Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sejarah Toko Merah di Kota Tua, Eksis Sejak Era VOC

Bangunan tersebut dikenal dengan nama Toko Merah, yang terletak di sisi barat kanal utama Kali Besar.

Toko Merah dibangun pada tahun 1730, menjadikannya salah satu bangunan tertua di Jakarta.

Sejak didirikan di era VOC, Toko Merah berkali-kali berubah fungsi dan kepemilikan.

Sebagai saksi bisu dari banyak peristiwa sejarah, Toko Merah telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya dan kini sebagian ruangannya didayagunakan sebagai kafe.

Berikut ini sejarah Toko Merah di Kota Tua yang kini berusia hampir tiga abad.

Dibangun sebagai rumah

Bangunan Toko Merah didirikan pada 1730 oleh Gustaaf Willem Baron van Imhoff, yang saat itu menjabat Sekretaris II Hooge Regering (Pemerintahan Tinggi) merangkap Water Fiscal (Kepala Urusan Pabean), untuk digunakan sebagai tempat tinggal.

Melansir Historia, Thomas B Ataladjar dalam Toko Merah, mengatakan bahwa Van Imhoff adalah putra seorang bangsawan terpandang di Leer, Jerman.

Tidak heran apabila ia mampu mendirikan kediaman yang megah. Ditambah, Van Imhoff menikahi Catharina Magdalena Huysman, putri dari direktur perdagangan VOC.

Tidak disangkal juga bahwa koneksi yang baik dengan bangsawan dan petinggi VOC, membuat karier Van Imhoff cepat melejit.

Pada 1743, ia diangkat menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda dan bertugas hingga 1750.

Selama Van Imhoff menjabat Gubernur Jenderal Hindia Belanda hingga kematiannyaa pada 1750, Toko Merah beralih fungsi menjadi kampus dan asrama Academie de Marine (Akademi Angkatan Laut).

Gonta-ganti fungsi dan pemilik

Melansir laman Kemdikbud, sepeninggal Van Imhoff dan Akademi Angkatan Laut dibubarkan pada 1755, Toko Merah menjadi kediaman beberapa Gubernur Jenderal Hindia Belanda, di antaranya Jacob Mossel (1750-1761), Petrus Albertus van der Parra (1761-1775), Reynier de Klerck (1777-1780), Nicolaas Hartingh, dan Baron von Hohendorff.

Pada 1786 hingga 1808, Toko Merah dialihfungsikan menjadi heerenlogement atau hotel mewah untuk para pejabat.

Antara 1809 hingga 1813, seluruh bangunan kembali dijadikan tempat tinggal, kali ini oleh Anthony Nacare.

Pada periode selanjutnya, Toko Merah dibeli oleh Oey Liauw Kong, untuk digunakan sebagai toko sekaligus tempat tinggal.

Sepeninggal Oey Liauw Kong, fungsi bangunan ini dipertahankan sebagai toko oleh keturunannya, Oey Hok Tjiang dan Oey Kim Tjiang.

Pada sekitar periode 1920 hingga akhir 1930-an, Toko Merah dijadikan kantor untuk Bank voor Indie.

Pada 1939, Toko Merah menjadi kantor perusahaan asuransi dan industri milik Belanda, Jacobson van den Berg (Jacob Berg).

Ketika Jepang menginvasi Batavia, pejabat Jacob Berg dibantai dan Toko Merah diduduki sebagai dinas kesehatan tentara mereka.

Pada Agustus 1945, usai Jepang menyerah, Toko Merah ditempati Sekutu untuk sementara.

Setelah itu, Toko Merah digunakan sebagai kantor NV Nigeo Export, kemudian kembali ditempati oleh Jacob Berg.

Pada akhir 1950-an, terjadi nasionalisasi perusahaan-perusahaan milik Belanda, dan Serikat Buruh Jacob Berg mengambil alih perusahaan tempat mereka bekerja.

Setelah dinasionalisasi, Toko Merah menjadi kantor beberapa perusahaan BUMN.

Mengingat tingginya nilai sejarah Toko Merah, bangunan peninggalan kolonial ini ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya pada 1993.

Sejak 2003, Toko Merah dikelola PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), perusahaan BUMN yang bergerak di bidang perdagangan dalam negeri dan internasional.

PPI bekerja sama dengan Dinas Museum dan Pemugaran DKI Jakarta untuk merenovasi dan melakukan perawatan terhadap bangunan Toko Merah.

Kini, sebagian bangunan Toko Merah disulap menjadi kafe, yang dapat disinggahi para pelancong yang menikmati keindahan kawasan Kota Tua.

Kenapa disebut Tokoh Merah?

Toko Merah adalah bangunan dua lantai yang kembar. Disebut demikian karena terdiri dari dua bagian rumah yang berada di bawah satu atap dan memiliki dua pintu masuk.

Bangunan ini bergaya Boer, yang terdiri dari dua lantai dan letaknya berimpitan dengan bangunan di sebelahnya, tanpa halaman depan.

Toko Merah dibangun dengan perpaduan arsitektur Klasik Eropa dan gaya China pada ornamennya.

Interiornya yang masih asli dari masa VOC dapat dilihat pada lantai marmer buatan Italia, kemudian kusen jendela, pintu, dan langit-langitnya.

Ruangan utamanya sangat lapang, dengan ciri khas langit-langit yang tinggi dengan ventilasi udara yang lebar dan besar.

Tembok depan bangunan ini tersusun dari batu bata yang tidak diplester, kemudian dicat merah. Warna cat merah inilah yang berkontribusi pada namanya.

Mengutip Historia, menurut sejarawan Adolf Heuken dalam Historical Site of Jakarta, batu bata pada bangunan Toko Merah awalnya dicat putih.

Barulah pada pemugaran tahun 1923 oleh direksi Bank voor Indie, dinding depan serta kusennya dicat menjadi warna merah.

Nama Toko Merah diperoleh dari tembok, kusen, dan jendela, yang dicat merah tua dengan aksen warna emas yang memberikan nuansa khas Tionghoa.

Ataladjar setuju dengan Heuken, bahwa bangunan ini awalnya tidak berwarna merah.

Namun, Ataladjar menyebut warna merah sudah ada sejak bangunan ini digunakan sebagai rumah sekaligus toko oleh Oey Liauw Kong pada 1851.

Oleh sebab itu, bekas kediaman Gubernur Jenderal VOC ini lebih dikenal sebagai Toko Merah di kalangan masyarakat.

https://www.kompas.com/stori/read/2024/01/03/190000679/sejarah-toko-merah-di-kota-tua-eksis-sejak-era-voc

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke