Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

54 Hari Jelang Piala Dunia 2022: Pesan di Balik Cat Hitam Gawang di Piala Dunia 1978

Kompas.com - 27/09/2022, 18:40 WIB
Ervan Yudhi Tri Atmoko

Penulis

KOMPAS.com - Berbagai kontroversi mengiringi penyelenggaraan Piala Dunia 1978 di Argentina. Salah satu cerita yang tersisa dari pesta sepak bola di Negeri Tango itu adalah cat hitam yang ada di setiap tiang gawang.

Piala Dunia 1978 menjadi edisi ke-11 dari turnamen sepak bola terbesar di dunia tersebut.

Setelah pada edisi sebelumnya dilangsungkan Eropa (Jerman) dan Amerika Utara (Meksiko), penyelenggaraan Piala Dunia FIFA kembali ke tanah Amerika Selatan, Argentina.

FIFA menetapkan Argentina sebagai tuan rumah Piala Dunia 1978 di London, Inggris, pada Juli 1966.

Ketika Argentina ditunjuk sebagai penyelenggara Piala Dunia 1978, negara tersebut masih dipimpin oleh Isabel Martinez de Peron, yang meneruskan jabatan suaminya, Juan Peron.

Akan tetapi, situasi politik di Argentina berubah secara cepat.

Baca juga: Kilas Balik Piala Dunia 1954: Gelar Perdana Jerman, Keajaiban di Bern

Dilansir dari History.com, pemimpin militer negara tersebut menangkap presiden yang terpilih secara demokratis, Isabel Peron, lalu mengangkat seorang diktator Jenderal Jorge Rafael Videla.

Di bawah kekuasaan Videla, rakyat Argentina dihantui rasa takut.

Menurut laporan BBC pada 2013, dilansir dari Goal International, kelompok Hak Asasi Manusia (HAM) memperkirakan ada 30.000 orang "dihilangkan" selama periode 1976-1983.

Sebagian besar dari mereka yang menghilang adalah serikat pekerja, aktivis mahasiswa, jurnalis kritis dan seniman serta individu yang aktif di gereja atau kampanye anti-kemiskinan.

Penyelenggaraan Piala Dunia 1978 pun berada di tengah-tengah kediktatoran militer berdarah yang sering disebut sebagai Perang Kotor.

Salah satu tim peserta, Belanda, berulang kali mengancam bakal memboikot Piala Dunia di Argentina.

Cerita yang berkembang, bintang Belanda yakni Johan Cruyff menolak tampil pada Piala Dunia 1978 karena masalah kemanusiaan yang terjadi di Argentina.

Versi lain menyebutkan, kala itu Cruyff mendapat ancaman dari militer Argentina.

Di lain sisi, Jorge Videla ingin menggunakan Piala Dunia 1978 sebagai momentum untuk mengubah citranya menjadi lebih baik.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com