Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ambisi Nuklir Sukarno di Serpong

Kompas.com - 16/02/2020, 15:00 WIB
Nibras Nada Nailufar

Penulis

KOMPAS.com - Warga Perumahan Batan Indah, Serpong digegerkan paparan radioaktif nuklir.

Belum diketahui pasti sumber paparan itu. Kebocoran dari Pusat Penelitian Tenaga Nuklir Serpong diyakini tak mungkin.

Setengah abad yang lalu sebelum menjadi kawasan padat penduduk, Serpong memang dirancang untuk menjadi salah satu pusat pengembangan nuklir.

Dikutip dari 30 Tahun Indonesia Merdeka (1977), pada 16 Januari 1965, Sukarno meresmikan Pusat Penelitian Nuklir dengan menggunakan reaktor IRI-2000 dari Uni Soviet di Serpong, Tangerang.

Nuklir untuk damai, awalnya...

Pusat Penelitian Nuklir itu adalah buah ambisi perang Sukarno. Saat itu, Sukarno secara terang-terangan menyatakan Indonesia bakal mengembangkan senjata nuklir untuk revolusi.

Baca juga: Paparan Radiasi Radioaktif di Serpong, Ini Komentar Pengamat Iklim

Hal ini terungkap dalam jurnal berjudul When Sukarno Sought the Bomb: Indonesian Nuclear Aspirations in the Mid-1960s yang ditulis Robert M Cornejo, tentara sekaligus peneliti militer AS. Jurnal itu diterbitkan di The Nonproliferation Review pada 2000 silam.

"Di awal 1960-an, Sukarno berusaha menggerakkan Indonesia untuk melakukan revolusi, namun kali ini melawan kolonialisme, neokolonialisme, dan imperialisme (dikenal sebagai NEKOLIM), yang diyakininya sedang dilakukan negara-negara Barat di Asia Tenggara," tulis Cornejo.

Padahal, di tahun 1958, Menteri Luar Negeri Subandrio menyatakan Indonesia tak punya senjata atom atau senjata nuklir.

Subandrio juga mengaku Indonesia tak punya ketertarikan untuk memilikinya.

Indonesia saat itu punya Lembaga Tenaga Atom (LTA). Namun lembaga ini mengawasi dan mengembangkan tenaga nuklir untuk kepentingan energi.

Baca juga: Bapeten Sebut Radiasi Nuklir di Tangsel Berasal dari Limbah Radioaktif

Pada 21 September 1960, Amerika Serikat membantu Indonesia mengembangkan energi atom dengan menjanjikan dana hibah senilai 350.000 dollar AS.

Dana ini digunakan untuk operasional reaktor nuklir yang dibangun di Bandung.

AS juga berjanji memberi tambahan 141.000 dollar AS untuk mendanai risetnya.

Indonesia mengandalkan reaktor TRIGA-Mark II yang dibeli dari AS. Kekuatannya relatif kecil, hanya 250-kilowatt.

Pada 17 Oktober 1964, Indonesia menyaksikan reaksi nuklir pertama di Bandung.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com