legenda Tapaktuan?
Baca juga: Legenda Laowomaru, Samson Asal Pulau Nias
Kota Tapaktuan sering juga disebut sebagai Kota Naga. Istilah ini berasal dari legenda Putri Naga dan Tuan Tapa.
Konon, pada zaman dulu, hidup seorang petapa sakti dengan tubuh raksasa bernama Syech Tuan Tapa.
Ia kerap menghabiskan waktunya dengan bertapa atau bersemedi untuk mendekatkan diri kepada Tuhan di sebuah bukit yang sekarang dikenal sebagai Gunung Tuan di Tapak Tuan.
Suatu waktu, ada sepasang naga dari daratan Tiongkok menemukan sebuah bayi perempuan manusia yang sedang terapung di tengah lautan Samudera Hindia dengan tanda tahi lalat di perut.
Sepasang naga yang melihatnya langsung segera menyelamatkan bayi tersebut dan merawatnya sampai tumbuh besar menjadi anak perempuan di bukit yang sekarang disebut Gunung Alur Naga.
Beberapa tahun kemudian, kisah tentang sang anak perempuan dengan sepasang naga terdengar sampai ke Kerajaan Asralanoka, sebuah kerjaan di Samudera Hindia.
Raja dan sang permaisuri yang beberapa tahun sebelumnya kehilangan anak perempuannya saat sedang berlayar di Samudera Hindia mencurigai bahwa anak yang dirawat oleh sepasang naga itu adalah anak perempuan mereka yang hilang.
Raja dan permaisuri meminta kepada kedua naga untuk mempertemukan mereka, tetapi ditolak.
Alhasil, sang raja dan permaisuri memutuskan membawa kabur si anak perempuan dan pergi menyusuri lautan.
Kedua naga pun merasa marah dan berusaha mengejar mereka yang menimbulkan terjadinya pertempuran di atas laut.
Pertempuran ini sontak mengusik persemedian sang Tuan Tapa. Ia pun segera keluar dari gunung dan melangkahkan kaki kanannya di karang untuk melempar tubuhnya ke laut tempat pertempuran terjadi.