Nama Gestapu saat itu lebih populer digunakan karena angkatan bersenjata menguasai media massa.
Setelah peristiwa itu meletus, Presiden Soekarno memilih menggunakan istilah "Gestok" atau Gerakan Satu Oktober dengan alasan peristiwa pembunuhan enam jenderal itu dilakukan pada tanggal 1 Oktober dini hari.
Hal itu diusulkan secara langsung oleh Soekarno pada 9 Oktober 1965 di sidang kabinet pertama setelah G30S.
Penggunaan nama Gestok juga untuk mengganti istilah Gestapu yang identik dengan Nazi Jerman.
Selain itu Gestok digunakan karena memupuskan peran PKI dalam G30S. Soekarno saat itu condong ke pemikiran komunisme yang menjadi ideologi PKI.
Istilah G30S merupakan istilah yang akhirnya resmi digunakan oleh Orde Baru. Istilah ini dimuat dalam buku 40 Hari Kegagalan G-30-S yang dikeluarkan oleh Departemen Pertahanan, 40 hari setelah peristiwa 30 September 1965.
Lalu istilah itu berubah menjadi G30S/PKI karena beberapa pembantu Soeharto seperti Yoga Sugama dan Soedarmono yakin bahwa peristiwa berdarah itu didalangi oleh Partai Komunis Indonesia (PKI).
Hal itu juga berpengaruh pada penerbitan buku yang memuat tentang peristiwa itu harus menggunakan istilah G30S/PKI.
Apabila ada buku lain yang tidak menggunakan istilah itu akan direvisi paksa atau bahkan bisa dilarang diterbitkan.
Setelah Orde Baru tumbang, sejarah G30S secara perlahan mulai diluruskan. Buku-buku yang dulu dilarang Kejaksaan, akhirnya boleh terbit.
Pada kurikulum 2004, beberapa penerbit buku pelajaran mulai menyebut G30S tanpa embel-embel PKI.
Banyak pihak yang tak setuju penggunaan PKI pada G30S. Sejarawan Asvi Warman Adam menyebutkan bahwa istilah yang sangat obyektif menggambarkan peristiwa berdarah pada 1965 adalah G30S, sesuai dengan nama yang diberikan para pelaku.
Sebab selama puluhan tahun, stigmatisasi terhadap PKI membuat jutaan orang dibunuh dan didiskriminasi kendati mereka tak mengetahui apalagi terlibat dalam operasi G30S.
Referensi: