Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Metode Dakwah Sunan Kalijaga

Dalam menyebarkan ajaran Islam di Tanah Jawa, Sunan Kalijaga mempunyai pola yang sama dengan guru sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang.

Dakwah Sunan Kalijaga sangat toleran terhadap budaya lokal, karena tidak ingin menyinggung atau membelokkan langsung keyakinan masyarakat yang telah dianut secara turun temurun.

Untuk menghindari penolakan dari masyarakat, metode dakwah yang dilakukan Sunan Kalijaga adalah dengan memasukkan ajaran Islam ke dalam budaya Jawa.

Metode dakwah Sunan Kalijaga

Sunan Kalijaga menyadari bahwa rakyat di Tanah Jawa masih kuat memegang adat istiadat dan budaya lamanya, baik yang bersumber dari ajaran Hindu-Buddha maupun kepercayaan nenek moyangnya.

Masyarakat akan menjauh dan menolak apabila dipaksa untuk mengubah tradisinya.

Untuk itu, Sunan Kalijaga membiarkan adat istiadat dan budaya tersebut tetap berjalan, tetapi sedikit demi sedikit memasukkan ajaran Islam di dalamnya, baik yang menyangkut ajaran tauhid ataupun syariah dan budi pekerti.

Sunan Kalijaga yakin apabila ajaran Islam sudah dipahami, maka tradisi lama dengan sendirinya akan hilang dari masyarakat.

Melalui pertimbangan itu, Sunan Kalijaga mantab melakukan akulturasi budaya Jawa dan ajaran Islam sebagai metode dakwahnya.

Sarana yang digunakan adalah kesenian, satu hal yang disenangi masyarakat Jawa saat itu.

Sedangkan medianya sangat banyak, mulai dari pertunjukan wayang, gamelan, seni ukir, hingga suluk.

Sunan Kalijaga dikenal sebagai seorang dalang, yang juga pandai menggubah banyak lagu dan tembang Jawa.

Pada pertunjukan wayangnya, Sunan Kalijaga mengadaptasi cerita-cerita wayang dari agama Hindu dan Buddha, tetapi memasukkan sentuhan Islam di dalamnya.

Selain wayang, seni suara juga menjadi media utama dalam metode dakwah Sunan Kalijaga.

Sunan Kalijaga merupakan seniman hebat yang melahirkan banyak tembang dengan petuah islami di dalamnya.

Beberapa mahakarya Sunan Kalijaga yang populer di kalangan masyarakat Jawa, bahkan hingga kini, yakni Lir-Ilir, Gundul-Gundul Pacul, dan Rumeksa ing Wengi.

Upacara-upacara tradisional pun tidak diganti, dihilangkan, atau dilarang oleh Sunan Kalijaga, tetapi perlahan-lahan diubah maknanya dan dimasuki nilai-nilai Islam.

Salah satu contohnya adalah tradisi kenduri (jamuan makan untuk memperingati peristiwa atau selamatan).

Sunan Kalijaga tidak melarang tradisi ini, tetapi mengganti puji-puji atau mantra-mantra yang dibaca dengan doa atau bacaan dari kitab suci Al Quran.

Sunan Kalijaga juga dikenal sebagai sosok yang menggagas adanya perayaan Sekaten, Grebeg Maulud, dan Layang Kalimasada.

Metode dakwah Sunan Kalijaga dengan mengawinkan ajaran Islam dengan tradisi lama masyarakat membuat rakyat Jawa tidak kaget ataupun menolak.

Sunan Kalijaga juga mengembara untuk mengajarkan Islam hingga dikenal sebagai salah satu tokoh paling populer dan dekat dengan masyarakat Jawa.

Referensi:

  • Aizid, Rizem. (2016). Sejarah Islam Nusantara. Yogyakarta: DIVA Press.
  • Farobi, Zulham. (2019). Sejarah Wali Songo. Yogyakarta: Anak Hebat Indonesia.

https://www.kompas.com/stori/read/2023/01/16/183000879/metode-dakwah-sunan-kalijaga

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke