Sang diktator ingin Piala Dunia di negaranya itu berjalan sesukses mungkin. Bahkan, kalau perlu, Argentina harus menjadi juara.
Baca juga: 7 Gaya Rambut Paling Ikonik di Piala Dunia, Kribo Valderrama hingga Kuncung Ronaldo
Di tengah penyelenggaraan Piala Dunia 1978, kelompok oposisi yang menentang Videla mencari cara untuk menyampaikan pesan melalui sepak bola.
Lewat sepak bola, mereka berharap dunia bisa melihat apa yang sebenarnya terjadi di Argentina.
Mereka mencari cara paling tepat agar pesan bisa tersampaikan kepada publik. Mereka juga menghindari protes secara terbuka karena ini sangat berisiko mendapat ancaman dari pihak militer.
Simbol ban hitam lantas dipilih sebagai tanda bahwa Argentina sedang berduka.
"Itu bukan protes. Sebaliknya, itu adalah bentuk pengingat agar semua orang tahu bahwa seseorang telah menghilang," kata Ezequiel Valentini, sosok yang terlibat dalam aksi tersebut, dikutip dari The Guardian.
"Semua staf ingin protes. Sekarang para Ibu sedang berbaris di Plaza de Mayo dan kami tahu dunia sedang menyaksikan."
"Kami berdiskusi untuk mengukir pesan di rumput, atau mengecat pesan di papan iklan, sesuatu yang bisa dilihat oleh kamera TV," tutur Valentini.
Baca juga: Kilas Balik Piala Dunia 1958: Pele Menyapa Dunia, Brasil Berpesta di Eropa
Opsi-opsi tersebut pada akhirnya tidak dipilih karena terlalu berisiko.
Sementara itu, ban hitam tidak dikenakan oleh para pemain yang berlaga, tetapi dicat melingkar pada setiap gawang di stadion yang dipakai untuk menggelar pertandingan.
"Mereka (para jenderal) bertanya apa gunanya ban hitam? Kami memberi tahu mereka bahwa itu tradisi. Mereka tidak mengerti tentang sepak bola," kata Valentini ketika ditanya oleh pihak militer.
"Ribuan orang menghilang, diduga tewas. Bahkan saat ini tidak mungkin untuk mengatakan secara pasti siapa dan berapa banyak yang dibunuh oleh junta. Itu (ban hitam) sudah cukup untuk menjadi pengingat," beber Valentini.
Pada akhirnya, setiap tiap gawang stadion Piala Dunia 1978 ada cat hitam melingkar di bagian bawahnya.
Di tengah kontroversi dan cerita kelam yang menyertai penyelenggaraan Piala Dunia 1978, Argentina meraih kejayaan di rumah sendiri.