Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lapis Makna dalam Puisi

Kompas.com - 03/11/2020, 12:13 WIB
Rosy Dewi Arianti Saptoyo,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pernahkan kalian membaca puisi, tetapi sulit memaknainya? Hal macam itu lumrah.

Pada dasarnya, puisi menggunakan bahasa konotatif atau bukan makna sebenarnya. Satu kata yang terdapat dalam puisi dapat memuat banyak hal.

Lapis makna muncul karena penyair atau pengarang puisi tidak secara eksplisit menyampaikan ekspresi atau perasaannya. Dalam teori sastra, ini disebut ketidaklangsungan ekspresi.

Menurut Michael Riffaterre dalam Semiotics of Poetry (1978), pemaknaan puisi berubah-ubah dari dahulu hingga sekarang karena selera dan konsep estetik selalu berubah dari periode ke periode. Terdapat empat hal yang harus diperhatikan dalam memahami dan memaknai sebuah puisi, yaitu:

  • ketidaklangsuan ekspresi
  • pembacaan heuristik dan hermeneutik
  • matriks atau kata kunci, varian dan model
  • hipogram

Mari membedah lapis makna dalam puisi satu per satu. Berikut penjelasannya:

Baca juga: Lapis Struktur dalam Puisi

Ketidaklangsungan Ekspresi

Menurut Riffaterre, puisi mengekspresikan konsep dan benda secara tidak langsung. Penggunaan kata atau bahasa yang ada dalam puisi sering kali bukan bahasa sehari-hari.

Tetapi hal tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa puisi memiliki sistem tanda tersendiri seperti bahasa yang biasa digunakan pada umumnya. Ketidaklangsungan ekspresi tersebut disebabkan oleh tiga hal yaitu:

  • Penggantian arti (displacing of meaning)

Penggantian arti disebabkan oleh penggunaan metafora dan metomini. Metafora adalah salah satu jenis gaya bahasa perbandingan. Metafora disebut sebagai gaya bahasa perbandingan langsung karena tidak mempergunakan kata-kata pembanding.

Misalnya, seperti, bak, bagai, dan bagaikan. Sedangkan metonimi atau metonimia adalah majas yang berupa pemakaian nama ciri atau nama hal yang ditautkan dengan orang lain.

Metafora dan metonimi merupakan bahasa kiasan yang sangat pentng hingga dapat mengganti bahasa kiasan lainnya, seperti metafora, simile, personifikasi, ironi, sindekdoke, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, paradoks dan masih banyak lagi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com