KOMPAS.com - Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi merupakan seorang ulama besar di Mekkah yang berasal dari Minangkabau, Sumatra Barat.
Syekh Ahmad Khatib merupakan keturunan dari ulama besar di tanah Minang, yakni Syekh Ahmad Latif.
Syekh Ahmad Khatib diangkat menjadi imam dan khatib di Masjidil Haram, Mekkah. Ia bahkan didapuk sebagai Mufti Mazhab Syafi'i dan menjadi pengajar di Masjid Haram.
Banyak ulama besar Nusantara dari abad 19 hingga awal abad 20, berguru padanya. Di antara muridnya, ada Ahmad Dahlan yang kelak mendirikan Muhammadiyah dan Hasyim Asy'ari yang mendirikan Nahdlatul Ulama.
Ahmad Khatib Al-Minangkabawi lahir di Koto Tuo, Agam, Sumatra Barat pada 16 Juni 1860 atau 6 Dzulhijah 1276 H.
Ia memiliki nama lengkap Ahmad Khatib bin Abdul Latif al-Minangkabawi. Ia adalah anak dari Abdul Latif Khatib dan Limbak Urai.
Baca juga: Ahmad Dahlan: Kehidupan, Perjuangan, dan Perannya di Muhammadiyah
Ayah Ahmad Khatib, Abdul Latif Khatib merupakan seorang ulama besar di tanah Minangkabau.
Ahmad Khatib dan ayahnya, Ahmad Latif merupakan keturunan dari ulama di Minangkabau.
Ketika masih di tanah kelahirannya, Ahmad Khatib yang masih kecil mengenyam pendidikan dasar dan berlanjut ke Sekolah Raja atau Kweekschool.
Ahmad Khatib tamat dari Kweekschool pada tahun 1871.
Selain itu, Ahmad Khatib juga mempelajari dasar-dasar ilmu agama hingga berhasil menghafal Al-Qur'an di bawah bimbingan ayahnya.
Pada tahun 1871, Ahmad Khatub diajak ayahnya, Ahmad Latif, ke Tanah Suci Mekkah untuk menunaikan ibadah haji.
Setelah selesai, Abdul Lathif Khatib kembali ke Sumatra Barat, sementara Ahmad Khatib tetap di Mekkah untuk menuntut ilmu dari para ulama.
Ahmad Khatib berguru kepada pada ulama di Mekkah, seperti:
Selain belajar ilmu agama Islam di Mekkah, Ahmad Khatib juga belajar ilmu umum, seperti Bahasa Inggris dan berhitung.
Ahmad Kkhatib amat tekun belajar. Di Mekkah ia memiliki kebiasaan mengunjungi toko buku milik Muhammad Shalih Al-Kurdi.
Melihat ketekunannya dalam belajar dan keshalihannya, Muhammad Shalih Al-Kurdi kemudian menikahkannya dengan putrinya yang bernama Khadijah.
Pernikahan Ahmad Khatib dengan Khadijah membuahkan seorang putra bernama Abdul Karim.
Baca juga: KH Hasyim Asyari: Silsilah, Peran, dan Perjuangannya
Beberapa tahun bersama, Ahmad Khatib ditinggal wafat oleh istrinya, Khadijah.
Namun, Shalih Al-Kurdi menginginkan Ahmad Khatib menikah lagi dengan adiknya Khadijah yang bernama Fathimah.
Ahmad Khatib dan Fathimah kemudian menikah dan dikaruniai dua orang putra bernama Abdul Malik dan Abdul Hamid.
Keshalihannya ini kemudian membuat Ahmad Khatib diangkat menjadi imam dan khatib sekaligus staf pengajar di Masjidil Haram, Mekkah.
Ada dua riwayat yang menjelaskan mengapa Ahmad Khatib bisa diangkat menjadi imam besar di Masjidil Haram.
Pertama, mertuanya, Shalih Al-Kurdi meminta kepada Syarif Aunur Rafiq agar berkenan mengangkat Syekh Ahmad Khatib sebagai imam dan khatib.
Kedua, diriwayatkan bahwa suatu ketika Syekh Ahmad Khatib shalat berjamaah dengan diimami oleh Syarif Aunur Rafiq.
Ketika sedang melaksanakan Shalat, Syarif Aunur Rafiq melakukan kesalahan dalam membaca Al-Quran.
Merespons hal tersebut, Syekh Ahmad Khatib memberanikan diri untuk membetulkan bacaan imam.
Mengetahui keshalihan dan luasnya ilmu yang dikuasai, Syarif Aunur Rafiq kemudian mengangkat Syekh Ahmad Khatib menjadi imam dan khatib Masjidil Haram.
Sebagai seorang pengajar resmi di Masjidil Haram dan juga seorang ulama besar.
Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi memiliki berbagai karya tulis yang terbagi ke dalam dua bagian, yakni karya berbahasa Arab dan berbahasa Melayu.
Berikut adalah beberapa karya Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi:
Setelah mengabdikan dirinya sebagai seorang ulama dan guru ilmu agama Islam di Mekkah, Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi akhirnya meninggal dunia pada 8 Jumadil Awal tahun 1334 H atau tahun 1916 M.
Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi kemudian di makamkan di kota Mekkah, Arab Saudi.
Referensi: