Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Realitas Masyarakat Maya

KOMPAS.com- Coba kita amati perilaku seseorang dalam media sosial. Seseorang itu bisa jadi aktif di semua media sosial.

Seolah hampir setiap saat, waktunya dihabiskan dengan bermain di media sosial, mungkin kita menyimpulkan begitu.

Namun, dalam keseharian bisa jadi seseorang itu justru pendiam dalam kehidupan nyatanya. Ia hanya ramai di media sosial, tetapi pendiam di kehidupan nyata.

Hal ini merupakan salah satu contoh konkret fenomena masyarakat maya. Adapun beberapa realitas masyarakat maya yang bisa dikemukakan dalam bagian ini antara lain:

  • Bermain topeng

Dunia virtual adalah dunia di mana seseorang bisa memakai topeng sesuai keinginannya.

Dalam dunia nyata keberadaan seseorang bisa dilihat manusia, sementara itu jika seseorang sudah berada dalam dunia maya ia tidak mudah untuk di lihat oleh manusia.

Oleh karena itu, saat manusia berada dalam masyarakat maya ia sebenarnya sedang memakai topeng.

Topeng ini berfungsi untuk menutupi keadaan sesungguhnya. Dalam dunia ini, orang bisa berpura-pura alim, bijak, sedih, gembira, pintar, cerdas, empati, dan lain lain.

Pura-pura itu akan bisa diselesaikan dengan kebutuhan situasi dan kondisi pada kalanya seseorang bringas, tetapi ada kalanya mencerminkan jadinya alim.  

  • Miskinnya tatap muka 

Salah satu alasan mengapa menjadi anggota masyarakat maya, karena alasan akses kemudahan berkomunikasi, sebut saja miskinnya komunikasi tatap muka dalam masyarakat maya.

Seorang ahli mengatakan bahwa kebutuhan untuk bertemu dengan orang lain karena difasilitasi dengan mudah oleh dunia maya.

Seseorang tidak lagi menempuh jarak yang jauh hanya untuk bertemu dengan keluarga, misalnya ia dapat memasuki dunia maya seperti video call di sana mereka bisa saling bertemu.

Mereka bisa saling berbagi cerita dan meluapkan perasaan masing-masing.

  • Budaya narsisme 

Narsisme adalah perasaan cinta pada diri sendiri yang berlebihan. Dalam istilah sekarang orang disebut narsis karena perilaku yang memperhatikan diri sendiri secara berlebihan.

Secara sederhana juga bisa diartikan sebagai orang yang senang pamer atau menunjukkan dirinya sendiri agar diketahui orang lain.

Foto narsis berarti juga foto yang di unggah di media sosial dan berharap diketahui orang lain, maka dari itu orang tersebut dijuluki narsis.

Narsis tidak harus dengan foto, bisa juga tulisan atau barangkali komentar dalam media sosial.

Dalam masyarakat nyata, narsis bisa menunjuk pada mereka yang hanya mengagumi kemampuan dirinya dan tidak mengakui kelebihan orang lain dalam perilaku yang kelewat batas. 

  • Budaya selalu terhubung 

Akibat dampak dari masyarakat maya, manusia dianggap tidak hanya ingin terpana pada kemajuan teknologi. Tetapi ingin menjadi bagian dari teknologi itu sendiri.

Selalu terhubung, menjadi ciri manusia modern dalam masyarakat maya. Selalu terhubung bisa dilihat dari kecenderungan manusia untuk selalu berbagi lewat postingan.

Postingan ini tujuannya untuk diliat orang lain. 

  • Budaya komentar 

Budaya komentar telah mendorong manusia untuk eksis dalam masyarakat maya.

Tak sedikit komentar itu berbobot, tetapi lebih banyak yang bersifat sampah. Jarang ada yang menulis komentar dengan memberikan data cepat dalam argumentasi.

Masyarakat maya telah mendorong individu menjadi masyarakat yang suka mengomentasi saja.

Komentar tentu lebih enak dibanding yang mengerjakan, kita memang masih berada dalam budaya komentar, bukan budaya kerja. 

Referensi:

  • Nurudin. 2018. Perkembangan Teknologi Komunikasi. Depok: Rajawali Press.
  • Ariesanti Alia, Amelia Indah,dkk. 2021. Realitas Masyarakat dalam Potret Netnografi. Malang: Penerbit Peneleh

https://www.kompas.com/skola/read/2023/06/20/060000769/realitas-masyarakat-maya-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke