Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pong Tiku alias Ne Baso: Masa Muda, Perjuangan, dan Akhir Hidup

Tiku sendiri adalah putra penguasa Pangala. Setelah Tiku menduduki Kerajaan Baruppu, ia pun diangkat menjadi raja dan menguasai Pangala. 

Pada 1889-1890, Toraja diserang oleh penguasa lain. Tiku dan pasukannya kemudian melancarkan serangan dari benteng. 

Kehidupan

Pong Tiku lahir di dekat Rantepao, Toraja Utara, Sulawesi Selatan tahun 1846. 

Saat itu, kota kelahiran Tiku ini menjadi pusat perdagangan kopi yang dikuasai oleh beberapa panglima perang. 

Tiku merupakan anak terakhir dari keluarga panglima tersebut, yaitu Siambe' Karaeng, penguasa Pangala, dan Leb'ok. 

Pada 1880, pecahlah perang antara Pangala dan Baruppu. Dalam konflik ini, Tiku ditugaskan oleh sang ayah untuk memimpin Laskar Pangala. 

Negara Baruppu pun berhasil ia kuasai dan dimasukkan ke dalam wilayah kekuasaannya. 

Sejak saat itu, Pong Tiku diakui oleh para pemangku adat yang lain di Tana Toraja.

Perjuangan

Sulawesi Selatan, sebagai penghasil kopi berkualitas tinggi, Tana Toraja menjadi ajang kota pesaing antara para pedagang yang datang dari daerah lain untuk menguasai perdagangan kopi.

Pada 1889, Perang Kopi terjadi. 

Perang kopi ini diawali dengan adanya serangan pedangan Luwu dan Bone terhadap pemukiman pedagang Sidareng dan Sawitto. 

Perang di antara keduanya semakin menegang karena masuknya suku Bugis. 

Dalam perang ini, Tiku berpihak pada pedangan Sidareng dan Sawitto dalam menghadapi Luwu dan Bone. 

Perang pun berakhir pada 1890, setelah utusan Belanda mewakili pemerintah kolonial di Jawa tiba di Bone.

Kendati demikiran, negara-negara ini masih saling berebut kekuasaan atas perdagangan senjata dan budak. 

Setiap negara saling bertukar senjata, di mana Tiku juga turut terlibat. 

Tiku akhirnya bersekutu dengan pemimpin Bugis guna mengurangi adanya ketegangan konflik terkait perdagangan. 

Pada Januari 1906, Tiku mengirim pengintai ke Sidareng dan Sawitto, sementara Belanda menyelidiki cara bertempur mereka.

Saat para pengintai melapor, mereka mengatakan bahwa pasukan Belanda memiliki kekuatan besar saat melawan pasukan Bugis. 

Oleh sebab itu, Tiku memerintahkan pasukan di benteng-bentengnya untuk bersiap dan mulai mengumpulkan cadangan makanan berupa beras.

Sebulan kemudian, Luwu jatuh ke tangan pasukan Belanda, sehingga membuat Tiku dan pasukannya harus pindah ke pelosok. 

Pada Maret 1906, kerajaan-kerajaan lain semuanya runtuh, meninggalkan Tiku sebagai penguasa Toraja terakhir. 

Perlawanan

Tiku bersembunyi di bentengnya di Buntu Batu. Ia mengirim pasukan untuk memata-matai Belanda di Rantepao.

Pada 22 Juni, pasukannya melaporkan bahwa pada malam sebelumnya, sebuah batalion Belanda, sekitar 250rb pria dan 500 pengangkut berangkat ke desa tersebut.

Tiku kemudian memerintahkan agar jalanan segera disabotase. 

Pada 26 Juni malam, pasukan Tiku menyerang pasukan Belanda di luar Lali' Londong, serangan di mana Belanda belum mempersiapkan apapun.

Belanda pun mengalami kekalahan.

Kekalahan ini lantas mendorong Tiku untuk memperkuat pasukannya. Mereka dipersenjatai senapan, tombak, pedang, dan ekstrak lada cabai.

Penangkapan

Namun, kekalahan Belanda ini tidak menghentikan penyerbuan dari Belanda. 

Pada 17 Oktober 1906, dua benteng lainnya pun kembali diruntuhkan, yaitu Bamba Puang dan Kotu. 

Setelah mengalami beberapa kali kegagalan, Gubernur Jenderal J.B. van Hetusz memerintahkan Gubernur Sulawesi Swart untuk memimpin serangan secara pribadi. 

Pada 26 Oktober, setelah dikepung cukup lama, mantan letnan Tiku, Tandi Bunna dan rekannya Andi Guru, yang bekerja dengan Belanda menghadap Tiku. 

Mereka menawarkan gencatan senjata kepada Tiku dan disetujui. 

Pada 30 Oktober, pasukan Belanda mengambil alih benteng tersebut dan menangkap Tiku. 

Ia bersama pasukannya pun dipaksa pergi ke Tondon.

Malam hari, Januari 1907, Tiku bersama 300 pengikutnya melarikan diri dari Tondon menuju arah selatan.

Setelah Tiku dikabari bahwa dirinya diikuti Belanda, Tiku memerintahkan sebagian besar pengikutnya untuk kembali ke Tondon. 

Pada 30 Juni 1907, Tiku dan dua pasukannya berhasil ditangkap kembali oleh Belanda. 

Akhir Hidup

Setelah beberapa hari ditahan, pada 10 Juli 1907, Tiku ditembak dan dibunuh oleh pasukan Belanda di dekat Sungai Sa'dan. 

Ia pun disemayamkan di peristirahatan keluarganya di Tondol. 

Atas jasa-jasanya, pada 1964, Tiku diangkat menjadi Pahlawan Nasional. 

Tahun 1970, tugu penghormatan Tiku juga didirikan di tepi sungai Sa'dan/ 

Tiku dinyatakan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia melalui Dekrit Kepresidenan 073/TK/2002/ pada 6 November 2002. 

Referensi: 

  • Adams, Kathleen M. (2006). Art As Politics: Re-crafting Identities, Tourism, and Power in Tana Toraja, Indonesia. Honolulu: University of Hawaii Press.

https://www.kompas.com/stori/read/2021/06/22/180000679/pong-tiku-alias-ne-baso--masa-muda-perjuangan-dan-akhir-hidup

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke