Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyebab Perang Saudara di Suriah

Kompas.com - 22/06/2022, 15:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Widya Lestari Ningsih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Perang Saudara Suriah adalah konflik yang berlangsung di Suriah antara golongan pemberontak pro-demokrasi dan Presiden Suriah Bashar al-Assad.

Aksi yang dimulai sebagai protes tanpa kekerasan pada 2011, berkembang menjadi perang besar-besaran yang berlangsung lebih dari satu dekade.

Sejak pertempuran dimulai, lebih dari 500.000 orang telah tewas, lebih dari 1 juta orang terluka, dan jutaan lainnya terpaksa mengungsi.

Meski disebut perang saudara, konflik yang telah menghancurkan beberapa kota di Suriah ini juga melibatkan beberapa negara dan organisasi teroris.

Lantas, apa sebenarnya penyebab terjadinya perang saudara di Suriah?

Baca juga: Sejarah Terjadinya Konflik di Suriah

Dipicu Arab Spring

Meski perang saudara di Suriah disebabkan oleh banyak faktor yang kompleks, salah satu pemicunya adalah fenomena Arab Spring yang pertama muncul pada 2010.

Arab Spring adalah gelombang gerakan revolusioner yang disebabkan oleh adanya rezim otoriter yang berkuasa di kawasan Timur Tengah.

Pada 2011, fenomena Arab Spring telah menyebar hingga ke Suriah, yang memicu lahirnya gerakan revolusioner Suriah yang berusaha melawan sistem pemerintahan otoriter di bawah kekuasaan Bashar al-Assad.

Fenomena Arab Spring menginspirasi para aktivis pro-demokrasi di Suriah untuk lebih berani menyuarakan kritik terhadap pemerintah.

Pada Maret 2011, 15 anak sekolah di Suriah ditangkap dan disiksa setelah menulis grafiti yang terinspirasi oleh Arab Spring.

Penangkapan tersebut memicu kemarahan dan demonstrasi di seluruh negeri, yang menandai dimulainya perang saudara di Suriah.

Baca juga: Dampak Fenomena Arab Spring

Rasa tidak puas rakyat terhadap pemerintah

Aksi para aktivis pro-demokrasi di Suriah didorong oleh ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintahan Bashar al-Assad, yang merupakan penerus rezim Assad.

Masa pemerintahan Assad, yang dikenal otoriter, berlangsung di Suriah selama lebih dari 40 tahun, sejak 1971.

Sejak itu, banyak masyarakat tidak puas atas ketidakmampuan pemerintah, kurangnya kebebasan rakyat, dan kondisi kehidupan di Suriah.

Pada tahun 2000, Bassar al-Assad menjadi presiden Suriah, menggantikan ayahnya.

Kepemimpinan Bashar al-Assad diwarnai dengan kesenjangan sosial, dominasi Partai Ba'ath yang sudah lama berkuasa di Suriah, distribusi pangan yang berkurang, serta aksi represif pemerintah dalam menerima kritik dari masyarakat.

Alhasil, tingkat pengangguran di Suriah sangat tinggi, korupsi pemerintah terus merajalela, dan diperparah dengan kekeringan, yang membuat rakyat semakin frustrasi terhadap pemerintahan Assad.

Baca juga: Perang Saudara yang Berkaitan dengan Perang Dingin

Beberapa aktivis HAM bahkan menuduh pemimpin Bassar al-Assad kerap menyiksa dan membunuh lawan politik selama masa kepresidenannya.

Hal inilah yang memicu sekelompok remaja membuat slogan antipemerintahan di Kota Daraa, yang berisi ajakan untuk menggulingkan rezim Bashar al-Assad pada 11 Maret 2011, yang menandai dimulainya perang saudara di Suriah.

Pemerintah Suriah menanggapi aksi tersebut dengan cara kekerasan. Seluruh pemuda yang dianggap terlibat dalam penyebaran slogan dipenjara dan disiksa oleh Kepolisian Suriah.

Penangkapan dan penyiksaan yang memakan satu korban jiwa itu memicu kemarahan dan demonstrasi di seluruh negeri.

Aksi protes terus meluas hingga ke kota-kota lain di Suriah setelah pemerintah kembali menanggapi dengan menangkap dan membunuh ratusan demonstran.

Rakyat Suriah kemudian menuntut agar Assad mengundurkan diri. Ketika Assad dengan tegas menolak, perang pecah antara pendukungnya dan golongan pro-demokrasi.

Baca juga: Marie Colvin, Jurnalis Perang yang Tewas di Tangan Pemerintah Suriah

Masalah agama

Perang Saudara di Suriah juga dipicu masalah agama. Perlu diketahui, mayoritas rakyat Suriah adalah Muslim Sunni.

Sedangkan rezim Assad didominasi oleh golongan Syiah Alawi. Hubungan dua aliran tersebut telah lama memanas baik di Suriah ataupun di negara-negara lain di Timur Tengah.

Situasi di Suriah menjadi jauh lebih rumit ketika negara-negara lain dan pejuang terorganisir memasuki konflik.

Pada dasarnya, pendukung utama pemerintah Suriah adalah Rusia, Iran dan Hizbullah (kelompok milisi yang berbasis di Lebanon).

Sedangkan Amerika Serikat, Arab Saudi, Qatar, Turki, dan negara-negara Barat lainnya adalah pendukung kelompok pemberontak moderat.

Selain itu, banyak kelompok pemberontak baru yang bermunculan sejak perang dimulai pada 2011.

Konflik yang sedang berlangsung juga mendorong organisasi teroris, seperti ISIS dan Al-Qaeda, untuk bergabung dalam kekacauan.

Itulah mengapa, perang saudara di Suriah semakin membesar dan tidak kunjung usai.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com