KOMPAS.com - Gerabah di Indonesia sudah menjadi barang umum dan bisa dengan mudah dijumpai. Gerabah banyak digunakan sebagai perkakas dalam kehidupan sehari-hari.
Bahan dasar untuk membuat gerabah adalah tanah liat. Gerabah merupakan salah satu hasil karya seni terapan yang banyak ditemukan di daerah-daerah di Indonesia.
Keberadaan gerabah di Indonesia ini sudah ada sejak jaman dahulu kala atau jaman prasejarah.
Dikutip dari buku Filosofi Seni Kriya Tradisional Indonesia (1992) karya S.P Gustami, jika pengertian kriya dimaknai sebagai karya seni yang unik dan karakteristik di dalamnya mengandung muatan nilai estetik, simbolik, filosofis, dan fungsional serta ngrawit dalam pembuatannya.
Baca juga: Seni Kriya sebagai Kerajinan Tangan
Dilansir dari Akbar Adhi Satrio (2013) dalam jurnal berjudul Kriya Keramik: Wujud, Posisi, Dan Perannya Di Masa Kini (2013) karya Akbar Adhi Satrio, bahwa gerabah secara material tergolong dalam material keramik yang umumnya menggunakan tanah liat dengan jenis earthenware, terakota, atau majolika.
Masyarakat Indonesia mengenal keramik sebagai produk-produk hasil industrial yang pembuatannya secara massal ataupun kerajinan gerabah yang masih tradisional hasil buatan tangan perajin.
Padahal, ragam produk kriya keramik sebenarnya sangat luas. Material pada kriya keramik tidak terbatas pada benda fungsi namun dapat pula diaplikasikan ke dalam bentuk-bentuk artistik estetis.
Gerabah juga merupakan salah satu peninggalan budaya yang sangat tua.
Dikutip dari situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), kerajinan gerabah di Indonesia sudah dikenal sejak zaman Neolitikum (zaman prasejarah atau zaman batu baru) sekitar 3000–1100 SM.
Baca juga: Seni Kriya: Pengertian dan Fungsinya
Gerabah juga dikenal dengan istilah tembikar atau keramik. Gerabah yang dihasilkan oleh masyarakat Indonesia berupa barang pecah belah seperti tempayan, periuk, belanga, kendi, dan celengan.
Teknik pembuatan gerabah pada saat itu sangat terbatas dan sederhana. Proses akhir dari pembuatan gerabah adalah pembakaran suhu rendah dengan menggunakan jerami atau sabut kelapa.
Hingga saat ini seni pembuatan gerabah masih bertahan diberbagai daerah di Indonesia meski zaman sudah semakin modern.
Teknik pembuatannya ada yang masih memakai cara tradisional, ada juga yang memakai cara modern dengan menggunakan alat.
Berikut beberapa hasil seni gerabah yang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia:
Baca juga: Contoh Seni Kriya di Indonesia
Dalam jurnal berjudul Kriya Keramik: Wujud, Posisi, dan Perannya di Masa Kini (2013) karya Akbar Adhi Satriyo, beberapa sektor perajin di sentra-sentra yang sudah sejak dahulu mendapatkan bimbingan dan pembinaan, seperti seniman Sapto Hudoyo yang sudah sejak 1970-an membina para perajin gerabah di desa Kasongan.
Kemudian Chitaru Kawasaki, seorang profesor dari Jepang yang membina perajin gerabah daerah Bayat, Klaten.
Desa Kasongan sebagai wilayah pembuatan gerabah menjadi salah satu sentra produksi gerabah yang masih bertahan hingga saat ini.
Sentra tersebut berlokasi di Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Di mana ragam produknya sangat bervariasi dari benda-benda fungsional, seperti peralatan makan dan peralatan dapur tradisional hingga benda-benda hias.
Baca juga: Manfaat Belajar Seni Kriya bagi Anak, Berikut Contoh Kegiatannya
Sistem produksi di Kasongan masih cenderung tradisional dengan pembakaran menggunakan jerami dan tungku bak yang berbahan bakar kayu dan fokus pada keramik bakaran rendah atau yang umum disebut gerabah.
Teknik yang digunakan juga masih tradisional dengan teknik pembentukan manual dan belum banyak memanfaatkan peralatan produksi yang modern.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.