Setelah proklamasi kemerdekaan dikumandangkan pada 17 Agustus 1945, ternyata Indonesia masih belum sepenuhnya terlepas dari jeratan penjajah, salah satunya Jepang.
Hal inilah yang menjadi penyebab pengambilalihan kekuasaan Jepang di Yogyakarta.
Peristiwa perebutan kekuasaan pada pemerintahan Jepang di Yogyakarta pada akhirnya dimenangkan oleh rakyat Indonesia.
Latar belakang
Pada 6 Maret 1942, Jepang sudah masuk ke Kota Yogyakarta, yang ditanggapi secara tegas oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX.
Di hadapan pejabat besar Jepang, Sultan Hamengkubuwono IX menyatakan bahwa segala hal yang berhubungan dengan masalah Kesultanan Yogyakarta harus lebih dulu dibicarakan dengannya.
Hal ini dilakukan agar Sultan tetap bisa memimpin rakyatnya secara langsung. Kendati demikian, Jepang turut menanamkan kekuasaannya di Yogyakarta meskipun sudah ada Sultan yang memimpin.
Pada 17 Agustus 1945, Indonesia merdeka setelah proklamasi kemerdekaan dikumandangkan oleh Soekarno di Jakarta.
Namun, pihak pemerintah militer Jepang di Yogyakarta tidak mau mengakui kemerdekaan Indonesia.
Bahkan, Jepang mengaku bahwa mereka dikuasakan oleh Sekutu untuk menjamin ketenteraman dan ketertiban umum sampai tentara pendudukan (Inggris dan Australia) datang.
Setelah itu, pihak pemerintah militer Jepang di Yogyakarta membubarkan Peta dan Heiho serta melucuti persenjatannya, guna menghindari adanya pemberontakan.
Pihak Jepang pun tetap menguasai perusahaan-perusahaan dan memberikan perintah, seolah-olah masih berkuasa.
Rakyat Yogyakarta tentu tidak terima dengan sikap Jepang, dan memilih melakukan pemberontakan.
Hal inilah yang menjadi latar belakang pengambilalihan kekuasaan Jepang di Yogyakarta.
Kronologi
Perebutan kekuasaan dimulai pada 21 September 1945, ditandai dengan peristiwa penurunan bendera Jepang dan penaikan bendera Merah putih di gedung Tjokan Kantai (sekarang Gedung Agung).
Peristiwa ini menyebabkan pemerintah Jepang mulai gusar, terlebih lagi adanya dukungan dari PI (Polisi Istimewa).
Tindakan itu ditindaklanjuti dengan aki pegawai di Yogyakarta pada tanggal 26 September 1945 melakukan aksi mogok, terutama mereka yang bekerja di instansi pemerintah serta perusahaan-perusahaan yang dikuasai Jepang.
Pihak Jepang dipaksa untuk menyerahkan semua kantor yang mereka pegang kepada orang Indonesia.
Sehari setelahnya, KNI Daerah Yogyakarta mengumumkan bahwa kekuasaan daerah sudah dipegang oleh pemerintah Indonesia.
Kemudian, pada 5 Oktober 1945, Gedung Cokan Kantai yang dipegang oleh Jepang berhasil direbut dan dijadikan kantor Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID).
Setelah merebut gedung Cokan Kantai, masyarakat Yogyakarta ingin merebut senjata dan markas Osha Butai di Kotabaru.
Rakyat dan para pemuda mengepung markas Osha Butai di Kotabaru dan melakukan serangan pada 7 Oktober 1945 sekitar pukul 03.00.
Terjadilah pertempuran antara rakyat, pemuda, dan tentara Jepang di Yogyakarta yang dikenal sebagai Peristiwa Penyerbuan Kotabaru.
Masih di hari yang sama, tepatnya pada pukul 10.00, markas Jepang di Kotabaru resmi diserahkan ke tangan rakyat Yogyakarta.
Dalam pertempuran ini, pihak Indonesia harus kehilangan sebanyak 21 orang dan 32 luka-luka, sementara di pihak Jepang ada sembilan orang tewas dan 15 luka-luka.
Meski memakan banyak korban jiwa, Yogyakarta pada akhirnya dapat diambil alih di bawah kekuasaan RI.
https://www.kompas.com/stori/read/2022/05/20/140000579/pengambilalihan-kekuasaan-jepang-di-yogyakarta