Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perkembangan Ekonomi pada Masa Demokrasi Parlementer (Liberal)

Kompas.com - 22/11/2022, 14:00 WIB
Vanya Karunia Mulia Putri

Editor

Oleh: Rina Kastori, Guru SMPN 7 Muaro Jambi, Provinsi Jambi

 

KOMPAS.com - Pada masa Demokrasi Parlementer, bangsa Indonesia menghadapi permasalahan ekonomi, encakup permasalahan jangka pendek dan jangka panjang.

Permasalahan jangka pendek yang dihadapi saat itu adalah tingginya jumlah uang yang beredar dan meningkatnya biaya hidup.

Sementara, permasalahan jangka panjangnya, yakni jumlah penduduk dan tingkat kesejahteraan yang rendah.

Untuk memperbaiki kondisi ekonomi, pemerintah melakukan berbagai upaya, yaitu:

  • Gunting Syafruddin
  • Sistem ekonomi Gerakan Benteng
  • Nasionalisasi perusahaan asing
  • Finansial ekonomi (Finek)
  • Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT).

Berikut uraiannya:

Gunting Syafruddin

Gunting Syafruddin adalah salah satu kebijakan ekonomi di masa Demokrasi Parlementer.Wikipedia.org Gunting Syafruddin adalah salah satu kebijakan ekonomi di masa Demokrasi Parlementer.

Dalam rangka mengurangi jumlah peredaran uang dan mengatasi defisit anggaran, pada 20 Maret 1950, Menteri Keuangan, Syafrudin Prawiranegara, mengambil kebijakan penting.

Kebijakan itu berupa pemotongan nilai uang hingga setengahnya. Bertujuan mengurangi peredaran uang di masyarakat.

Baca juga: Gunting Syafruddin: Latar Belakang, Tujuan, dan Dampaknya

Sistem ekonomi Gerakan Benteng

Sumitro Djojohadikusumo pencetus sistem ekonomi gerakan bentengWikipedia Sumitro Djojohadikusumo pencetus sistem ekonomi gerakan benteng

Merupakan usaha pemerintah untuk mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional.

Struktur ekonomi kolonial membawa dampak perekonomian Indonesia yang didominasi perusahaan asing, dan ditopang kelompok etnik.

Kondisi inilah yang ingin diubah melalui sistem ekonomi Gerakan Banteng yang bertujuan:

  • Menumbuhkan kelas pengusaha di kalangan masyarakat Indonesia. Para pengusaha yang bermodal lemah diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional
  • Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah dibimbing dan diberi bantuan kredit
  • Para pengusaha pribumi diharapkan secara bertahap, berkembang menjadi maju.

Gerakan Benteng dimulai pada April 1950. Hasilnya selama 3 tahun (1950-1953), kurang lebih 700 perusahaan Indonesia menerima bantuan kredit dari program ini.

Namun, tujuan program ini tidak dapat tercapai dengan baik, dan mengakibatkan bertambahnya beban keuangan pemerintah.

Tidak dapat tercapainya tujuan Gerakan Benteng disebabkan oleh:

  • Para pengusaha pribumi tidak dapat bersaing dengan pengusaha non-pribumi dalam kerangka sistem ekonomi liberal
  • Para pengusaha pribumi memiliki mental yang cenderung konsumtif
  • Para pengusaha pribumi sangat bergantung pada pemerintah
  • Para pengusaha kurang mandiri dala, mengembangkan usahanya
  • Para pengusaha ingin cepat mendapatkan keuntungan besar, dan menikmati cara hidup mewah
  • Para pengusaha menyalahgunakan kebijakan dengan mencari keuntungan secara cepat dari kredit yang diperoleh.

Baca juga: Sistem Ekonomi Liberal pada Masa Kolonial dan Kondisi Masyarakat

Nasionalisasi perusahaan asing

Dilakukan dengan pencabutan hak milik Belanda atau asing, yang kemudian diambil alih atau ditetapkan statusnya sebagai milik pemerintah Indonesia.

Nasionalisasi yang dilakukan pemerintah terbagi menjadi dua tahap. Tahap pertama, yaitu tahap pengambilalihan, penyitaan, dan penguasaan.

Tahap kedua, yaitu pengambilan kebijakan yang pasti, yakni perusahaan yang diambil alih itu kemudian dinasionalisasikan.

Finansial ekonomi (Finek)

Pada masa Kabinet Burhanuddin Harahap, Indonesia mengirim delegasi ke Belanda untuk merundingkan masalah Finansial ekonomi (Finek).

Perundingan ini dilakukan pada 7 Januari 1956. Rancangan persetujuan Finek yang diajukan Indonesia terhadap pemerintah Belanda adalah:

  • Pembatalan Persetujuan Finek hasil KMB
  • Hubungan Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral
  • Hubungan finek didasarkan atas undang-undang Nasional, dan tidak boleh diikat oleh perjanjian lain.

Baca juga: Perkembangan Ekonomi Pada Masa Orde Baru

Namun, usul Indonesia ini tidak diterima pemerintah Belanda, sehingga pemerintah Indonesia secara sepihak melaksanakan rancangan fineknya.

Diawali dengan pembubaran Uni Indonesia-Belanda pada 13 Febuari 1956, tujuannya melepaskan diri dari ikatan ekonomi dengan Belanda.

Salah satu dampak pelaksanaan finek ini, banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya. Sedangkan pengusaha pribumi belum mampu mengambil alih perusahaan tersebut.

Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT)

Pada masa kabinet Ali Sastroamijoyo II, pemerintah menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT) yang rencananya dilaksanakan antara tahun 1956 hingga 1961.

Rencana ini tidak berjalan dengan baik karena:

  • Depresi ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Barat pada akhir 1957, dan awal 1958  yang mengakibatkan ekspor dan pendapatan negara merosot
  • Perjuangan pembebasan Irian Barat dengan menasionalisasi perusahaan Belanda di Indonesia yang menimbulkan gejolak ekonomi
  • Adanya ketegangan antara pusat dan daerah, sehingga banyak daerah melaksanakan kebijakan ekonominya.

Baca juga: Kelebihan dan Kekurangan Sistem Ekonomi Liberal

 

Suka baca tulisan-tulisan seperti ini? Bantu kami meningkatkan kualitas dengan mengisi survei Manfaat Kolom Skola

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com