Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Arung Palakka, Pahlawan Bone yang Bersekutu dengan VOC

Kompas.com - 16/08/2021, 10:03 WIB
Widya Lestari Ningsih,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Arung Palakka atau sering ditulis Aru Palaka adalah sultan Bone ke-15 yang berkuasa antara 1672-1696 M.

Ketika posisinya masih sebagai pangeran, ia telah memerdekakan kerajaannya dari Kesultanan Gowa-Tallo.

Setelah naik takhta, Arung Palakka berhasil membawa Kerajaan Bone menuju puncak keemasan.

Akan tetapi, sosoknya juga sering dianggap sebagai pemberontak dan pengkhianat karena telah bekerja sama dengan VOC.

Lantas, mengapa Arung Palakka mau membantu VOC hingga sering dicap sebagai pengkhianat?

Awal kehidupan Arung Palakka

Arung Palakka lahir di Soppeng pada 15 September 1634, sebagai putra dari La Maddaremmeng Matinro’e Ri Bukaka, raja Bone ke-13.

Pada masa pemerintahan ayahnya, Kerajaan Bone ditaklukkan oleh Kerajaan Gowa dan statusnya tidak lagi menjadi kerajaan yang merdeka.

Tidak hanya itu, raja beserta keluarganya dibawa ke Makassar sebagai tahanan dan diperlakukan seperti budak.

Kala itu, usia Arung Palakka baru menginjak 11 tahun. Setibanya di Makassar, keluarganya dipekerjakan sebagai pelayan di istana Karaeng Pattingalloang, mangkubumi Kerajaan Gowa.

Beruntung bagi Arung Palakka, karena Karaeng Pattingalloang menyukainya dan memberinya pendidikan yang layak seperti seorang pangeran.

Seiring berjalannya waktu, Arung Palakka menaruh dendam kepada Sultan Hasanuddin, raja Gowa yang naik takhta pada 1653.

Pasalnya, Sultan Hasanuddin mengerahkan orang Bugis Bone untuk menggali parit di sepanjang pelabuhan Makassar.

Hal itulah yang menggugah Arung Palakka untuk membebaskan rakyatnya yang dipekerjakan secara paksa.

Baca juga: Sejarah Awal Kerajaan Bone

Bersekutu dengan VOC

Upaya yang dilakukan Arung Palakka pada 1660 untuk memberontak belum berhasil untuk memerdekakan kerajaannya dari cengkeraman Kerajaan Gowa.

Ia pun terpaksa melarikan diri bersama pengikutnya hingga ke Batavia dan disambut baik oleh VOC.

Bersama Cornelis Speelman yang asli Belanda dan Kapiten Jonker, mantan panglima dari Maluku, Arung Palakka mulai membuktikan bahwa dirinya adalah sosok yang dapat diandalkan dan menguntungkan VOC.

Arung Palakka bahkan membantu VOC dalam menaklukkan berbagai wilayah di nusantara.

Pada 1666, Arung Palakka bersama 1.000 pasukan yang terdiri dari orang Bugis dan tentara VOC, berlayar menuju Gowa.

Satu tahun kemudian, Sultan Hasanuddin akhirnya menyerah dan terpaksa menandatangani Perjanjian Bongaya.

Peristiwa tersebut juga secara resmi membebaskan Kerajaan Bone dari kekuasaan Gowa.

Meski Arung Palakka berjasa sebagai pahlawan Bone, banyak juga yang menganggapnya sebagai pengkhianat karena telah bekerja sama dan membantu VOC, yang notabene adalah penjajah asing, untuk menyerang Makassar.

Baca juga: Kerajaan Bone: Letak, Sejarah, Masa Keemasan, dan Keruntuhan

Masa pemerintahan Arung Palakka

Setelah kemenangan melawan Gowa, Arung Palakka dinobatkan sebagai sultan Bone ke-15 pada 1672.

Di bawah kekuasaannya, Kerajaan Bone mencapai puncak kejayaan dan secara resmi menggantikan Gowa sebagai kerajaan terkuat di Sulawesi Selatan.

Selama periode kekuasaannya, Kerajaan Bone mampu memakmurkan rakyatnya dengan potensi yang beragam seperti dalam bidang pertanian, perkebunan, dan kelautan.

Kekuatan militernya juga semakin kuat, setelah belajar dari lemahnya pertahanan mereka saat kalah menghadapi Kerajaan Gowa.

Untuk memastikan dominasinya di Sulawesi Selatan, Arung Palakka juga melakukan serangkaian kampanye militer.

Arung Palakka pun berhasil mempersatukan kerajaan-kerajaan Bugis hingga mendapat julukan "De Koning der Boeginesen" dari VOC.

Upayanya untuk membantu VOC terus berlanjut ketika dirinya telah duduk di singgasana Bone.
Hal inilah yang membuat pengikut dan pangeran Bone menjadi kesal.

Akhir hidup Arung Palakka

Setelah dua dekade lebih berkuasa, kesehatan Arung Palakka mulai menurun dan akhirnya meninggal pada 6 April 1696 dan dimakamkan di Bontoala, Gowa.

Pasca kematian Arung Palakka, takhta Kerajaan Bone jatuh ke tangan La Patau Matanna Tikka, Matinroe ri Nagauleng.

 

Referensi:

  • Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto (Eds). (2008). Sejarah Nasional Indonesia III: Zaman Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan Islam di Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com