Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biografi Soepomo, Perumus UUD 1945

Kompas.com - 06/12/2019, 15:59 WIB
Nibras Nada Nailufar

Penulis

Di sisi lain, profesinya sebagai hakim membuatnya dilematis. Saat itu, Pemerintah Kolonial Belanda memberlakukan serangkaian aturan yang melarang orang berkumpul dan berserikat dalam kegiatan politik.

Sejumlah tokoh nasional pernah dijebloskan ke penjara karena aturan-aturan ini. Soekarno pernah masuk penjara Sukamiskin, Bandung hingga Ende dan Bengkulu.

Begitu pula Hatta, Sutan Syahrir, Amir Syarifuddin, Sayuti Melik, dan banyak nama lainnya.

Soepomo yang dalam hati mendukung pergerakan yang dilakukan para tokoh, terikat pada pekerjaannya sebagai pegawai pemerintahan.

Baca juga: Ende, Tempat Soekarno Merenungkan Pancasila

Sebagai hakim, ia harus menjatuhkan hukuman yang dibuat Belanda kepada saudara sebangsanya sendiri.

Soepomo berusaha membantu perjuangan dengan cara memberi saran kepada para pejuang untuk bertemu secara sembunyi-sembunyi. Ia juga kerap mendebat aparat polisi yang menangkap pejuang.

BPUPKI lalu PPKI

Memasuki masa pendudukan Jepang pada 1942, Soepomo melakoni peran baru sebagai Mahkamah Agung (Saikoo Hoin) dan anggota Panitia Hukum dan Tata Negara.

Setahun kemudian, ia diangkat menjadi Kepala Departemen Kehakiman (Shijobuco). Soepomo menerima pekerjaan itu karena di era pendudukan Jepang, para pejuang memilih tak melawan dan kooperatif dengan militer Jepang yang keras.

Jepang yang awalnya diharapkan sebagai saudara dari Timur yang akan membebaskan Indonesia dari penjajahan, malah membuat kehidupan rakyat makin terpuruk.

Baca juga: Benarkah Indonesia Dijajah Belanda Selama 350 Tahun?

Kebijakan Jepang yang asal-asalan membuat rakyat hidup sengsara dan kelaparan. Rakyat terus menagih janji Jepang untuk memberikan kemerdekaan Indonesia.

Perang Dunia Kedua yang menghimpit Jepang pada 1944, mengkhawatirkan banyak pihak termasuk Soepomo. Para tokoh pergerakan khawatir Jepang batal memberikan kemerdekaan yang dijanjikan.

Jepang tak bisa berkelit. Untuk melunasi janjinya, mereka membentuk satu badan yang bertugas mempersiapkan dan merancang berdirinya negara yang merdeka dan berdaulat.

Pada 26 April 1945, badan itu, Dokoritsu Zyumbi Coosakai atau Badan Penyelidik Usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), dibentuk.

Soepomo, bersama Bung Karno, Bung Hatta, AA Maramis, Abdul Wahid Hasyim, dan Moh Yamin direkrut ke dalamnya.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: PPKI Mulai Bekerja Siapkan Kemerdekaan RI

Masing-masing mengemukakan pendapatnya soal pemikiran untuk menjadi dasar negara. Soepomo, pada 31 Mei 1945, mengajukan lima prinsip.

Kelima prinsip sebagai dasar negara itu adalah persatuan, mufakat dan demokrasi, keadilan sosial, serta kekeluargaan, dan musyawarah.

Soepomo juga menyampaikan konsep negara kesatuan untuk diberlakukan di Indonesia. Hasil pemikiran para tokoh itu disahkan menjadi Piagam Djakarta pada 22 Juni 1945.

Untuk agenda selanjutnya, perumusan undang-undang dasar, BPUPKI digantikan dengan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Menjadi menteri

Kekalahan Jepang pada Agustus 1945 mendorong Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus. Keesokan harinya, PPKI menggelar sidang.

Baca juga: Saat Sutan Syahrir Mendengar Berita soal Kekalahan Jepang dari Sekutu pada 10 Agustus 1945...

Sidang itu menetapkan Undang-undang Dasar 1945 sebagai konstitusi negara serta menetapkan Soekarno dan Hatta sebagai presiden dan wakil presiden.

PPKI juga membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan Badan Keamanan Rakyat (BKR). PPKI dibubarkan dan anggotanya masuk ke KNIP.

Kemudian pada 19 Agustus 1945, Soekarno membentuk kabinet yang terdiri dari 16 menteri. Soepomo diangkat sebagai Menteri Kehakiman.

Penunjukan itu dilakukan Soekarno karena yakin terhadap kecakapan Soepomo di bidang hukum. Soepomo menjadi Menteri Kehakiman pertama RI.

Baca juga: Kronik KUHP: Seabad di Bawah Bayang Hukum Kolonial

Salah satu tugas penting Soepomo yakni merumuskan aturan hukum. Ia bercita-cita Indonesia bisa punya kodifikasi hukum sendiri alih-alih mengadopsi hukum Belanda. Kodifikasi hukum ini, seperti keinginan Soepomo, berasal dari hukum adat Indonesia.

Sayangnya, hingga saat ini, hukum yang dibukukan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), masih sebagian besar menganut kodifikasi era kolonial Hindia Belanda.

Indonesia berganti-ganti bentuk

Di awal kemerdekaannya, bentuk negara serta pemerintahan Indonesia kerap berubah-ubah.

Pada 14 November 1945, Indonesia berubah bentuk dari sistem presidensil menjadi pemisahan kepala negara dengan kepala pemerintahan.

Baca juga: 6 Kejadian Unik Saat Upacara Hari Kemerdekaan 17 Agustus

Presiden Soekarno menjadi kepala negara, sementara kepala pemerintahan di tangan Perdana Menteri Sutan Syahrir.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com