Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

7 Pahlawan Revolusi Korban G30S

Menurut sejarah, ketujuh jenderal tersebut dibunuh pada 1 Oktober 1965. Mereka kemudian diangkat sebagai pahlawan revolusi.

Enam jenderal dan satu perwira korban G30S adalah:

  1. Jenderal Ahmad Yani
  2. Mayjen R. Soeprapto
  3. Mayjen M.T. Haryono
  4. Mayjen S. Parman
  5. Brigjen DI Panjaitan
  6. Brigjen Sutoyo
  7. Lettu Pierre A Tendean

Berikut ini kisah 6 jenderal korban G30S.

Kronologi Penculikan

Peristiwa penculikan ketujuh jenderal didorong dugaan adanya upaya kudeta terhadap Presiden Soekarno oleh beberapa jenderal TNI Angkatan Darat pada 5 Oktober 1965.

Mereka yang dituding hendak melakukan kudeta disebut oleh dewan pimpinan PKI, sebagai Dewan Jenderal.

Menanggapi isu keberadaan Dewan Jenderal, Letkol Untung, kemudian membentuk Dewan Revolusi yang terdiri atas orang-orang sipil dan militer yang mendukung Gerakan 30 September.

Menurut sejarah, ketujuh jenderal ini dijemput paksa oleh pasukan Cakrabirawa, cikal bakal Pasukan Pengamanan Presiden sekarang, dari kediaman mereka masing-masing pada 1 Oktober 1965, dini hari.

Ada yang dibawa dalam keadaan masih hidup, tetapi ada juga yang sudah dalam keadaan tak bernyawa karena dirundung tembakan oleh pasukan Cakrabirawa.

Tiga dari tujuh jenderal yang dibunuh di kediamannya adalah Letjen Ahmad Yani, Mayjen M.T. Haryono, dan Brigjen DI Panjaitan.

Sementara itu, keempat orang lainnya ditangkap dalam keadaan hidup.

Ketujuh jenderal tersebut kemudian dibawa ke Lubang Buaya, Jakarta Timur, dan jasadnya dibuang ke sebuah sumur kecil di sana yang dinamai sumur Lubang Buaya.

Dari tujuh jenderal tersebut, salah satu tokoh yang berhasil lolos dari penculikan G30S adalah AH Nasution.

AH Nasution selamat berkat peran dari sang istri, Johanna Suniarti, dan ajudannya Pierre Tendean.

Diceritakan bahwa Johanna berusaha menahan pintu dari dobrakan pasukan Cakrabirawa agar AH Nasution bisa menyelamatkan diri.

Kemudian, Pierre Tendean menyamar sebagai AH Nasution demi menyelamatkan atasannya tersebut.

Akibatnya, Pierre pun menjadi korban dan dibawa ke Lubang Buaya bersama dengan para jenderal yang lain.

Pencarian 7 jasad jenderal korban G30S

Mengutip dari arsip Harian Kompas pada 6 Oktober 1965, pengejaran insentif mulai dilakukan sejak 1 Oktober 1965, subuh.

Berdasarkan informasi yang ada, tim Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) mendapat petunjuk bahwa ketujuh jenderal tersebut dibawa ke Lubang Buaya, Jakarta Timur.

Sesampainya di sana, dari kejauhan RPKAD melihat sejumlah orang bersenjata lengkap yang sudah berada dalam kondisi siap tempur.

Jumlahnya sekitar kekuatan 1 batalyon.

Melihat hal tersebut, RPKAD pun yakin bahwa rombongan bersenjata tersebut adalah pasukan dari G30S.

Keyakinan mereka juga didorong dengan adanya laporan bahwa beberapa jam sebelumnya ada rombongan bersenjata yang membawa tujuh jenderal TNI AD ke Lubang Buaya.

Akan tetapi, setelah mengetahui jumlah pasukan musuh yang jauh lebih banyak, RPKAD memutuskan kembali merayap menuju pos komandonya.

Tim RPKAD yang berhasil sampai di posko segera mengumpulkan anggota-anggota yang lain dan memutuskan maju mendekat ke lokasi yang mereka curigai tersebut.

Beruntungnya, jumlah pasukan RPKAD sama besar dengan jumlah pasukan bersenjata di Lubang Buaya.

Musuh pun tidak berani menandingi kekuatan RPKAD hingga akhirnya memilih pergi.

Begitu mereka pergi, tim RPKAD segera mengusut lokasi untuk menemukan jenazah ketujuh orang yang diculik.

Penemuan tujuh korban G30S

Jasad tujuh jenderal korban G30S berhasil ditemukan di sebuah sumur tua dengan kedalaman 12 meter dengan diameter kurang dari 75 centimeter.

Saat ditemukan, kondisi sumur ditutupi dengan dedaunan, kain warna-warni, batang pisang, dan sampah.

Berdasarkan informasi yang beredar, tumpukan paling atas adalah jasad Pierre Tendean, tumpukan keempat adalah Jenderal Ahmad Yani, dan paling bawah adalah DI Panjaitan.

Awalnya, tim evakuasi Angkatan Laut kesulitan mengangkat jenazah-jenazah tersebut keluar dari lubang sumur karena keterbatasan alat.

Namun, pada akhirnya mereka berhasil dikeluarkan pada Senin, 4 Oktober 1965.

Satu hari setelahnya, tanggal 5 Oktober 1965, ketujuh jasad yang terdiri dari enam jenderal dan satu perwira TNI AD itu dimakamkan secara layak di Taman Makam Pahlawan Kalibata.

Referensi:

  • Sjahdeini, Sutan Remy. (2021). Sejarah Hukum Indonesia, Seri Sejarah Hukum. Jakarta: Kencana.

https://www.kompas.com/stori/read/2022/09/28/200000879/7-pahlawan-revolusi-korban-g30s

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke