Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pemberontakan Ibnu Hadjar (1950)

Peristiwa ini merupakan bagian dari pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII).

Bersama pasukan yang ia bentuk sendiri, yaitu Kesatuan Rakyat yang Tertindas, Ibnu Hadjar menyerang pos-pos kesatuan tentara di Kalimantan Selatan.

Latar belakang pemberontakan Ibnu Hadjar

Pemberontakan Ibnu Hadjar di Kalimantan Selatan masih menjadi bagian dari pemberontakan DI/TII yang dipelopori oleh tokoh Islam Indonesia, Kartosuwiryo.

DI/TII menuntut berdirinya suatu negara yang berlandaskan syariat Islam, yang disebut Negara Islam Indonesia (NII).

Latar belakang munculnya pemberontakan Ibnu Hadjar berawal dari tahun 1948.

Pada waktu itu, Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) Divisi IV sebagai pasukan utama Indonesia telah tumbuh menjadi satuan yang kuat untuk menghadapi Belanda.

Namun, sejak ada kebijakan baru tentang penataan ketentaraan di Kalimantan Selatan, hanya sedikit anggota ALRI Divisi IV yang diterima dalam TNI/Angkatan Perang RIS (APRIS).

Peraturan ini lantas membuat para anggota ALRI merasa kecewa, terlebih lagi banyak dari mereka juga yang tidak mendapat posisi sesuai yang diinginkan.

Peristiwa ini pun membuat beberapa anggota ALRIS Divisi IV melakukan pembelotan, termasuk Ibnu Hadjar.

Kronologi pemberontakan Ibnu Hadjar

Ibnu Hadjar kemudian mengumpulkan massa untuk bersama-sama melakukan pemberontakan.

Awalnya, pasukan Ibnu Hadjar hanya berjumlah 60 orang, yang disebut sebagai Kesatuan Rakyat yang Tertindas.

Pada bulan Maret 1950, Ibnu Hadjar melancarkan aksi pertamanya dengan menyerang pos-pos kesatuan tentara di Kalimantan Selatan dan membuat kekacauan di sana.

Setelah itu, bulan Oktober 1950, Ibnu Hadjar kembali melakukan serangkaian tindakan pengacauan lainnya di Kalimantan Selatan.

Bersamaan dengan ini, jumlah pasukan Ibnu Hadjar terus bertambah banyak hingga mencapai 250 orang.

Upaya penyelesaian

Pemerintah turun tangan untuk mengatasi kekacauan yang sudah dibuat oleh Ibnu Hadjar dan pasukannya di Kalimantan Selatan.

Awalnya, pemerintah masih memberikan kesempatan kepada Ibnu Hadjar untuk menghentikan aksinya secara baik-baik.

Ibnu Hadjar kemudian bersedia menyerahkan diri dan kembali diterima ke dalam APRIS.

Akan tetapi, tindakan ini ternyata hanyalah sebuah taktik. Setelah Ibnu Hadjar menerima persenjataan lengkap, ia melarikan diri dan kembali melanjutkan pemberontakannya.

Kali ini, pemerintah memutuskan untuk mengambil tindakan tegas dengan menggempur Ibnu Hadjar beserta pasukannya.

TNI membentuk beberapa operasi militer, seperti Operasi Delima, Operasi Segi Tiga, dan Operasi Riko untuk menumpas pasukan Ibnu Hadjar dan mencoba menangkapnya yang terus melarikan diri.

Berkat Operasi Riko, pasukan Ibnu Hadjar berhasil dipukul mundur kembali ke arah selatan.

Kemudian, pada 1963, Ibnu Hadjar pada akhirnya bersedia menyerahkan diri setelah dijanjikan pengampunan.

Ia pun ditahan selama dua tahun sebelum dikirim ke Jakarta pada 11 Maret 1965, untuk menjalani proses pengadilan dengan Mahkamah Militer.

Pengadilan militer memvonis hukuman mati. Ibnu Hadjar meninggal dunia pada 22 Maret 1965.

Referensi:

  • Sudharmono. (1977). 30 Tahun Indonesia Merdeka 1950-1964. Jakarta: Citra Lamtoro Gung Persada.
  • Abdurakhman, Dr. Arif Pradono. (2019). Explore Sejarah Indonesia Jilid 3. Bandung: Penerbit Duta.
 

https://www.kompas.com/stori/read/2022/07/28/110000079/pemberontakan-ibnu-hadjar-1950-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke