KOMPAS.com - Dalam sejarah bangsa Indonesia pernah terjadi perang yang cukup ganas, yakni Perang Jawa.
Di mana mampu merepotkan Belanda yang menjajah bangsa Indonesia. Perang Jawa berlangsung 1825-1830. Di mana dipimpin oleh Raden Mas Ontowirjo atau disebut Pangeran Diponegoro.
Perang Jawa tersebut berlangsung di sebagian Pulau Jawa. Di mana dari Yogyakarta di pantai selatan hingga perbatasan Banyumas dibagian barat dan Magelang di utara.
Dalam perang Jawa tersebut, Pangeran Diponegoro menyusun perang dengan menggunakan sistem struktur pasukan seperti yang digunakan pasukan militer Turki Utsmani.
Baca juga: Biografi Pangeran Diponegoro, Pemimpin Perang Jawa
Nama berbagai kesatuannya merupakan adaptasi dari nama kesatuan militer Khilafah Utsmani.
Dilansir National Geographic, pada Perang Jawa, laskas Diponegero memakai nama dengan organisasi ala Turki Ustamani, yakni Bulkiya, Barjumuah, Turkiya, Harkiya, Larban, asseran, Pinilih, Surapadah.
Sipuding, Jagir, Suratandang, Jayengan, Suryagama, dan Wanang Prang. Hierarki merupakan kepangkatan beraksen Turki.
Alibasah setera dengan komandan divisi, basah setara komandan brigade, dulah setara komandan batalion, dan seh setara komandan kompi.
Pertama kalinya dalam militer Jawa dikenal kepangkatan seperti itu. Pangeran Diponegara dan para laskarnya bersorban serta mencukur habis rambutnya atau gundul.
Serdadu Hindia Timur bukanlah orang Belanda asli. Pasukan tentara reguler infanteri, kavaleri, arteleri, dan pionir tediri atas orang Eropa dan pribumi.
Baca juga: Keris yang Dikembalikan Belanda Dipastikan Asli Milik Pangeran Diponegoro
Diperkuat Hulptroepen, yang merupakan kesatuan tentara pribumi dari legiun Mangkunegaran, barisan Natapraja, Sumenep, Madura, Pamekasan, Bali, Manado, Gorontalo, Buton, dan Kepulauan Maluku.
Kemudian, Jayeng Sekar, polisi berkuda yang direkrut dari setiap karesidenan. Ini menandakan hubungan Indonesia dengan kekhilafahan Islam di Turki sudah terjalin cukup lama.
Dalam buku Kuasa Ramalan: Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa 1785-1855 (2011) karya Peter Carey, banyak orang Jawa kagum dengan kemaharajaan Turki Ustmani waktu itu sebagai benteng kekuasaan Islam di Timur Tengah dan sebagai pelindung terhadap meluasnya kekuatan Eropa yang Kristen.
Pangeran Diponegoro pernah menyalin sejumlah pangkat dan nama-nama resimen untuk keperluan organisasi militernya. Karena itu pasukan kawal elitenya mengenakan sorban aneka warna dan panji-panji resimen berlambang ular, bulan sabit dan ayat-ayat Al Quran.
Di mana ditata dalam kompi-kompi dengan nama seperti Bulkio, Turkio, dan Arkio.