Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Puputan Margarana, Pertempuran Rakyat Bali Mengusir Belanda

Kompas.com - 16/02/2021, 13:17 WIB
Vanya Karunia Mulia Putri ,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Puputan Margarana terjadi pada 20 November 1946. Perang ini terjadi di Desa Marga, Kecamatan Margarana, Tabanan, Bali.

Pertempuran ini dipimpin oleh Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai, selaku Kepala Divisi Sunda Kecil. Ia bersama pasukannya bertempur secara habis-habisan untuk mengusir Belanda.

Latar belakang terjadinya Puputan Margarana

Dilansir dari situs Dinas Komunikasi dan Informatika Pemerintah Kabupaten Klungkung, Puputan Margarana terjadi setelah Jepang kalah dan Belanda datang ke Indonesia untuk mengambil alih atau merebut daerah kekuasaan Jepang.

Belanda berambisi untuk membuat Negara Indonesia Timur (NIT). Namun, I Gusti Ngurah Rai menolak rencana Belanda tersebut.

Mengutip dari Dharmasena (Majalah Resmi Departemen Pertahanan Keamanan) (1976), dalam Perjanjian Linggarjati 15 November 1946, Belanda hanya mengakui kekuasaan de facto Indonesia pada wilayah Jawa, Madura dan Sumatra.

Pengakuan secara de facto ini memunculkan rasa kekecewaan dalam hati rakyat Bali. Karena Bali belum diakui secara de facto sebagai wilayah Indonesia.

Baca juga: Pertempuran Surabaya, Pertempuran Indonesia Pertama setelah Proklamasi

Kronologi terjadinya Puputan Margarana

Pada 18 November 1946, markas pertahanan atau militer Belanda di Tabanan, Bali diserang secara habis-habisan. Hal ini membuat Belanda murka dan mengerahkan seluruh kekuatannya untuk mengepung Bali, khususnya Tabanan.

Belanda mengirimkan pasukan 'Gajah Merah', 'Anjing Hitam', 'Singa', 'Polisi Negara' dan 'Polisi Perintis. Tidak hanya itu, Belanda juga mengirimkan tiga pesawat pemburu miliknya.

Pasukan yang dikirim Belanda tersebut mulai melakukan serangan pada 20 November 1946 pukul 05.30 WITA, dengan menembaki area pasukan warga Bali.

Kekuatan persenjataan yang dimiliki pasukan tersebut tergolong minim, sehingga mereka belum bisa melakukan aksi balas serangan kepada pasukan Belanda.

I Gusti Ngurah RaiIstimewa I Gusti Ngurah Rai
Sekitar pukul 09.00 WITA, pasukan Belanda yang kira-kira berjumlah 20 orang mulai mendekat dari arah barat laut.

Beberapa saat kemudian terdengarlah suara tembakan. 17 orang pasukan Belanda ditembak mati oleh pasukan Ciung Wanara yang dipimpin oleh I Gusti Ngurah Rai.

Setelah mengetahui jika pasukannya mati, Belanda melakukan aksi serangan dari berbagai arah. Namun, upayanya ini beberapa kali mengalami kegagalan karena pasukan Ciung Wanara berhasil melakukan aksi serangan balik.

Baca juga: Perjuangan Fisik dan Diplomasi dalam Mempertahankan Kemerdekaan

Tidak hanya itu, Belanda juga sempat menghentikan aksi serangannya selama satu jam. Beberapa saat kemudian, Belanda kembali menyerang dengan mengirimkan banyak pasukan serta pesawat terbang pengintai, kira-kira pukul 11.30 WITA.

Serangan ini kembali berhasil dihentikan oleh pasukan Ciung Wanara. Akhirnya Belanda dan pasukannya mundur sejauh 500 meter ke belakang untuk menghindari pertempuran.

Kesempatan ini digunakan oleh I Gusti Ngurah Rai dan pasukannya untuk meloloskan diri dari kepungan musuh. Dalam perjalannya meloloskan diri, tiba-tiba Belanda mengirimkan pesawat terbang untuk memburu I Gusti Ngurah Rai bersama pasukannya.

Untuk terakhir kalinya I Gusti Ngurah Rai menyerukan "Puputan!', yang berarti habis-habisan. I Gusti Ngurah Rai bersama pasukannya bertempur melawan Belanda hingga titik darah penghabisan.

Dikutip dari situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), I Gusti Ngurah Rai dan 1372 pejuang Dewan Perjuangan Republik Indonesia Sunda Kecil gugur dalam Puputan Margarana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com