Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Rasuna Said: Masa Muda, Perjuangan, dan Akhir Hidup

Ia turut memperjuangkan adanya persamaan hak antara pria dan wanita. 

Rasuna Said juga aktif di dalam beberapa organisasi politik, seperti Sarekat Rakyat, sebagai sekretaris. 

Ia juga turut mendirikan Persatuan Muslimin Indonesia (PERMI) di Bukittinggi pada 1930.

Masa Muda

Hajjah Rangkayo Rasuna Said lahir di Maninjau, Sumatera Barat, 14 September 1910. Ia merupakan keturunan bangsawan Minang.

Ayahnya bernama Muhammad Said, seorang saudagar Minangkabau dan mantan aktivis pergerakan. 

Setelah Rasuna tamat di sekolah dasar, ia dikirim oleh ayahnya untuk melanjutkan pendidikan di pesantren Ar-Rasyidiyah. 

Kala itu, Rasuna menjadi satu-satunya santri perempuan di sana. Rasuna pun dikenal sebagai sosok yang cerdas dan pemberani. 

Selesai dari Ar-Rasyidiyah, Rasuna melanjutkan studinya ke Diniyah Putri Padang Panjang, pondok pesantren modern khusus putri. 

Di sana ia bertemu dengan Rahmah El Yunusiyyah, tokoh gerakan Thawalib (organisasi massa Islam). 

Gerakan Thawalib adalah gerakan yang dibangun kaum reformis Islam di Sumatera Barat.

Rasuna sendiri sangat memperhatikan kemajuan serta pendidikan kaum wanita. Ia sempat mengajar di Diniyah Putri sebagai guru.

Namun, pada 1930, ia berhenti karena memiliki gagasan bahwa kemajuan kaum wanita tidak hanya didapat dari mendirikan sekolah, melainkan disertai perjuangan politik.

Perjuangan

Awal perjuangan politik Rasuna yaitu bergabung dalam Sarekat Rakyat (SR) sebagai sekretaris cabang. 

Kemudian ia juga bergabung dalam Soematra Thawalib dan mendirikan Persatuan Muslimin (PERMI) di Bukittinggi pada 1930.

Rasuna turut mengajar di sekolah-sekolah yang didirikan PERMI. Lalu, Rasuna juga mendirikan Sekolah Thawalib di Padang. 

Rasuna Said juga tercatat sebagai wanita pertama yang terkena hukum Speek Delict, hukum kolonial Belanda yang menyatakan siapapun dapat dihukum karena berbicara menentang Belanda. 

Pada 1932, Rasuna sempat ditangkap bersama Rasimah Ismail, teman seperjuangannya, dan dipenjara di Semarang.

Setelah bebas, Rasuna meneruskan pendidikannya di Islamic College. 

Jurutulis

Pada 1935, Rasuna menjadi pemimpin redaksi di sebuah majalah, Raya. Ia dikenal dengan tulisan-tulisannya yang tajam.

Majalah Raya sendiri dikenal radikal, bahkan menjadi tonggak perlawanan di Sumatera Barat.

Pada 1937, di Medan, Rasuna mendirikan sebuah perguruan putri. 

Perguruan ini ditujukan untuk menyebarluaskan gagasan-gagasannya. Rasuna juga membuat majalah mingguan bernama Menara Poeteri. 

Akhir Hidup

Setelah Indonesia merdeka, Rasuna aktif di Badan Penerangan Pemuda Indonesia dan Komite Nasional Indonesia.

Rasuna menjabat dalam Dewan Perwakilan Sumatra sebagai wakil Sumatra Barat. 

Kemudian, ia diangkat menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Serikat (DPR RIS). 

Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959, ia menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung sampai akhir hidupnya.

Rasuna Said wafat pada 2 November 1965 di Jakarta akibat sakit kanker darah.

Atas jasanya, ia dinobatkan menjadi Pahlawan Nasional berdasarkan Surat Keppres RI No. 084/TK/Tahun 1974 pada 13 Desember 1974. 

Namanya juga dijadikan sebagai nama jalan protokol di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, serta di daerah asalnya, Padang, Sumatera Barat.

https://www.kompas.com/stori/read/2021/06/05/131936879/rasuna-said-masa-muda-perjuangan-dan-akhir-hidup

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke