Oleh: Rina Kastori, Guru SMP Negeri 7 Muaro Jambi, Provinsi Jambi
KOMPAS.com - Kesultanan Banjar adalah kesultanan Islam yang terletak di Pulau Kalimantan bagian selatan.
Dilansir dari buku Sejarah Terlengkap Peradaban Islam (2017) oleh Abdul Syukur, pada awalnya Kesultanan Banjar bernama Daha, sebuah kerajaan Hindu yang berubah menjadi kesultanan Islam.
Raja Negara Daha saat itu adalah Raden Sukarama, yang kemudian mewasiatkan takhta kerajaan kepada cucunya, Raden Samudera.
Seiring berjalanya waktu, anak Raden Sukarama yaitu Pangeran Tumenggung merebut takhta dan membuat Raden Samudera melarikan diri ke daerah hilir Sungai Barito karena merasa terancam.
Selama dalam pelarian, Raden Samudera dilindungi oleh komunitas Melayu dan membantu Raden Samudera merebut kembali takhtanya. Imbalannya, komunitas Melayu tak perlu lagi membayar upeti kepada Negara Daha.
Raden Samudera juga meminta bantuan Kerajaan Demak. Sultan Demak setuju membantu asalkan semua pengikutnya memeluk agama Islam.
Baca juga: Pangeran Antasari, Pejuang Perang Banjar
Dengan segala bantuan yang dimiliki, Raja Samudera berhasil merebut kembali tahtanya. Pada 1526, Raden Samudera memindahkan rakyat Duha ke Kuin Banjarmasin sebagai pusat pemerintahannya. Rada Samudera juga mengukuhkan dirinya sebagai penguasa Banjar dengan gelar Sultan Suriansyah.
Dikutip dari bulu Ensiklopedia Kerajaan Islam di Indonesia (2017) oleh Binuko Amarseto, dikatakan Kerajaan Banjar menggunakan sistem keturunan. Di mana jabatan raja diturunkan pada golongan tutus atau keturunannya.
Jabatan tertinggi setelah raja yaitu perdana menteri yang ditempati oleh golongan jaba atau rakyat biasa yang berjasa besar pada kerajaan. Mereka diberi gelar Mangkubumi.
Mangkubumi dibantu oleh penganan, pengiwa, gumpiran, dan panumping yang memiliki wewenang setara hakim dan jaksa.
Jabatan setelah Mangkubumi yaitu mantri bumi, mantri sikap, dan lain-lain yang bertugas di bidang perdagangan, seni, keagamaan, dan logistik.
Untuk saudara-saudara raja diperbolehkan berkuasa sesuai daerah yang ditaklukan dengan gelar adipati. Hanya saja secara jabatan berada di bawah Mangkubumi.
Baca juga: Perang Banjar (1859-1905)
Pada abad ke-18 ada perpindahan kekuasaan kepada Sultan Tamjidullah dengan mengangkat Pangeran Nata Dilaga sebagai sultan.
Bersamaan dengan itu, Pangeran Amir meminta bantuan Arung Tarawe yang merupakan pamannya untuk menyerang Kesultanan Banjar.
Untuk mempertahankan tahtanya, Pangeran Nata Dilaga meminta bantuan VOC. Hal tersebut menjadi awal interaksi Belanda dengan Kesultanan Banjar.
Dilansir dari buku Sejarah Indonesia Modern: 1200-2004 (1981) karya M.C Ricklefs, dijelaskan Belanda melakukan campur tangan di beberapa wilayah Kesultanan Banjar dan meredam sengketa di dalam Kesultanan Banjar.
Adanya campur tangan Belanda, justru menyebabkan pecahnya Perang Banjar pada 1859. Latar belakang Perang Banjar, yakni:
Baca juga: 10 Kerajaan Islam di Indonesia
Berbagai perlawanan dilakukan, namun tidak berhasil. Hingga Pangeran Hidayatullah diasingkan ke Jawa Barat dan Pangeran Antasari diangkat sebagai sultan Kesultanan Banjar dan melanjutkan perlawanan.
Pangeran Antasari meninggal pada 1862 dan perlawanan dilanjutkan oleh Sultan Seman. Namun, Sultan Seman meninggal dalam pertempuran pada 1905 dan berakhir juga Kesultanan Banjar.
Suka baca tulisan-tulisan seperti ini? Bantu kami meningkatkan kualitas dengan mengisi survei Manfaat Kolom Skola
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.