Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

5 Kejahatan Genosida yang Pernah Terjadi di Indonesia

Kata "Genosida" berasal dari campuran bahasa Yunani dan bahasa Latin. Kata "Geni" berasal dari bahasa Yunani yang berarti ras, sedangkan kata "Cidium" berasal dari bahasa Latin yang berarti membunuh.

Adapun dalam Pasal 8 UU No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia disebutkan bahwa kejahatan genosida adalah segala bentuk perbuatan yang dilakukan dengan maksud menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, dan kelompok agama.

Dalam pasal itu dijelaskan lima bentuk dari kejahatan genosida, yaitu:

  • Pembunuhan anggota kelompok.
  • Hal-hal yang mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap suatu kelompok.
  • Hal-hal yang menciptakan kondisi kehidupan suatu kelompok yang mengakibatkan kemusnahan secara fisik, baik menyeluruh ataupun sebagian.
  • Tindakan yang sifatnya paksaan dengan tujuan mencegah kelahiran dalam suatu kelompok.
  • Pemindahan secara paksa anak dari suatu kelompok tertentu ke kelompok lainnya.

Kejahatan genosida di Indonesia

Kasus genosida pernah menimpa beberapa negara di dunia, salah satunya Indonesia.

Berikut ini beberapa contoh kejahatan genosida yang pernah terjadi di Indonesia.

Geger Pecinan 1740

Peristiwa Geger Pecinan yang terjadi pada 1740 dipicu oleh kebijakan keras Gubernur Jenderal VOC saat itu, Adrian Vakckenier, untuk mengurangi populasi etnis Tionghoa di Batavia.

Selain itu, persaingan dagang antara Inggris dan Belanda juga menjadi penyebab para imigran Tionghoa di Batavia diperas dan diperlakukan tidak adil.

Hal itu membuat etnis Tionghoa di Batavia melakukan pemberontakan. Konflik semakin membesar ketika muncul isu bahwa masyarakat Tionghoa berencana melakukan kebrutalan kepada penduduk pribumi.

Isu tersebut dimanfaatkan oleh Valckenier untuk mengadakan sayembara, di mana orang yang berhasil memenggal kepala orang Tionghoa akan diberi hadiah yang besar.

Pembantaian yang terjadi pada tahun 1740 itu menewaskan 10.000 lebih etnis Tionghoa dan lebih dari 700 rumah mereka dijarah dan dibakar oleh VOC.

Tragedi ini dikenal dengan Geger Pacinan Batavia atau Tragedi Angke.

Genosida pembangunan Jalan Raya Pos (1808-1811)

Pembangunan Jalan Raya Pos atau yang dikenal dengan Jalur Pantura dibangun atas perintah Gubernur Jenderal Hindia Belanda Herman Willem Daendels.

Jumlah korban meninggal pada saat pembangunan jalan Anyer-Panarukan sepanjang 1.000 kilometer lebih itu diperkirakan mencapai 12.000 jiwa.

Adapun pembangunan jalan tersebut untuk kemudahan mobilisasi hasil bumi hingga mempertahankan Pulau Jawa dari Inggris.

Perintah tangan besi Daendels memaksa banyak pribumi bekerja tanpa henti. Penyebab banyaknya korban yang meninggal adalah kurangnya pasokan makanan hingga penyakit malaria.

Selain itu, dikuburnya para korban meninggal secara tidak layak juga membuat penularan berbagai penyakit yang mengakibatkan semakin banyak korban jiwa berjatuhan.

Peristiwa Mandor (1943-1945)

Peritiwa Mandor atau insiden Pontianak merupakan pembantaian tanpa batas atas etnis dan ras oleh tentara Jepang di Mandor, Kalimantan Barat.

Penyebabnya adalah Tokkeitai atau polisi rahasia Jepang yang mendengar kabar bahwa akan adanya rencana pemberontakan terhadap Jepang.

Rencana pemberontakan lahir dari kebencian rakyat terhadap pendudukan Jepang yang memaksa mereka bekerja tanpa henti dan menghadapi siksaan.

Kabar tersebut langsung direspons oleh pemerintah militer Jepang di Pontianak dengan melakukan penangkapan terhadap penguasa lokal, tokoh masyarakat, kaum terdidik, serta pelajar dan rakyat dari berbagai kelompok.

Penangkapan itu dimulai dari September 1943 hingga awal tahun 1944. Akibatnya, diperkirakan 21.000 orang tewas dalam peristiwa tersebut.

Mayat-mayat mereka kemudian dimakamkan dalam satu kuburan masal.

Pembantaian Westerling

Pembantaian Westerling dilakukan oleh pasukan elite Belanda di bawah pimpinan Raymond Pierre Paul Westerling di Sulawesi Selatan.

Pembantaian ini berlangsung pada akhir tahun 1946 hingga awal tahun 1947, yang diperkirakan mengakibatkan 40.000 orang meninggal.

Peristiwa ini terjadi akibat teror yang dilakukan oleh para pejuang di Sulawesi Selatan kepada tentara Belanda.

Menjawab teror tersebut, Belanda, yang belum mengakui kemerdekaan Indonesia, memerintahkan Westerling untuk melawan para pejuang di Sulawesi Selatan.

Begitu sampai di Sulawesi Selatan, Westerling langsung memerintahkan pasukannya untuk membunuh penduduk yang dicurigai sebagai pejuang kemerdekaan Indonesia.

Pembantaian G30S

Peristiwa yang terjadi pada 30 September 1965 atau 1 Oktober 1965 ini merupakan salah satu kasus genosida terbesar yang pernah terjadi di Indonesia.

Pasalnya, pada peristiwa yang dikenal dengan sebutan G30S atau Gestok ini, sebanyak 6 jenderal TNI AD serta satu ajudan dari AH Nasution, tewas terbunuh.

Pembantaian G30S juga dilakukan terhadap orang-orang yang diduga komunis di Indonesia. Diperkirakan korban meninggal mencapai 500 ribu jiwa.

Adapun Panglima RPKAD (Resimen Para Komando Aangkatan Darat) atau sekarang disebut Kopassus Sarwo Edhie Wibowo, yang mendapat perintah dari Soeharto untuk menumpas G30S, menyebut operasinya di Jawa dan Bali memakan korban hingga 3 juta jiwa.

Referensi:

  • Rum Aly. (2006). Titik Silang Jalan Kekuasaan Tahun 1966. Jakarta: Kata Hasta Pustaka.

https://www.kompas.com/stori/read/2021/12/15/080000279/5-kejahatan-genosida-yang-pernah-terjadi-di-indonesia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke