Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ambisi Nuklir Sukarno di Serpong

Belum diketahui pasti sumber paparan itu. Kebocoran dari Pusat Penelitian Tenaga Nuklir Serpong diyakini tak mungkin.

Setengah abad yang lalu sebelum menjadi kawasan padat penduduk, Serpong memang dirancang untuk menjadi salah satu pusat pengembangan nuklir.

Dikutip dari 30 Tahun Indonesia Merdeka (1977), pada 16 Januari 1965, Sukarno meresmikan Pusat Penelitian Nuklir dengan menggunakan reaktor IRI-2000 dari Uni Soviet di Serpong, Tangerang.

Nuklir untuk damai, awalnya...

Pusat Penelitian Nuklir itu adalah buah ambisi perang Sukarno. Saat itu, Sukarno secara terang-terangan menyatakan Indonesia bakal mengembangkan senjata nuklir untuk revolusi.

Hal ini terungkap dalam jurnal berjudul When Sukarno Sought the Bomb: Indonesian Nuclear Aspirations in the Mid-1960s yang ditulis Robert M Cornejo, tentara sekaligus peneliti militer AS. Jurnal itu diterbitkan di The Nonproliferation Review pada 2000 silam.

"Di awal 1960-an, Sukarno berusaha menggerakkan Indonesia untuk melakukan revolusi, namun kali ini melawan kolonialisme, neokolonialisme, dan imperialisme (dikenal sebagai NEKOLIM), yang diyakininya sedang dilakukan negara-negara Barat di Asia Tenggara," tulis Cornejo.

Padahal, di tahun 1958, Menteri Luar Negeri Subandrio menyatakan Indonesia tak punya senjata atom atau senjata nuklir.

Subandrio juga mengaku Indonesia tak punya ketertarikan untuk memilikinya.

Indonesia saat itu punya Lembaga Tenaga Atom (LTA). Namun lembaga ini mengawasi dan mengembangkan tenaga nuklir untuk kepentingan energi.

Pada 21 September 1960, Amerika Serikat membantu Indonesia mengembangkan energi atom dengan menjanjikan dana hibah senilai 350.000 dollar AS.

Dana ini digunakan untuk operasional reaktor nuklir yang dibangun di Bandung.

AS juga berjanji memberi tambahan 141.000 dollar AS untuk mendanai risetnya.

Indonesia mengandalkan reaktor TRIGA-Mark II yang dibeli dari AS. Kekuatannya relatif kecil, hanya 250-kilowatt.

Pada 17 Oktober 1964, Indonesia menyaksikan reaksi nuklir pertama di Bandung.

Reaksi nuklir pertama Indonesia

Secara tak sengaja, reaksi nuklir itu terjadi sehari setelah China meledakkan bom atom pertamanya.

Para pejabat Indonesia yang mendengar kabar itu kagum terhadap China. Banyak menteri dari Indonesia menghaturkan selamat kepada pemerintah China.

Menteri Penerangan Roeslan Abdulgani mengatakan kemampuan nuklir China akan membuka mata negara Barat bahwa Asia dan Afrika tak bisa lagi dikuasai mereka.

"Dua faktor yang mungkin menyebabkan respons positif dari Indonesia yakni penyataan pemerintah China soal bom itu dan antusiasme Sukarno terhadap bom atom," tulis Cornejo.

Kemajuan China mendorong Indonesia untuk berbalik arah. Pada November 1964, Sukarno menyatakan dukungan memanfaatkan pengetahuan atomnya untuk revolusi.

Di waktu yang sama, Direktur Pengadaan Senjata Angkatan Darat Brigjen TNI Hartono bahkan menyatakan Indonesia mampu meledakkan bom atom sendiri.

AS, bahkan Australia, menganggap enteng pernyataan Indonesia. Pasalnya, reaktor nuklir yang dimiliki Indonesia terlampau kecil.

Indonesia juga tak punya ahli yang cakap. Lembaga Teknologi Atom saja dipimpin oleh GA Siwabesst, seorang dokter medis.

Berguru ke negeri China

Meski terikat perjanjian dengan AS, Sukarno juga saat itu menjalin hubungan erat dengan Uni Soviet.

Soviet bersedia membantu Indonesia mengembangkan tenaga nuklirnya. Pusat Penelitian Nuklir pun mulai didirikan di Serpong pada Januari 1965.

Sukarno juga beralih ke China. Saat itu, Indonesia bersahabat baik dengan China lewat Poros Jakarta-Peking.

New York Times melaporkan China melatih para insinyur Indonesia. Pada Februari 1965, Hartono mengumumkan 200 ilmuwan nuklir Indonesia sedang menguji bom atom.

Mereka rencananya akan merilis bom atomnya pada 5 Oktober, bertepatan dengan HUT ABRI.

Lembaga Teknologi Atom dinaikkan menjadi setingkat kementerian, berubah nama menjadi Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN).

"Sudah kehendak Tuhan, Indonesia akan segera memproduksi bom atomnya sendiri," kata Sukarno dalam pidato di Bandung pada 24 Juli 1965.

Ambisi Sukarno dipadamkan G30S

Alasan Sukarno sangat antusias mengembangkan senjata nuklir dan bom atom yakni pengaruh Barat di Asia Tenggara.

Sukarno saat itu menentang kemerdekaan Malaysia yang disokong oleh penjajahnya, Inggris. Ia khawatir Malaysia akan dijadikan pangkalan militer oleh Inggris.

"Ganyang Malaysia!" adalah semboyan yang tak henti-hentinya disampaikan Sukarno.

Selain itu, kedatangan tentara AS ke Vietnam, juga mengkhawatirkan Sukarno akan model penjajahan baru atau neokolonialisme.

Namun sebelum bom atom impiannya terwujud, Sukarno didera prahara G30S dan lengser pada 1966.

AS tetap melanjutkan dukungannya bagi Indonesia. Di bawah Soeharto, tenaga nuklir dikembangkan untuk kepentingan energi.

Mimpi bom atom dan senjata nuklir Indonesia pun terkubur bersama Sukarno.

 

https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/16/150045669/ambisi-nuklir-sukarno-di-serpong

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke