KOMPAS.com - Proklamasi Kemerdekan Indonesia pada 17 Agustus 1945 tidak bisa dilepaskan dari Peristiwa Rengasdengklok.
Peristiwa Rengasdengklok merupakan aksi yang dilakukan oleh golongan muda pimpinan Chairul Saleh dengan menculik Soekarno dan Hatta sebelum proklamasi kemerdekaan dibacakan.
Penculikan tersebut dimaksudkan untuk menjauhkan Soekarno dan Hatta dari pengaruh Jepang.
Berikut ini sejarah singkat Peristiwa Rengasdengklok.
Baca juga: Peran Para Tokoh yang Terlibat dalam Peristiwa Rengasdengklok
Peristiwa Rengasdengklok terjadi akibat adanya perbedaan antara golongan tua dan golongan muda dalam menyikapi kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II.
Pada dasarnya, perbedaan antara golongan tua dengan golongan muda menjelang proklamasi kemerdekaan Indonesia terkait waktu yang tepat untuk melaksanakan proklamasi.
Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945. Awalnya, hal ini coba dirahasiakan dari Indonesia, tetapi gagal dilakukan.
Adapun orang yang pertama kali mendengar atau mengetahui berita kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II ialah Sutan Syahrir.
Tindakan pertama yang dilakukan para pemuda IOndonesia setelah mendengar berita kekalahan Jepang adalah menemuai Bung Karno dan Bung Hatta untuk segera menyelenggarakan proklamasi kemerdekaan.
Golongan muda, yang dipimpin oleh Chairul Saleh, menginginkan Soekarno dan Mohammad Hatta segera mengumumkan kemerdekaan Indonesia melalui proklamasi.
Akan tetapi, keinginan dari golongan muda mendapat tentangan dari golongan tua, yang dipimpin oleh Soekarno.
Golongan tua berpendapat bahwa proklamasi akan diputuskan melalui sidang Panitia Persiapan Kemerdekan Indonesia (PPKI).
Baca juga: Peran PPKI dalam Kemerdekaan Indonesia
Sebelum Peristiwa Rengasdengklok terjadi, pada 15 Agustus 1945, golongan muda yang dipimpin Chairul Saleh mengadakan rapat di Pegangsaan Timur, Jakarta, terkait kapan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dikumandangkan.
Dalam rapat, disepakati bahwa kemerdekaan Indonesia adalah keputusan rakyat Indonesia, bukan Jepang.
Kemudian, malam harinya, anggota dari golongan muda, Wikana dan Darwis, diutus menemui Soekarno dan Hatta untuk mendesak agar proklamasikan kemerdekaan Indonesia dilakukan pada 16 Agustus 1945.