KOMPAS.com - Alimin atau Alimin bin Prawirodirdjo adalah tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia.
Ia juga sempat tergabung dalam Partai Komunis Indonesia pada 1918.
Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Presiden No. 163 Tahun 1964, pada 26 Juni 1964, Alimin tercatat sebagai salah satu Pahlawan Nasional Indonesia.
Baca juga: Jenderal Gatot Subroto: Kehidupan, Karier Militer, dan Perjuangannya
Alimin lahir di Solo pada 1889. Ketika Alimin masih kecil, seorang Belanda bernama G.A.J. Hazeu yang menjabat sebagai Penasehat Urusan Pribumi, memberikan Alimin beberapa keping uang.
Alimin kemudian membagikan uang tersebut kepada teman-teman sepermainannya.
Melihat hal itu, G.A.J. Hazeu tergugah hatinya untuk mengangkat Alimin sebagai anak angkatnya.
Alimin pun disekolahkan di sekolah Eropa di Betawi dengan harapan nantinya Alimin akan bekerja sebagai pegawai pemerintah.
Alih-alih masuk ke dunia politik, Alimin justru menjadi jurnalis. Sejak usia remaja, Alimin sudah aktif dalam pergerakan nasional.
Awalnya, ia menjadi wartawan Djawa Moeda dan bergabung dengan Budi Utomo.
Saat Sarekat Islam muncul, Alimin bergabung dalam orgnanisasi tersebut.
Ia juga sempat tinggal di rumah kos milik Cokroaminoto, pemimpin Sarekat Islam.
Setelah itu, bersama dengan dokter muda Cipto Mangunkusumo, ia bergabung dalam Insulinde, organisasi politik zaman Hindia Belanda.
Alimin juga menjadi editor di jurnal Modjopahit di Batavia.
Baca juga: GSSJ Ratulangi: Pendidikan, Kiprah, dan Akhir Hidupnya
Organisasi komunis pertama di Indonesia bernama Indische Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV) lahir.
Alimin pun bergabung dalam organisasi tersebut. Bahkan, ia sempat menjadi pimpinan wilayah Jakarta sejak 1918.
Pada 1920-an, Alimin dipercaya untuk menjadi pemimpin PKI di Batavia.
Pada awal 1926, sebagai pimpinan PKI, Alimin pergi ke Singapura untuk berunding dengan Tan Malaka, anggota ISDV.
Pada masa kolonial, Alimin menggalang para jawara dan orang-orang dunia hitam di Tanjung Priok untuk ikut pergerakan.
Tugas mereka adalah untuk melindungi orang-orang PKI dari incaran penguasa kolonial dan koleganya.
Keduanya bertemu dalam rangka menyiapkan pemberontakan.
Namun, sebelum Alimin kembali ke Indonesia, pemberontakan sudah meletus pada 12 November 1926.
Alimin dan Musso, tokoh PKI, ditangkap oleh polisi Inggris.
Sekeluarnya Alimin dari penjara, ia pergi ke Moskow dan bergabung dengan Organisasi Komunis Revolusioner Internasional atau Komintern.
Alimin kembali ke Indonesia pada 1946, yaitu setelah Republik Indonesia diproklamasikan. Ia pun kembali bergabung dengan PKI sebagai senior.
Sewaktu DN Aidit mendirikan kembali PKI secara legal pada awal 1950-an, Alimin tidak lagi menjadi tokoh komunis.
Baca juga: Danudirja Setiabudi (Ernest Douwes Dekker): Kehidupan dan Perjuangan
Setelah tidak aktif di PKI, Alimin menikah dengan Hajjah Mariah. Mereka dikaruniai dua putra, yaitu Tjipto dan Lilo.
Alimin pun tinggal di Jakarta sampai wafatnya pada 1964.
Saat Alimin meninggal, Soekarno, Presiden RI pertama menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden No. 163 pada 26 Juni 1964.
Alimin disemayamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Referensi: