KOMPAS.com - Piala Dunia 1958 menjadi tonggak sejarah Brasil di dunia sepak bola. Mengusung formasi super ofensif 4-2-4, Tim Samba sukses menjadi juara dunia untuk pertama kali.
Di depan lebih dari 49.000 pasang mata yang memadati Stadion Rasunda di Stockholm, Brasil tampil sebagai juara Piala Dunia 1958 usai mengalahkan tim tuan rumah Swedia.
Brasil yang saat itu diperkuat oleh pemain-pemain hebat macam Mario Zagallo, Vava, Garrincha, serta Pele yang masih berusia 17 tahun melibas Swedia dengan skor 5-2.
Pada pertandingan final Piala Dunia 1958 kontra Swedia, pelatih Vicente Feola memainkan skema menyerang 4-2-4.
Kuartet Mario Zagallo, Pele, Vava, dan Garrincha mengisi sektor penyerangan. Sementara itu, Zito dan Didi bermain sebagai gelandang yang menempati lini tengah.
Baca juga: Asal-usul Julukan Tim Samba bagi Timnas Brasil
Brasil pun menyuguhkan permainan ofensif dan menghibur. Hasilnya, lima gol Tim Samba lahir dari para pemain depan.
Vava dan Pele sama-sama memborong dua gol. Satu gol lainnya disumbangkan oleh Mario Zagallo. Adapun, dua gol balasan Swedia dicetak oleh Nils Liedholm dan Tore Klas Simonsson.
Skuad Brasil pada Piala Dunia 1958 pun dianggap sabagai salah satu tim terhebat dalam sejarah.
Selain dihuni oleh talenta-talenta brilian, skema menyerang 4-2-4 juga menjadi salah satu kunci sukses Brasil memenangi Piala Dunia 1958.
Meski demikian, formasi 4-2-4 yang diusung Vicente Feola pada saat itu sejatinya tidak diciptakan oleh orang Brasil.
Lantas bagaimana sejarah formasi 4-2-4 dalam sepak bola?
Baca juga: Sejarah Piala Eropa, Mimpi Henri Delaunay yang Menjadi Nyata
Sosok yang berjasa mengenalkan formasi 4-2-4 kepada para pemain Brasil adalah pelatih asal Hongaria, Bela Guttmann.
Mengutip situs web Bleacher Report, Guttmann datang ke Brasil pada 1956 bersama tim yang ia latih, Budapest Honved FC, yang melakukan tur ke berbagai negara untuk penggalangan dana.
Pada waktu itu, Honved menerima tawaran bermain pada sebuah turnamen di Brasil bersama dua klub lokal Negeri Samba, Flamengo dan Botafogo.
Guttmann kemudian memutuskan tinggal di Brasil dengan melatih Sao Paulo.
???????? Bela Guttmann may have never stayed longer than a couple of years at a club, but he didn't need time to win titles. #OnThisDay in 1981 the man who nurtured Eusebio & led @slbenfica_en to back-to-back European Cups passed away, aged 82. pic.twitter.com/7PXQu9gCfn
— FIFA.com (@FIFAcom) August 28, 2020
Baca juga: Kisah Kehancuran Karier Adriano, Sang Kaisar Pemilik Kaki Kiri Maut
Di sana, Guttmann pun mulai mempopulerkan formasi 4-2-4 yang banyak dipakai oleh tim-tim Eropa Timur pada akhir 1940-an.
Guttmann pun melakukan revolusi terhadap gaya permainan Sao Paulo. Para pemain Brasil yang sebelumnya senang berlama-lama bola, berubah menjadi lebih agresif dengan langsung menyerang pertahanan lawan.
Di bawah asuhan Bela Guttmann, Sao Paulo sukses memenangi Kejuaraan Paulista 1957. Secara bersamaan, formasi 4-2-4 yang sebelumnya asing semakin populer di Negeri Samba.
Formasi menyerang 4-2-4 itu kemudian diadaptasi oleh Vicente Feola saat menukangi Brasil di Piala Dunia 1958 yang berujung pada lahirnya salah satu generasi terhebat sepak bola Negeri Samba.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.