Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Danudirja Setiabudi (Ernest Douwes Dekker): Kehidupan dan Perjuangan

Ia menjadi salah satu anggota dari Tiga Serangkai. 

Danudirja Setiabudi juga merupakan pencetus partai politik Hindia Belanda pertama, Indische Partij, pada 1912.

Paman Danudirja, Eduard Douwes Dekker adalah penulis novel Max Havelaar yang lebih dikenal lewat nama pena Multatuli.

Kehidupan 

Danudirja Setiabudi atau Douwes Dekker lahir di Pasuruan, Jawa Timur, tanggal 8 Oktober 1879. Danudirja merupakan seorang Indo (Belanda-Jawa).

Ia memiliki darah Belanda dari ayahnya, Jan Douwes Dekker. Adik Jan, Eduard Douwes Dekker atau Multatuli juga merupakan tokoh pergerakan yang dikenal lewat novelnya Max Havelaar.

Sedangkan sang ibu, Louisa Neumann, berdarah separuh Jawa dan separuh Jerman.

Danudirja menempuh pendidikan dasarnya di Pasuruan. 

Pertama-tama ia melanjutkan sekolahnya di Hogereburgerschool (HBS) atau pendidikan menengah umum zaman Hindia Belanda untuk orang Belanda, Eropa, dan elit pribumi di Surabaya. 

Kemudian, ia berpindah ke Gymnasium Koning Willem III School atau Kawedri, pendidikan menengah umum pertama yang berdiri di Batavia pada 15 September 1860. 

Setelah lulus sekolah, Danudirja bekerja di perkebunan kopi Soember Doeren di Malang. 

Selama bekerja di sana, ia banyak melihat aksi perlakuan semena-mena yang dialami para pekerja kebun. 

Melihat hal tersebut, Danudirja pun sering kali berusaha membela mereka.

Tindakannya ini kemudian membuat dirinya kurang disukai oleh rekan-rekan kerjanya. 

Konflik berlanjut antara Danudirja dengan manajernya yang mengakibatkan dirinya harus berpindah ke perkebunan tebu Padjarakan di Kraksaan sebagai laboran. 

Namun, lagi-lagi ia terlibat konflik dengan manajemennya. 

Kali ini perihal pembagian irigasi untuk perkebunan tebu dan padi petani. Akibatnya, ia pun dipecat.

Perang Boer 

Pada 1989, Danudirja pergi ke Afrika Selatan untuk ikut dalam Perang Boer Kedua melawan Inggris.

Perang Boer adalah perang antara Kekaisaran Britania melawan penduduk Boer, bangsa keturunan Belanda di dua negara merdeka, Republik Transvaal dan Negara Bebas Oranje.

Perang ini terjadi antara 11 Oktober 1899 sampai 31 Mei 1902. 

Dalam perang ini, Danudirja menjadi warga negara Republik Transvaal, Republika Afrika Selatan. 

Danudirja pun tertangkap kemudian dipenjara di sebuah kamp di Ceylon. 

Selama dipenjara, pikirannya menjadi semakin terbuka akan perlakuan tidak adil pemerintah kolonial Hindia Belanda terhadap warganya. 

Tiga Serangkai 

Tiga Serangkai adalah julukan untuk sebuah kelompok yang beranggotakan tiga orang pejuang kemerdekaan Indonesia.

Danudirja Setiabudi banyak melihat keganjalan khususnya tentang diskriminasi antara kaum keturunan Belanda dengan kaum Indo.

Sejak saat itu, ia pun berusaha untuk menyadarkan masyarakat Indonesia bahwa nasib mereka tidaklah ditentukan oleh pemerintah kolonial.

Guna menyebarluaskan pemikirannya, Danudirja melakukan perjalanan di Pulau Jawa pada 15 September sampai 3 Oktober 1912. 

Di sana ia bertemu dengan Cipto Mangunkusumo, salah seorang tokoh yang mendukung gerakannya.

Kemudian di Bandung ia mendapat dukungan dari Suwardi Suryadiningrat (Ki Hadjar Dewantara).

Ketiga tokoh ini kemudian dikenal sebagai Tiga Serangkai. 

Indische Partij 

Berdirinya Indische Partij dicetus oleh Danudirja Setiabudi. 

Danudirja telah banyak melihat tindakan diskriminasi yang dilakukan para keturunan Belanda terhadap orang Indo.

Keprihatinan orang Indo ini kemudian dimanfaatkan oleh Danudirja untuk mengutarakan idenya tentang membentuk pemerintahan sendiri, diatur orang-orang asli Hindia Belanda. 

Mulanya, Danudirja membentuk kaum Indo, Indische Bond dan Insulinde. 

Namun organisasi ini hanya mendapat sambutan hangat dari kalangan kecil saja.

Sebagian besar dari mereka lebih suka dengan status quo. 

Kemudian, Danudirja bersama dengan Cipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat mendirikan partai nasionalis bernama Indische Partij pada 1912. 

Indische Partij menjadi partai politik Hindia Belanda pertama yang memiliki 30 cabang dengan anggota sejumlah 7.300 orang. 

Tetapi, partai ini hanya bertahan sampai tahun 1913.

Setelah muncul sebuah tulisan dari Suwardi bertajuk De Express, Als ik Een Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda), ketiganya langsung diasingkan ke Belanda. 

Mereka dibubarkan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda, karena dianggap menyebarkan kebencian terhadap pemerintah. 

Penghargaan

Danudirja Setiabud wafat dini hari pada 28 Agustus 1950. 

Jenazahnya pun disemayamkan di TMP Cikutra, Bandung. 

Berkat jasa yang Danudirja berikan untuk kemerdekaan Indonesia, di setiap kota besar dapat dijumpai beberapa jalan menggunakan namanya, Setiabudi. 

Jalan di Bandung Utara bernama Jalan Setiabudi. 

Di Jakarta Selatan bahkan namanya digunakan sebagai nama kecamatan, yaitu Kecamatan Setiabudi.

Sedangkan di Belanda sendiri, namanya juga dihormati sebagai orang berjasa dalam meluruskan arah kolonialisme. 

Referensi: 

  • Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Susanto. (2019). Sejarah Nasional Indonesia: Zaman Kebangkitan Nasional dan Masa Hindia Belanda. Jakarta: Balai Pustaka. 
  • Setiabudi, Purwanto, Arvian dan Yandhrie. (2012). Douwes Dekker: Sang Inspirator Revolusi. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. 

https://www.kompas.com/stori/read/2021/05/10/182521979/danudirja-setiabudi-ernest-douwes-dekker-kehidupan-dan-perjuangan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke