Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Robert Wolter Mongisidi: Perjuangan, dan Akhir Hidup

Ia yang bergabung bersama para pemuda dan para guru secara bersama-sama melawan penjajahan Belanda pada saat itu. 

Robert juga sempat ikut andil dalam pembentukan Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi (LAPRIS) pada 17 Juli 1946. 

Kehidupan

Robert Wolter Mongisidi lahir di Malalayang, Manado, pada 14 Februari 1925. Panggilan akrabnya semasa kecil adalah Bote. 

Seperti penduduk pada umumnya, orang tua Robert bekerja sebagai petani kelapa. 

Dari hasil kelapa inilah, sang ayah, dapat menghidupi keluarganya. 

Pada 1931, Robert mengawali pendidikannya di sekolah dasar atau HIS. Kemudian berlanjut ke sekolah menengah atau MULO di Frater Don Bosco Manado. 

Pada 1942, Perang Pasifik meletus dalam Perang Dunia II. Jepang datang dan menduduki wilayah Indonesia. 

Karena kondisi ini, Robert terpaksa untuk berhenti dari sekolahnya. 

Robert kemudian dididik untuk menjadi seorang guru bahasa Jepang di sebuah sekolah di Timohon. 

Setelah studinya, ia pun mengajar bahasa Jepang di Liwutung, Minahasa, dan Luwuk, Sulawesi Tengah.

Tugasnya menjadi guru tidaklah berlangsung lama. ia ingin mendapat pendidikan yang lebih tinggi lagi. 

Robert pun terpaksa pindah ke Makassar, yang sampai akhirnya, Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. 

Perjuangan

Pada September 1945, Belanda kembali datang dan menjajah Indonesia. 

Bahkan Kota Makassar berhasil langsung dikuasai pada saat itu. Tidak lama kemudian, tentara Belanda bernama KNIL mengambil alih naral di Mariso yang dulu ditempati Jepang. 

Rakyat Sulawesi pun menjadi marah, mereka tidak suka diperintah kembali oleh Belanda. 

Robert bersama dengan kawan-kawannya dalam organisasi Angkatan Muda Pelajar menyusun sebuah siasat. 

Mereka akan kembali merebut wilayah-wilayah yang dikuasai Belanda menggunakan cara kekerasan. 

Tempat-tempatnya adalah Gedung Radio Makassar, Stasiun Radio Matoangin, Kamp di Mariso, dan Kantor NICA. 

Pada 27 Oktober 1945, terjadilah pertempuran di Kota Makassar yang dipimpin oleh Robert. 

Sayangnya, persenjataan yang dimiliki oleh Robert telah kalah modern, sehingga markas di Jongaya berhasil dikuasai musuh. 

Robert bersama para pemuda lain pun tertangkap Belanda. 

Setelah ia dibebaskan, Robert pergi menuju Polombangkeng, selatan Makassar. 

Di sana terdapat markas pejuang yang dipimpin oleh Ranggong Daeng Romo. 

Sejak para pemuda dan pejuang ini bergabung, mereka pun gencar melakukan perlawanan terhadap Belanda. 

Belanda pun merasa sudah tidak aman lagi dan menderita. Dari pertempuran ini, nama Robert menjadi lebih sering terdengar berkat keberanian dan kenekatannya dalam melawan Belanda.

Oleh karena itu, Belanda menugaskan polisi rahasia untuk mencari dan menangkapnya. 

Bahkan, Belanda sampai menyelenggarakan sayembara, bahwa bagi siapa saja yang berhasil menangkap Robert hidup atau mati akan diberi hadiah uang yang banyak. 

Penangkapan

Pada Februari 1947, Robert berhasil ditangkap. 

Karena terkenal berani, ia pun dirayu dan dibujuk untuk bersedia bekerja sama membantu Belanda. Namun, Robert tidak bersedia. 

Setelah sekitar delapan bulan mendekam di penjara, Robert pun dibebaskan.

Namun ia hanya mampu menikmati udara segarnya selama sembilan hari saja, karena Robert kembali ditangkap oleh Belanda. 

Pada 26 Maret 1949, Robert pun diadili oleh pengadilan Belanda. Karena terus menolak tawaran Belanda, Robert pun dituduh mengacau, merampok, membunuh, dan lainnya. 

Ia pun dijatuhi hukuman mati oleh Belanda. 

Pada 5 September 1949, Robert ditembak mati oleh pengadilan Belanda. 

Jenazahnya kemudian disemayamkan di Makam Pahlawan Makassar pada 10 November 1950. 

Penghargaan

Secara anumerta, Robert dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia pada 6 November 1973. 

Pada 10 November 1973, ia juga mendapat penghargaan tertinggi yaitu Bintang Mahaputra. 

Selain itu, namanya dijadikan nama bandara di Kendari, Sulawesi Tenggara.

Namanya juga dijadikan sebagai nama kapal angkatan laut Indonesia KRI Wolter Mongisidi. 

Referensi: 

  • HP, Hardjana. (2002). Robert Wolter Mongisidi (Setia Hingga Terakhir di Dalam Keyakinan). Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

https://www.kompas.com/stori/read/2021/06/04/162626479/robert-wolter-mongisidi-perjuangan-dan-akhir-hidup

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke