Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Lapis Makna dalam Puisi

Pada dasarnya, puisi menggunakan bahasa konotatif atau bukan makna sebenarnya. Satu kata yang terdapat dalam puisi dapat memuat banyak hal.

Lapis makna muncul karena penyair atau pengarang puisi tidak secara eksplisit menyampaikan ekspresi atau perasaannya. Dalam teori sastra, ini disebut ketidaklangsungan ekspresi.

Menurut Michael Riffaterre dalam Semiotics of Poetry (1978), pemaknaan puisi berubah-ubah dari dahulu hingga sekarang karena selera dan konsep estetik selalu berubah dari periode ke periode. Terdapat empat hal yang harus diperhatikan dalam memahami dan memaknai sebuah puisi, yaitu:

  • ketidaklangsuan ekspresi
  • pembacaan heuristik dan hermeneutik
  • matriks atau kata kunci, varian dan model
  • hipogram

Mari membedah lapis makna dalam puisi satu per satu. Berikut penjelasannya:

Ketidaklangsungan Ekspresi

Menurut Riffaterre, puisi mengekspresikan konsep dan benda secara tidak langsung. Penggunaan kata atau bahasa yang ada dalam puisi sering kali bukan bahasa sehari-hari.

Tetapi hal tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa puisi memiliki sistem tanda tersendiri seperti bahasa yang biasa digunakan pada umumnya. Ketidaklangsungan ekspresi tersebut disebabkan oleh tiga hal yaitu:

  • Penggantian arti (displacing of meaning)

Penggantian arti disebabkan oleh penggunaan metafora dan metomini. Metafora adalah salah satu jenis gaya bahasa perbandingan. Metafora disebut sebagai gaya bahasa perbandingan langsung karena tidak mempergunakan kata-kata pembanding.

Misalnya, seperti, bak, bagai, dan bagaikan. Sedangkan metonimi atau metonimia adalah majas yang berupa pemakaian nama ciri atau nama hal yang ditautkan dengan orang lain.

Metafora dan metonimi merupakan bahasa kiasan yang sangat pentng hingga dapat mengganti bahasa kiasan lainnya, seperti metafora, simile, personifikasi, ironi, sindekdoke, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, paradoks dan masih banyak lagi.

  • Penyimpangan Arti (distorting of meaning)

Arti atau makna dalam puisi dapat menyimpang dari bahasa tertulis atau bahasa dalam teks. Penyimpangan arti tersebut disebabkan oleh tiga hal, yaitu ambiguitas, kontradiksi, dan nonsense.

Ambiguitas merupakan bahasa puisi tersebut banyak tafsir tersebut dapat berupa kata, frasa, klausa, atau kalimat yang taksa atau mempunyai makna lebih dari satu.

Penyair sering menggunakan kata-kata yang ambigu, yang berarti dalam satu kata terkandung dua arti yang berlawanan.

Kontradiksi dalam puisi menyatakan sesuatu secara kontradiksi atau kebalikan. Hal tersebut untuk membuat pembaca berpikir sehingga pikiran pembaca terpusat pada persoalan atau inti puisi.

Menurut Rachmat Djoko Pradopo, dalam Pengkajian Fiksi (1990), kontradiksi berarti mengandung pertentangan yang disebabkan oleh paradoks dan atau ironi.

Paradoks adalah gaya bahasa yang menyatakan sesuatu secara berlawanan atau bertentangan. Sedangkan ironi adalah bahasa kiasan yang mengimplikasikan sesuatu yang berbeda, bahkan ada kalanya bertentangan dengan yang sebenarnya dikatakan tersebut.

Nonsense adalah kata-kata yang secara linguistik tidak memiliki arti yang tidak terdapat dalam kamus, tetapi hanya rangkaian bunyi. Menurut Pradopo, dalam puisi, nonsense memiliki makna karena konvensi sastra, misalnya mantra.

  • Penciptaan Arti (creating of meaning)

Menurut Pradopo, penciptaan arti merupakan bentuk visual yang secara linguistik tidak memiliki arti tetapi menimbulkan makna tertentu dalam sajak. Penciptaan arti dalam karya sastra antara lain rima, enjambment, homologues, dan tipografi.

Rima merupakan pengulangan bunyi yang berselang. Rima adalah pola estetika bahasa berdasarkan perulangan suara yang dikeluarkan, dan dirasakan oleh manusia dalam keadaan sadar

Enjambment merupakan sambung-menyambung isi dari dua larik sajak yang berurutan. Enjambement sering digunakan oleh penyair untuk menonjolkan pikiran secara ekspresif sehingga efek kepuitisan semakin tampak pada puisi tersebut.

Homologues adalah persamaan-persamaan posisi dalam bait. Pada puisi terdapat keseimbangan berupa persejajaran antara bait-bait atau antara baris-baris dalam bait.

Tipografi yang terdapat dalam puisi dapat menunjukan beberapa hubungan antara baris yang menepi dengan baris yang menjorok.

Tipografi berfungsi untuk memberi penekanan pada makna yang hendak diungkap oleh panyair.

Pembacaan hermeneutik adalah pembacaan ulang dari awal sampai akhir dengan penafsiran. Pembacaan tersebut merupakan pembacaan berdasarkan sistem semiotik tingkat kedua.

Matriks, Model, dan Varian

Matriks adalah kata-kata yang menjadi kunci penafsiran puisi yang telah dikonkretisasi. Menurut Riffaterre, kata-kata tersebut berhubungan dengan kata-kata lainnya yang ada dalam puisi dan menjadi pusatnya.

Matriks tidak terdapat dalam teks, tetapi teraktualisasi lewat model yang diungkapkan dalam bentuk kiasan-kiasan.

Model-model tersebut akan menentukan bentuk-bentuk varian atau pengembangan yang akan muncul dalam teks.

Hipogram

Karya sastra tidak dapat lepas dari sejarah dan budaya yang melekat padanya. Karya sastra tidak lahir dari kekosongan, melainkan respons dari teks sebelumnya.

Teks dapat diartikan sebagai dunia dan alam yang ada di dalamnya seperti adat istiadat, kebudayaan, film, drama, secara umum adalah teks.

Secara khusus, teks yang menjadi latar penciptaan sebuah karya disebut hipogram. Sedangkan teks yang menyerap dan mentransformasikan hipogram disebut sebagai teks transformasi.

Perlu metode ointerteksual untuk mengkaji hipogram. Menurut Pradopo, untuk mendapatkan makna hakiki tersebut, metode intertekstual dapat dilakukan dengan membandingkan, mensejajarkan, dan mengontraskan sebuah teks transformasi dengan hipogramnya.

https://www.kompas.com/skola/read/2020/11/03/121335669/lapis-makna-dalam-puisi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke