KOMPAS.com - Andi Sultan Daeng Radja adalah tokoh kemerdekaan Indonesia asal Sulawesi Selatan.
Ia berjuang melawan penjajah Belanda di Bulukumba, Sulawesi Selatan.
Pasca-proklamasi kemerdekaan Indonesia, Sekutu mendarat di Bulukumba. Sekutu datang dengan diboncengi tentara Belanda, Nederlands Indie Civil (NICA).
NICA mengajak Andi Sultan Daeng Radja untuk bekerja sama, tetapi ia dengan tegas menolak permintaan tersebut.
Akibatnya, NICA menangkap Sultan Daeng Radja pada 2 Desember 1945, ia ditahan di Makassar.
Baca juga: M Jasin: Pendidikan, Kiprah, dan Perjuangannya
Andi Sultan Daeng Radja lahir di Matekko, Sulawesi Selatan, 20 Mei 1984.
Ia adalah putra pertama dari pasangan Passari Petta Tanra Karaeng Gantarang dan Andi Ninong.
Sultan Daeng Radja mengenyam pendidikan pertamanya di Sekolah Rakyat, tahun 1902.
Tamat dari Sekolah Rakyat, ia melanjutkan sekolahnya ke Europeesche Lagere School (ELS) di Bantaeng.
Selanjutnya, ia sekolah di Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA) atau sekolah untuk pegawai negeri sipil di Makassar.
Setelah lulus dari OSVIA pada 1913, Andi Sultan Daeng Radja yang saat itu masih berusia 20 tahun diangkat menjadi juru tulis di Kantor Pemerintahan Onder Afdeeling Makassar.
Beberapa bulan setelahnya, ia diangkat menjadi calon jaksa dan diperbantukan di Inl of Justitie Makassar.
Baca juga: Syamun: Asal Usul, Peran, dan Perjuangan
Tanggal 2 April 1921, pemerintah memutuskan untuk mengangkat Andi Sultan Daeng Radja menjadi pejabat sementara Distrik Hadat Gantarang.
Ia menggantikan Andi Mappamadeng Daeng Malette yang undur diri karena tidak bisa lagi bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.
Andi Sultan Daeng Radja sendiri menjadi pejuang yang menentang penjajahan kolonial Belanda sejak ia duduk di OSVIA.
Semangatnya dalam memperjuangkan bangsa Indonesia semakin berkobat setelah ia aktif di organsisasi, seperti Budi Utomo dan Serikat Dagang Islam.
Ia bahkan secara diam-diam mengikuti Kongres Pemuda Indonesia pada 28 Oktober 1928, yang dikenal dengan Sumpah Pemuda.
Bersama dengan Dr Ratulangi dan Andi Pangareng Pettarani, Andi Sultan Daeng Radja, diutus sebagai wakil Sulawesi Selatan mengikuti rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) di Jakarta.
Usai rapat, Sultan Daeng Radja kembali ke Bulukumba. Ia menjelaskan kepada rakyatnya mengenai hasil rapat PPKI.
Akhir Agustus 1945, Andi Sultan Daeng Radja mengusulkan pembentukan organisasi Persatuan Pergerakan Nasional Indonesia (PPNI).
PPNI dibentuk sebagai wadah untuk menghimpun pemuda dalam rangka mengamankan dan membela negara Indonesia.
Pasca-proklamasi kemerdekaan Indonesia, tentara Sekutu mendarat di Bulukumba.
Kehadiran mereka diboncengi tentara Belanda (NICA).
NICA mengajak Andi Sultan Daeng Radja untuk bekerja sama, tetapi ia dengan tegas menolak permintaan tersebut.
Akibatnya, tanggal 2 Desember 1945, NICA menangkap Andi Sultan Daeng Radja di kediamannya, Kampung Kasuara, Gantarang. Ia dibawa ke Makassar dan ditahan di sana.
NICA berharap dengan ditangkapnya Daeng Radja akan mematikan perlawanan rakyat Bulukumba, tetapi yang terjadi justru sebaliknya.
Para pejuang Bulukumba membentuk organisasi perlawanan bersenjata bernama Laskar Pemberontak Bulukumba Angkatan Rakyat (PBAR), dipimpin Andi Syamsuddin.
Lima tahun setelah Daeng Radja dipenjara, tanggal 17 Maret 1949, pengadilan memvonis Sultan Daeng Rajd dengan hukuman pengasingan ke Manado sampai 8 Januari 1950.
Baca juga: Syekh Yusuf: Asal Usul, Perjuangan, dan Pengasingan
Sultan Daeng Radja baru dibebaskan setelah Konferensi Meja Bundar, setelah Belanda mengakui kedaulatan Indonesia. Setelah bebas, ia kembali ke Bulukumba.
Andi Sultan Daeng Radja wafat pada 17 Mei 1963 di Makassar, Sulawesi Selatan.
Untuk menghargai perjuangannya, ia mendapat gelar Pahlawan Nasional dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berdasarkan Keppres No. 085/TK/Tahun 2006, 3 November 2006.
Ia juga mendapat Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera Adipradana di Istana Negara pada 9 November 2006.
Referensi: