Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Black Death, Pandemi Paling Mematikan dalam Sejarah

Nama Black Death diambil dari gejala penderita, yang biasanya mengalami kulit menghitam pada bagian jari tangan dan kaki atau ujung hidung, akibat adanya jaringan yang mati.

Penyebab wabah Black Death adalah infeksi bakteri Yersinia pestis yang disebarkan oleh kutu.

Wabah Black Death yang berlangsung selama sekitar tujuh tahun diperkirakan merenggut nyawa 75-200 juta jiwa.

Karena besarnya jumlah korban, Black Death disebut-sebut sebagai pandemi paling mematikan dalam sejarah, bahkan nyaris memusnahkan populasi Eropa.

Gejala Black Death

Wabah pes Black Death memasuki Eropa pada Oktober 1347, ketika 12 kapal dagang dari arah Laut Hitam berlabuh di Messina, Sisilia, Italia.

Setibanya di dermaga, sebagian besar awak kapal telah tewas dan yang masih hidup menderita bisul hitam bernanah.

Sebelum kedatangan kapal tersebut, masyarakat Eropa telah mendengar desas-desus mengenai wabah pes yang menyebar dari China dan Asia Tengah melalui jalur pedagangan.

Ternyata, wabah ini memang menyerang China, India, Persia, Suriah, dan Mesir, sejak awal 1340-an.

Pada 1348, wabah telah menyebar di Spanyol dan Perancis, yang disusul Austria, Hongaria, Swiss, Jerman, dan Inggris.

Penyebaran wabah Black Death memuncak di negara-negara Eropa antara 1347-1351.

Gejala Black Death umumnya adalah adanya pembengkakan seperti bisul yang mengeluarkan nanah. Para penderita juga mengalami demam, menggigil, muntah, diare, dan nyeri, sebelum akhirnya meninggal.

Wabah Black Death menyerang sistem limfatik yang menyebabkan pembengkakan di kelenjar getah bening, dan apabila tidak diobati, infeksi dapat menyebar ke darah atau paru-paru.

Wabah ini sangat menular, bahkan orang yang sehat bisa meninggal dalam hitungan jam setelah melakukan kontak dengan penderita.

Penyebab wabah Black Death

Ketika wabah menyebar pada pertengahan abad ke-14, Black Death adalah fenomena baru, di mana orang-orang tidak mengerti cara penularannya ataupun cara mengobatinya.

Pada puncak pandemi, bahkan tidak sedikit dokter yang menolak untuk menemui pasien dan kegiatan keagamaan dihentikan.

Setelah diperdebatkan oleh para ahli selama beberapa abad, penelitian terkait penyebab Black Death mulai mendapat titik terang pada akhir abad ke-19.

Saat itu, ahli biologi asal Perancis bernama Alexandre Yersin mengungkap bahwa penyebab wabah Black Death adalah infeksi bakteri Yersinia pestis yang disebarkan oleh kutu.

Setelah diteliti lebih lanjut, wabah ini dapat menular melalu udara atau gigitan kutu dan tikus yang terinfeksi.

Pada Abad Pertengahan, kutu dan tikus paling banyak ditemukan di kapal-kapal dagang, yang kemudian menempel di baju lalu menular dari satu orang ke orang lain.

Itulah mengapa, Black Death menyebar melalui jalur perdagangan laut dan dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya.

Penelitian terbaru pada 2017 di situs pemakaman di Kirgistan, Asia Tengah, oleh sejarawan Phil Slavin di Universitas Stirling di Skotlandia mengungkap fakta baru.

Slavin meneliti DNA 30 kerangka individu dari 118 makam di pemakaman tersebut, yang berasal dari 1338 dan 1339, atau sekitar delapan tahun sebelum wabah Black Death merebak.

Hasil penelitian menujukkan terdapat DNA bakteri wabah, yaitu Yersinia pestis yang menyebabkan Black Death.

Dari hasil itu, peneliti percaya bahwa daerah di sekitar pemakaman Kirgistan menjadi sumber dari strain virus alias galur wabah yang menyebabkan pandemi Black Death.

Dianggap sebagai kutukan

Tingkat kematian Black Death dari satu wilayah dengan wilayah lainnya bervariasi. Umumnya, tingkat kematian di kota-kota lebih tinggi, karena memiliki risiko penularan lebih tinggi pula daripada pedesaan.

Saat itu, banyak pula yang memercayai Black Death adalah semacam kutukan, akibat keserakahan dan kejahatan yang dilakukan manusia.

Mereka yang percaya kutukan itu, akhirnya melakukan ritual-ritual yang dianggap sebagai upaya penebusan dosa.

Dalam kepanikan, orang-orang banyak yang melarikan diri menuju pedesaan. Namun, upaya mereka sia-sia karena wabah melanda seluruh penjuru negeri dan menyerang hewan ternak serta manusia.

Bagaimana Black Death berakhir?

Black Death tidak pernah benar-benar berakhir. Wabah ini mereda setelah para pejabat pelabuhan melakukan upaya karantina atau isolagi guna memperlambat penyebaran.

Para pelaut yang mendarat di dermaga akan segera diisolasi sampai dinyatakan tidak terjangkit wabah. Umumnya, masa karantina berjalan antara 30-40 hari.

Setelah merebak pertama kali pada pertengahan abad ke-14, Black Death sebenarnya muncul kembali setiap beberapa generasi selama berabad-abad berikutnya.

Namun, dampaknya tidak sefatal kali pertama wabah ini muncul karena perhatian terhadap kesehatan yang meningkat dan perkembangan di bidang kedokteran.

Dampak Black Death

Wabah Black Death yang berlangsung selama sekitar tujuh tahun pada pertengahan abad ke-14 diperkirakan merenggut nyawa 75-200 juta jiwa.

Di Eropa sendiri, perkiraan kasar korban tewas mencapai 25-50 juta orang atau setara hampir 60 persen populasi di Eropa saat itu.

Populasi di Eropa baru pulih seperti sebelum Black Death pada awal abad ke-16. Sedangkan di Timur Tengah, satu per tiga populasinya juga musnah akibat Black Death.

Selain korban jiwa, Black Death menyebabkan pergolakan agama, sosial, dan ekonomi, dengan efek terparah pada perjalanan sejarah Eropa.

https://www.kompas.com/stori/read/2022/07/30/181046979/black-death-pandemi-paling-mematikan-dalam-sejarah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke