Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tritura: Latar Belakang, Isi, dan Dampaknya

Kompas.com - 06/02/2020, 15:30 WIB
Nibras Nada Nailufar

Penulis

KOMPAS.com - Demonstrasi 1998 yang menggulingkan Presiden Soeharto, bukanlah demonstrasi mahasiswa besar-besaran yang pertama.

Tiga dekade sebelum itu, ada Tritura atau Tri Tuntutan Rakyat. Sama seperti demo 1998, Tritura juga menjadi tonggak sejarah bangsa Indonesia.

Tritura menjadi titik pergantian rezim, dari Orde Lama ke Orde Baru. Berikut sejarah singkat Tritura:

Latar belakang Tritura

Kondisi Indonesia di tahun 1960-an sangat bergejolak. Presiden Soekarno memposisikan Indonesia berlawanan dengan negara-negara barat.

Sikap anti neo-kolonialisme dan neo-imperialisme menyebabkan Indonesia kehilangan dukungan dari luar negeri di bidang politik maupun ekonomi.

Sejarawan Asvi Warman Adam dalam Bung Karno Dibunuh Tiga Kali? (2010) menjelaskan, saat itu harga membumbung tinggi.

Baca juga: Supersemar Lemahkan Soekarno, Wibawa Pemimpin Besar Revolusi Meredup

Inflasi per tahun mencapai 600 persen lebih pada tahun 1966.

"Bahkan Presiden Soekarno harus menunjuk seorang menteri penurunan harga, Hadely Hasibuan, meskipun tidak berhasil melakukan tugasnya," tulis Asvi.

Puncaknya pada 1965, ketika Gerakan 30 September (G30S) meletus. Partai Komunis Inonesia (PKI) yang dekat dengan Soekarno dituduh bertanggung jawab atas pembunuhan tujuh jenderal TNI.

Situasi politik makin kacau. Sentimen anti-PKI dan anti-Soekarno berkembang.

Memasuki tahun 1966, rakyat dan mahasiswa menggelar demonstrasi memprotes Soekarno yang tak banyak berbuat saat itu.

Isi Tritura

KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia), KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia), dan kesatuan-kesatuan aksi lainnya (KABI, KASI, KAWI, KAGI) yang tergabung dalam Front Pancasila, berunjuk rasa di halaman gedung DPR-GR pada tanggal 12 Januari 1966.

Baca juga: Ribuan Demonstran Turun Jalan, Kenapa Gerakan Mahasiswa Selalu Terdepan?

Mereka menuntut tiga hal yang dikenal dengan Tritura. Isi Tritura yakni:

  • Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI)
  • Pembersihan Kabinat Dwikora dari unsur-unsur yang terlibat G30S
  • Penurunan harga

Soekarno tak memenuhi tuntutan aksi ini. Ia dan para menterinya menganggap aksi ini hanya berusaha 'Membelokkan jalannya revolusi kita ke kanan'.

Maka unjuk rasa terus terjadi dan meluas. Harian Kompas pada Januari 1966 mencatat, para mahasiswa konsekuen dengan tuntutannya.

Mengenang Arief Rachman Hakim...

Aksi Tritura juga memakan korban. Dikutip dari buku Sejarah Perjuangan TNI Angkatan Darat yang disusun oleh Dinas Sejarah Militer Angkatan Darat, kesatuan aksi pemuda dan mahasiswa saat itu menilai Presiden Soekarno sebagai pemerintah Orde Lama harus ditumbangkan.

Gerakan menentang Orde Lama mencapai puncaknya pada saat pelantikan Kabinet Dwikora pada 24 Februari 1966.

Baca juga: Tiga Kontroversi di Balik Supersemar 11 Maret 1966

Kabinet Dwikora (Kabinet ke-21) dilantik Soekarno dan berisi 100 menteri. Upaya ini dilakukan Soekarno untuk meredam tuntutan rakyat.

Mahasiwa melakukan boikot dengan melakukan aksi kempes ban di jalan menuju Istana Negara, memprotes dan menentang pelantikan kabinet.

Mahasiswa dan pelajar juga menuding Soekarno meremehkan tuntutan rakyat dengan perintah-perintah untuk meningkatkan perjuangan menentang Malaysia dan persiapan pelaksanaan Conference of The New Emerging Forces (CONEFO).

CONEFO merupakan gagasan Presiden Soekarno untuk membentuk suatu kekuatan blok baru yang beranggotakan negara-negara berkembang untuk menyaingi dua kekuatan blok sebelumnya, blok Uni Soviet dan blok Amerika Serikat.

Aksi ini dihadang oleh Pasukan Cakrabirawa, pasukan pengawal Presiden yang bertanggung jawab atas Peristiwa G30S.

Baca juga: Seputar G30S/ PKI (1): Sejarah yang Kita Kenal, Fakta atau Rekayasa?

Penghadangan itu berbuah menjadi bentrok. Mahasiswa tingkat empat Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Arief Rachman Hakim gugur dalam bentrok itu.

Ia tertembak dan menghembuskan nafas terakhirnya di tengah perjalanan menuju RSPAD Gatot Subroto.

Keesokan harinya, 25 Februari 1966, berdasarkan keputusan Pangliman Komando Ganyang Malaysia (Kogam) Presiden Soekarno, KAMI dibubarkan.

Mahasiswa, pelajar, dan rakyat dibuat makin gusar akan pembubaran KAMI. Mereka terus maju dan melawan.

Mahasiswa Bandung mengeluarkan "Ikrar Keadilan dan Kebenaran" yang memprotes pembubaran KAMI.

Perjuangan KAMI dilanjutkan dengan munculnya masa Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI). Mahasiswa juga membentuk Resimen Arief Rachman Hakim.

Situasi makin memanas. Universitas Indonesia terpaksa menutup operasionalnya pada 3 Maret 1966.

Dampak Tritura

Puncaknya pada 11 Maret 1966. Demonstrasi mahasiswa secara besar-besaran kembali terjadi di depan Istana Negara.

Demonstrasi ini mendapat dukungan dari tentara. Mahasiswa mengepung Istana Kepresidenan dan menuntut Tritura yang salah satunya meminta pembubaran PKI.

Baca juga: Seputar G30S/ PKI (3): Benarkah CIA Terlibat di Balik Peristiwa 1965?

Tidak hanya mahasiswa yang mengepung Istana, sejumlah tentara tidak dikenal juga disebut mengelilingi Istana Kepresidenan.

"Diakui oleh Kemal Idris bahwa itu pasukan Kostrad yang dia pimpin, bergabung dengan mahasiswa. Jadi demonya bukan demo yang murni lagi," kata Asvi Warman Adam ketika diwawancarai Kompas.com pada 2016 lalu.

Menurut Asvi, tentara ikut mendukung mahasiswa menuntut pembubaran PKI karena beranggapan bahwa PKI itu berada di balik G30S.

Letnan Jenderal Soeharto pun meminta agar Soekarno memberikan surat perintah untuk mengatasi konflik.

Surat perintah itu dikenal sebagai Supersemar. Kelak, Supersemar menjadi pembuka jalan naiknya Soeharto menjadi presiden selama 32 tahun.

Baca juga: Masih Jadi Kontroversi, Ini 4 Pertanyaan Seputar Supersemar...

 

(Sumber: Kompas.com/Kristian Erdianto | Editor: Bayu Galih)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com