Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sejarah Perkembangan Uang di Indonesia

Saat ini, uang sudah beragam jenisnya, mulai dari koin, kertas, hingga uang elektronik.

Apapun jenisnya, uang merupakan salah satu kebutuhan penting yang perlu dimiliki oleh manusia karena berfungsi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Dulunya, Indonesia tidak langsung menggunakan uang dalam bertransaksi, tetapi memakai emas dan perak.

Lalu, bagaimana sejarah perkembangan uang di Indonesia?

Masa kerajaan

Pada masa kerajaan, sekitar abad ke-9, transaksi jual beli sudah banyak dilakukan dengan menggunakan emas dan perak.

Produksi koin pertama sendiri berasal dari Dinasti Syailendra (Kerajaan Mataram) yang berlangsung sejak abad ke-9 hingga abad ke-12.

Selain itu, masyarakat juga masih menggunakan manik-manik sebagai alat tukar.

Manik-manik ini diproduksi oleh Kerajaan Sriwijaya di Sumatera sebelum akhirnya menyebar hingga ke seluruh penjuru di Indonesia.

Lalu, pada akhir abad ke-13, Kerajaan Majapahit menjadikan koin tembaga sebagai alat tukar.

Lebih lanjut, Kerajaan Jenggala juga sempat mengeluarkan pecahan mata uang yang terbuat dari perak bernilai 1 dan 1/2.

Mata uang ini diperkirakan beredar sekitar tahun 896 hingga 1158 Masehi, yang dikenal sebagai mata uang Krishnala.

Di balik uang Krishnala terdapat sebuah ukiran yang bentuknya seperti bentuk huruf kuno Nagani, bahasa yang digunakan di India saat itu.

Selain Krishnala, di Kerajaan Samudera Pasai juga ditemukan mata uang yang terbuat dari emas.

Lalu, Kerajaan Majapahit dikenal dengan mata uang gobog yang terbuat dari dari tembaga.

Lebih lanjut, Kerajaan Buton di bawah pemerintahan Ratu Bulawambona juga turut mengeluarkan uang yang terbuat dari kain bernama Kampua.

Masa Kolonial Belanda

Sekitar tahun 1600-an, bangsa Eropa datang ke Indonesia guna mencari rempah-rempah.

Kala itu, di Nusantara sudah berdiri berbagai kerajaan yang memiliki mata uang sendiri dan beredar juga mata uang asing bernama picis dari Tiongkok.

Dua tahun kemudian, pada 1602, berdiri maskapai dagang bernama VOC milik Belanda.

Sejak saat itu, kegiatan perdagangan di Nusantara pun mulai mengalami perkembangan yang signifikan, sehingga dibutuhkan lembaga untuk menunjang kegiatan perdagangan.

Untuk itu, didirikanlah Bank van Courant, yang bertujuan untuk memberi pinjaman kepada masyarakat dengan jaminan emas, perak, perhiasan, dan barang-barang berharga lainnya.

Lalu, pada 1752, De Bank van Courant disempurnakan menjadi De Bank van Courant en Bank van Leening dengan mengeluarkan uang kertas pertama mereka.

Namun, setelah VOC bangkrut, Republik Batavia mengeluarkan mata uang sendiri dan membuat koin gulden perak tahun 1802.

Pada 1828, didirikan De Javasche Bank sebagai pengganti dari De Bank van Courant en Bank van Leening yang telah tutup karena krisis keuangan pada 1818.

Pada saat itu, Jepang masuk dengan membawa mata uangnya sendiri dan memutuskan untuk melikuidasi bank-bank bentukan Indonesia, termasuk De Javasche Bank (DJB).

Tugas DJB sebagai bank sirkulasi kemudian digantikan oleh bank buatan Jepang bernama Nanpo Kaihatsu Ginko (NKG).

Akan tetapi, setelah Indonesia merdeka tahun 1945, DJB kembali diaktifkan oleh NICA untuk mencetak dan mengedarkan uang mereka.

Tujuannya agar perekonomian Indonesia mengalami kemerosotan atau kekacauan.

Masa kemerdekaan Indonesia

Setelah Indonesia merdeka tahun 1945, pemerintah Indonesia mencetak mata uang mereka sendiri dengan menerbitkan Oeang Republik Indonesia (ORI).

Namun, karena kondisi di Indonesia saat itu masih karut-marut, peredaran ORI pun jadi tersendat.

Masa Orde Baru

Pada era Orde Baru, uang diterbitkan adalah seri Sudirman yang terdiri atas 11 pecahan, yaitu:

  1. Rp 1.00
  2. Rp 2,5.00
  3. Rp 5.00
  4. Rp 10.00
  5. Rp 25.00
  6. Rp 50.00
  7. Rp 100.00
  8. Rp 500.00
  9. Rp 1.000
  10. Rp 5.000
  11. Rp 10.000

Uang yang diterbitkan pada masa itu, ditandatangani langsung oleh Gubernur Bank Indonesia masa itu, Radius Prawiro dan Direktur Bank Indonesia, Suksmo B Martokoesoemo.

Akan tetapi, pada 23 Agustus 1971, terjadi devaluasi mata uang Rupiah sebesar 10 persen, yang mengakibatkan nilai tukar Rupiah terhadap dollar AS naik dari Rp 378.00 menjadi Rp 415.00.

Empat tahun setelahnya, pada 1975, ada seri baru yang muncul, yaitu nominal Rp 1.000 dengan gambar Pangeran Diponegoro.

Masa Reformasi

Pada era Reformasi, pecahan Rp 100.000 yang bergambar wajah Soekarno-Hatta dicetak di Australia dan Thailand menggunakan material plastik polymer.

Selain itu, ada juga terbitan seri baru uang pecahan Rp 1.000 dengan gambar Kapten Pattimura dan pecahan Rp 5.000 dengan gambar wanita yang sedang menenun.

Lalu, pada 2016, Presiden Jokowi mengeluarkan uang baru sebanyak 7 pecahan uang kertas rupiah dan 4 empat pecahan uang logam.

Kemudian, pada 2020, Bank Indonesia meluncurkan uang baru berupa pecahan uang Rp 75.000.

Referensi:

  • Ahmad, Alex Anis. (2022). Dari Mata Uang Kolonial ke Mata Oeang Republik Indonesia. Jurnal Pendidikan Sejarah dan Ilmu Sejarah. Vol. 5, No.1 tahun 2022.

https://www.kompas.com/stori/read/2023/01/09/190000279/sejarah-perkembangan-uang-di-indonesia

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke