Oleh: Rina Kastori, Guru SMPN 7 Muaro Jambi, Provinsi Jambi
KOMPAS.com - Kehidupan masyarakat Indonesia pada masa Demokrasi Parlementer belum mencapai kestabilan secara nasional.
Persaingan partai politik menyebabkan pergantian kabinet terus terjadi.
Selain itu, Dewan Konstituante hasil pemilu tahun 1955 ternyata tidak berhasil melaksanakan tugasnya menyusun UUD baru bagi Indonesia. Karena adanya perbedaan pandangan tentang dasar negara.
Anggota Dewan Konstituante dari PNI, PKRI, Permai, Parkindo, dan partai lain yang sehaluan, mengajukan Pancasila sebagai dasar negara.
Sedangkan Masyumi, NU, PSII dan partai lain yang sehaluan, mengajukan dasar negara Islam.
Dalam upaya menyelesaikan perbedaan pendapat, kelompok Islam mengusulkan kepada pendukung Pancasila tentang kemungkinan dimasukannya nilai Islam ke Pancasila.
Lebih tepatnya, usulan itu dimasukkan ke dalam Piagam Jakarta 22 Juni 1945 sebagai pembukaan undang-undang dasar yang baru.
Namun, usulan itu ditolak oleh pendukung Pancasila, dan membuat kondisi negara makin tidak stabil.
Dalam rangka mengatasi permasalahan tersebut, muncul gagasan untuk melaksanakan model pemerintahan Demokrasi Terpimpin, dan kembali pada UUD 1945.
Isi Dekrit Presiden
Pada 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang dikenal sebagai Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Isinya adalah:
Berlakunya kembali UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959 diterima baik oleh rakyat Indonesia.
Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, berakhirlah masa Demokrasi Parlementer, dan digantikan dengan Demokrasi Terpimpin.
Demikian pula mulai saat itu, sistem kabinet parlementer ditinggalkan dan diganti menjadi kabinet presidensial.
Suka baca tulisan-tulisan seperti ini? Bantu kami meningkatkan kualitas dengan mengisi survei Manfaat Kolom Skola
https://www.kompas.com/skola/read/2022/11/15/140000369/mengenal-dekrit-presiden-5-juli-1959