Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kerajaan Kutai Kartanegara: Sejarah, Raja-raja, dan Peninggalan

Kompas.com - 09/08/2021, 12:00 WIB
Widya Lestari Ningsih,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kerajaan Kutai Kartanegara berbeda degan Kerajaan Kutai Martadipura yang berdir sejak abad ke-4 Masehi.

Kerajaan Kutai Kartanegara adalah kerajaan bercorak Hindu yang didirikan pada 1300 M di Tepian Batu atau Kutai Lama.

Pendiri kerajaan Kutai Kartanegara adalah Aji Batara Agung Dewa Sakti, yang berkuasa antara 1300-1325 M.

Kerajaan ini berubah menjadi kesultanan Islam pada 1575, ketika di bawah kekuasaan Aji Raja Mahkota Mulia Alam.

Pada 1635, kerajaan ini berhasil menaklukkan Kerajaan Kutai Martadipura yang kala itu diperintah oleh Maharaja Dharma Setia.

Sejak saat itu, raja mengubah nama kerajaannya menjadi Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura.

Sejarah Kerajaan Kutai Kartanegara

Pada 1300 Kerajaan Kutai Kartanegara didirikan oleh Aji Batara Agung Dewa Sakti yang sekaligus menjadi raja pertamanya hingga 1325 M.

Letak kerajaan bercorak hindu ini berdekatan dengan Kerajaan Kutai Martadipura, yang lebih dulu berdiri kawasan Sungai Mahakam, Kalimantan Timur.

Akibatnya, sering terjadi perselisihan yang akhirnya memuncak pada abad ke-17 ketika kedua kerajaan terlibat perang.

Di bawah Raja Pangeran Sinum Panji Mendapa, Kutai Kartanegara, yang telah berubah menjadi kerajaan Islam, berhasil menaklukkan Kutai Martadipura.

Di saat yang sama, Kerajaan Kutai Kartanegara terpaksa tunduk sebagai kerajaan bawahan Kesultanan Banjar.

Baca juga: Kerajaan Kutai: Masa Kejayaan, Silsilah Raja, dan Peninggalan

Berubah menjadi Kesultanan Kutai Kartanegara

Aji Raja Mahkota Mulia Alam, yang berkuasa antara 1545-1610 adalah raja Kerajaan Kutai Kartanegara pertama yang memeluk Islam, yakni pada 1575.

Namun, Islam baru benar-benar diterima secara luas pada abad ke-17, ketika dibawa oleh Tuan Tunggang Parangan dari Makassar.

Karena raja telah memeluk Islam, ia segera membangun sebuah masjid dan membuka pengajaran Islam.

Selanjutnya, banyak nama Islami yang akhirnya digunakan oleh raja dan keluarganya.

Sebutan raja pun diganti dengan sultan, dan penguasa Kerajaan Kutai Kartanegara pertama yang menggunakan nama Islam adalah Sultan Aji Muhammad Idris (1735-1739).

Sultan Aji Muhammad Idris kemudian memindahkan ibu kota kerajaan dari Kutai Lama ke Pemarangan.

Selain itu, Sultan Idris dikenal sebagai penguasa yang sangat gigih melawan penjajahan Belanda.

Ia bahkan wafat di Sulawesi Selatan, saat bertempur melawan VOC bersama rakyat bugis.

Baca juga: Sejarah Berdirinya Kerajaan Kutai

Raja-raja Kerajaan Kutai Kartanegara

  • Aji Batara Agung Dewa Sakti (1300-1325)
  • Aji Batara Agung Paduka Nira (1325-1360)
  • Aji Maharaja Sultan (1360-1420)
  • Aji Raja Mandarsyah (1420-1475)
  • Aji Pangeran Tumenggung Bayabaya (1475-1545)
  • Aji Raja Mahkota Mulia Alam (1545-1610)
  • Aji Dilanggar (1610-1635)
  • Aji Pangeran Sinum Panji Mendapa (1635-1650)
  • Aji Pangeran Dipati Agung (1650-1665)
  • Aji Pangeran Dipati Maja Kusuma (1665-1686)
  • Aji Ragi (1686-1700)
  • Aji Pangeran Dipati Tua (1700-1710)
  • Aji Pangeran Anum Panji Mendapa (1710-1735)
  • Sultan Aji Muhammad Idris (1735-1778)
  • Sultan Aji Muhammad Aliyeddin (1778-1780)
  • Sultan Aji Muhammad Muslihuddin (1780-1816)
  • Sultan Aji Muhammad Salehuddin (1816-1845)
  • Sultan Aji Muhammad Sulaiman (1850-1899)
  • Sultan Aji Muhammad Alimuddin (1899-1910)
  • Sultan Aji Muhammad Parikesit (1920-1960)
  • Sultan Haji Aji Muhammad Salehuddin II (2001-2018)
  • Sultan Aji Pangeran Praboe Anoem Soerya Adiningrat (2018-sekarang)

Baca juga: Kesultanan Banjar: Sejarah, Sistem Pemerintahan, dan Masa Kejayaan

Keruntuhan Kerajaan Kutai Kartanegara

Kemunduran Kerajaan Kutai Kartanegara dapat dirasakan ketika mulai menjadi bawahan Kesultanan Banjar.

Mulai 1787, secara de facto kerajaan ini berada di bawah kekuasaan Belanda setelah acara penyerahan kekuasaan dari Kesultanan Banjar.

Kemudian pada 1825, atas inisiatif G. Muller yang menjadi residen di Banjarmasin, Kerajaan Kutai Kartanegara diikat secara resmi oleh Belanda.

Hal ini dilakukan karena Kutai memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah dari hasil batu bara, sarang burung walet, emas, dan hasil hutan.

Keadaan kerajaan menjadi semakin terpuruk dengan kedatangan perompak dari Sulu yang mengganggu stabilitas perdagangan dan ekonominya.

Hingga masa kependudukan Jepang, status Kerajaan Kutai Kartanegara belum berubah, yakni masih menjadi daerah vasal.

Seiring pengakuan kedaulatan Indonesia dari Belanda, wilayah Kesultanan Kutai Kertanegara tergabung dalam Republik Indonesia Serikat.

Kemudian pada 21 Januari 1960, pemerintahan Kerajaan Kutai Kertanegara resmi berakhir setelah serah terima dari Sultan Aji Muhammad Parikesit dalam Sidang Khusus DPRD Daerah Istimewa Kutai di Tenggarong.

Baca juga: Prasasti Yupa: Fungsi dan Isinya

Kerajaan Kutai Kartanegara dihidupkan kembali

Pada 1999, Bupati Kutai Kartanegara, Syaukani Hasan Rais, berniat untuk menghidupkan kembali Kerajaan Kutai Kartanegara.

Hal ini tidak dimaksudkan untuk menghidupkan feodalisme, tetapi untuk melestarikan warisan sejarah dan budaya.

Setelah mendapatkan persetujuan presiden, Putra Mahkota Kerajaan Kutai Kartanegara, Sultan Haji Aji Muhammad Salehuddin II dinobatkan menjadi Sultan Kutai Kartanegara.

Peninggalan Kerajaan Kutai Kartanegara

  • Kompleks makam sultan Kutai Kartanegara
  • Mahkota emas sultan Kutai
  • Pedang Sultan Kutai
  • Kalung Ciwa

 

Referensi:

  • Amarseto, Binuko. (2017). Ensiklopedia Kerajaan Islam di Indonesia. Yogyakarta: Relasi Inti Media.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com