Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Penyimpangan yang Terjadi pada Masa Akhir Orde Lama

Selama Orde Lama berjalan, sistem pemerintahan yang diterapkan adalah sistem presidensial.

Namun, sejumlah penyimpangan terjadi pada masa akhir Orde Lama.

Apa saja penyimpangan yang terjadi pada masa akhir Orde Lama?

Mengeluarkan penpres yang tidak ada dalam UUD 1945

Sejak Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, ia melakukan beberapa perubahan, salah satunya adalah penetapan presiden (penpres).

Penpres ini merupakan keputusan presiden yang dikeluarkan oleh presiden sendiri. Adapun Penpres mempunyai kedudukan yang sama dengan undang-undang.

Presiden Soekarno membuat Penpres tanpa persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Adapun beberapa Penpres yang dicetuskan Presiden Soekarno adalah:

  • Penpres No. 2 tahun 1959, membentuk MPRS.
  • Penpres No. 7 tahun 1959, membubarkan partai politik.
  • Penpres No. 1 tahun 1960, menetapkan Manifesto Politik Republik Indonesia sebagai Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).
  • Penpres No. 3 tahun 1960, membubarkan DPR hasil Pemilu 1955.
  • Penpres No. 4 tahun 1960, membentuk DPR-GR (Gotong Royong) sebagai pengganti DPR yang dibubarkan.

Penpres yang dikeluarkan Presiden Soekarno ini dianggap sudah menyimpang terlalu jauh dari UUD 1945.

Wewenang lembaga negara masih dipegang presiden

Penyimpangan selanjutnya adalah kekuasaan Presiden yang dijalankan secara sewenang-wenang.

Contohnya, kekuasaan MPR, DPR, dan DPA, dipegang oleh Presiden Soekarno karena lembaga-lembaga itu belum terbentuk.

Di dalam UUD 1945 disebutkan mengenai lembaga-lembaga negara yang seharusnya mulai dibentuk, seperti DPR dan MPR.

Akan tetapi, karena situasi dan kondisi saat itu yang masih belum memungkinkan, lembaga-lembaga tersebut masih belum bisa terlaksana.

Menurut Pasal IV Aturan Peralihan, Indonesia dipegang oleh empat pejabat tinggi, yakni presiden, wakil presiden, para menteri, dan komite nasional, yang berada di bawah kekuasaan presiden.

Oleh karena itu, selama kekuasaan DPR dan MPR belum terbentuk, maka presidenlah yang menjalankan kekuasaan lembaga negara tersebut dengan dibantu Komite Nasional Pusat.

Bahkan, Komite Nasional Pusat diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan GBHN.

Padahal, seharusnya, GBHN ditetapkan oleh MPR.

Kebijakan ini ditetapkan dalam Maklumat Wakil Presiden Nomor X.

MPRS menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup

Berdasarkan Ketetapan MPRS No. III/MPRS Tahun 1963, Presiden Soekarno sempat dinyatakan sebagai presiden seumur hidup.

Usulan pengangkatan Soekarno sebagai presiden seumur hidup dicetuskan oleh tokoh Angkatan 45 atau Angkatan Kemerdekaan, terutama AM Hanafi dan Ketua MPRS Chaerul Saleh.

Alasan Soekarno diangkat sebagai presiden seumur hidup adalah karena AM Hanafie khawatir apabila PKI kembali memenangi pemilu, akan terjadi perang saudara besar.

Pada saat itu, hanya Soekarno yang dianggap sanggup mengungguli popularitas PKI.

Namun, keputusan menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup dinilai menyimpang dari UUD 1945.

Di dalam UUD 1945 jelas tercantum bahwa Indonesia adalah negara demokrasi dan tidak mengenal adanya pengangkatan presiden seumur hidup.

Seokarno awalnya juga sempat merasa khawatir dengan keputusan itu karena ia takut dipandang tidak menjadi pemimpin yang demokratis.

Pada akhirnya, keputusan pengangkatan Soekarno sebagai presiden seumur hidup tidak lagi berlaku.

Referensi:

  • Hajati, Sri. Ellyne Dwi Poespasari. dkk. (2019). Buku Ajar Pengantar Hukum Indonesia. Surabaya: Airlangga University Press.

https://www.kompas.com/stori/read/2022/08/25/080000979/penyimpangan-yang-terjadi-pada-masa-akhir-orde-lama-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke