Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Keterlibatan Henry Kissinger dalam 10 Konflik Berdarah di Dunia

Henry Kissinger tercatat menjabat Menteri Luar Negeri (Menlu) AS dan penasihat keamanan nasional pada masa pemerintahan Presiden Richard Nixon dan Gerald Ford.

Ia disebut-sebut sebagai Menlu AS paling berpengaruh di era Perang Dingin (1947-1991) dan arsitek kebijakan AS untuk mengalahkan Uni Soviet.

Namun bagi sebagian masyarakat dunia, Henry Kissinger diingat sebagai tokoh yang bertanggung jawab atas genosida, pemerkosaan, dan penyiksaan massal di berbagai negara.

Semasa menjabat Menlu AS, nama Kissinger sering kali berada di balik penggulingan pemerintahan di sejumlah negara dan pengemboman wilayah yang mengakibatkan jatuhnya jutaan korban jiwa.

Melansir Al Jazeera, berikut ini 10 konflik berdarah di dunia yang melibatkan nama Henry Kissinger di dalamnya.

Perang Vietnam

Pada 1973, Henry Kissinger memperoleh hadiah Nobel Perdamaian atas usahanya merundingkan gencatan senjata dalam Perang Vietnam (1955-1975).

Namun, banyak pihak mengatakan bahwa perang yang melibatkan pasukan Amerika Serikat itu seharusnya dapat diakhiri pada 1969, apabila Kissinger tidak membiarkan Richard Nixon menghancurkan perundingan damai yang diupayakan Presiden Lundon B Johnson.

Kissinger dianggap ikut bertanggung jawab membuat Perang Vietnam menjadi berlarut-larut hingga 20 tahun dan memakan korban jutaan warga Vietnam, Kamboja, serta Laos.

Genosida Kamboja

Genosida Kamboja merujuk pada peristiwa genosida yang dilaksanakan oleh pemerintah Khmer Merah pada 1975 hingga 1979.

Jumlah korban jiwa saat itu mencapai 1,5 hingga 2 juta orang, atau setara seperlima populasi Kamboja.

Genosida Kamboja dipicu oleh carpet bombing (pengeboman dengan menjatuhkan banyak bom yang terarah) yang dilakukan oleh Kissinger dan Presiden Nixon.

Peristiwa genosida terjadi setelah Khmer Merah berhasil merebut kekuasaan dari rezim militer di Kamboja yang didukung AS.

Perang Kemerdekaan Bangladesh

Duet Kissinger dan Nixon disebut-sebut menyokong diktator Pakistan dalam perang dengan Pakistan timur (kini Bangladesh).

Kissinger dan Nixon sama sekali tidak mencegah pertumpahan darah yang mengakibatkan hilangnya nyawa 300.000 hingga 3 juta orang tersebut.

Dalam konflik ini, AS memerlukan Pakistan sebagai penyeimbang terhadap China, karena India condong ke Uni Soviet.

Penggulingan Presiden Chile

Pada 1970, Salvador Allende terpilih sebagai Presiden Chile. Khawatir akan penyebaran komunisme di Amerika Selatan, Henry Kissinger dan Nixon segera merencanakan penggulingan Allende.

Kabarnya, Kissinger dan Nixon rela menggelontorkan jutaan dollar untuk mengudeta Allende.

Kepala CIA saat itu, William Colby, mengatakan pada sidang rahasia Subkomite Khusus Angkatan Bersenjata untuk Intelijen pada 1974, Pemerintah As telah menghabiskan 11 juta dollar dalam upayanya melengserkan Allende.

Pada 1973, diktator yang didukung AS, Jenderal Augusto Pinochet, naik ke tampuk kekuasaan melalui kudeta militer.

Selama 17 tahun berkuasa, rezim Pinochet membantai ribuan orang yang menjadi oposisinya dan memenjarakan puluhan ribu orang lainnya.

Terkait peristiwa tersebut, Kissinger pernah berkata kepada Nixon, "Kita tidak melakukannya. Maksudku, kita membantu mereka."

Sengketa Siprus

Sebagai rumah bagi orang Yunani dan Turki, banyak kekerasan etnis yang terjadi di Siprus sepanjang 1960-an.

Pada 1974, setelah kudeta oleh pemerintahan militer yang berkuasa di Yunani, pasukan Turki masuk.

Konflik ini tidak lepas dari intervensi Kissinger, yang justru membuat perselisihan di antara Yunani dan Turki memanas.

Kudeta Yunani dan invasi Turki ke Siprus mengakibatkan ribuan korban jiwa.

Invasi Indonesia ke Timor Timur

Pada 7 Desember 1975, pasukan Indonesia menginvasi Timor Timur (sekarang Timor Leste) dalam serbuan yang dinamai Operasi Seroja.

Operasi Seroja dilancarkan sebagai respons atas tindakan Partai Fretilin, yang didominasi komunis, mendeklarasikan kemerdekaan Republik Demokratik Timor Timur secara sepihak pada 28 November 1975.

Pada 6 Desember 1975, atau sehari sebelum Operasi Seroja dilancarkan, Henry Kissinger mendampingi Presiden Gerald Ford ke Jakarta untuk menemui Presiden RI Soeharto.

Dalam pertemuan itu, Kissinger dan Presiden Ford disebut memberi lampu hijau atas rencana Indonesia menginvasi Timor Timur.

Kepentingan AS dalam persoalan itu sangat jelas, tidak ingin Timor Timur dikuasai komunis.

Meski Kissinger menyangkal keterlibatannya, rekaman telegram yang diungkap pada 2001 menunjukkan bahwa AS telah mengetahui rencana Indonesia untuk menganeksasi Timor Timur sejak 5 Juli 1975

Lampu hijau dari AS melanggengkan invasi Indonesia atas Timor Timur yang diperkirakan menewaskan sekitar 100.000-180.000 korban jiwa yang terdiri dari tentara dan warga sipil.

Perang Yom Kippur

Tragedi Yom Kippur merupakan perang antara Israel dengan negara-negara Arab yang dipimpin Suriah dan Mesir, pada Oktober 1973.

Saat itu, Henry Kissinger menentang upaya Pentagon untuk menunda pengiriman senjata ke Israel.

Kebijakan Kissinger membuat Israel unggul dan berhasil mendekati Kairo, yang diikuti dengan gencatan senjata.

Kissinger berperan dalam perundingan gencatan senjata antara Israel dan negara-negara Arab, yang membuka jalan bagi normalisasi hubungan Israel-Mesir pada 1978.

Kissinger pernah menyatakan bahwa tujuan diplomasinya di Timur Tengah sangat sederhana, yakni untuk "mengisolasi rakyat Palestina" dari negara tetangga serta sekutu Arab mereka.

Mendukung junta Argentina

Meski secara resmi mengakhiri perannya sebagai Menlu AS pada 1977, Henry Kissinger tidak meninggalkan panggung diplomasi dan politik luar negeri begitu saja.

Kissinger mendukung junta Argentina yang menggulingkan Presiden Isabel Peron pada 1976.

Saat berkunjung ke Argentina pada 1978, Kissinger menyanjung diktator Jorge Rafael Videla atas upayanya dalam memerangi sayap kiri yang ia sebut sebagai teroris.

Pemerintahan Videla yang didukung oleh Kissinger tercatat bertanggung jawab atas hilangnya 30.000 orang dan 10.000 korban jiwa.

Mendukung Apartheid

Pada 1976, Henry Kissinger mengunjungi Afrika Selatan dan memberikan legitimasi politik kepada pemerintahan apartheid, tidak lama setelah Pemberontakan Soweto.

Tindakan itu menyebabkan penembakan anak-anak kulit hitam dan warga lainnya oleh polisi.

Kissinger tetap dekat dengan pemerintah apartheid Afrika Selatan dalam mendukung pemberontak Unita yang memerangi gerakan pembebasan Angola.

Perang tersebut berlangsung selama 27 tahun, menjadi salah satu perang terpanjang dan paling berdarah dalam satu abad terakhir.

Mendukung Tragedi Tiananmen

Henry Kissinger kerap dipuji sebagai sosok yang meruntuhkan ketegangan antara China dan AS, setelah lawatannya ke Beijing pada 1972.

Pada 1989, terjadi demonstrasi yang dipelopori oleh mahasiswa di Lapangan Tiananmen, Beijing.

Protes besar-besaran ini dilakukan untuk menuntut adanya demokrasi, kebebasan berbicara, dan kebebasan pers di China.

Pemerintah China menanggapi protes dengan melancarkan tindakan berdarah yang dikenal sebagai Pembantaian Tiananmen, yang menewaskan ribuan orang dan 10.000 lainnya ditangkap.

Mengetahui peristiwa itu, Kissinger mengatakan bahwa tindakan keras pemerintah China tidak bisa dihindari.

Ia selalu menekankan bahwa China membutuhkan AS, begitu pula sebaliknya.

https://www.kompas.com/stori/read/2023/12/02/220000479/keterlibatan-henry-kissinger-dalam-10-konflik-berdarah-di-dunia

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke