Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Materi Belajar dari Rumah TVRI 15 Juli 2020 Kelas 4-6 SD

KOMPAS.com - Belajar dari Rumah TVRI SD Kelas 4-6 15 Juli 2020 membahas tentang Budaya Jawa Tengah. Berikut ini materi Belajar dari Rumah yang tayang di TVRI pada 15 Juli 2020 untuk SD Kelas 4-6:

Asal-usul Magelang, cerita rakyat Jawa Tengah

Pada waktu lampau, seorang pangeran dari Kesultanan Mataram bertarung sengit melawan Raja Jin yang berdiam di hutan-hutan lebat Kedu. Pertarungan sengit itu menjadi bagian dari kisah asal mula munculnya nama Magelang.

Ketika Sultan Hadiwijaya, penguasa Kesultanan Pajang wafat, anak angkatnya yang bernama Raden Sutawijaya menggantikan kedudukannya. Pusat pemerintahan dipindahkan dari Pajang ke Mataram. Raden Sutawijaya memerintah dengan gelar Panembahan Senopati ing Alogo. Setelah Mataram tumbuh menjadi kota yang semakin ramai, Panembahan Senopati mulai memikirkan untuk memperluas wilayah kekuasaannya. Panembahan Senopati berencana membuka hutan Kedu, sebuah hutan lebat yang berada di sebelah barat sungai Progo. Raden Purbaya, putra dari Panembahan Senopati, diberi mandat untuk melakukan tugas itu. Panembahan Senopati memberi bekal sebuah pusaka yang bernama tombak Kyai Pleret.

Dengan membawa sepasukan prajurit khusus yang sudah berpengalaman, Raden Purbaya memasuki hutan Kedu yang lebat sekaligus terkenal angker. Ketika semakin mendekat di hutan Kedu, Raden Purbaya dan pasukannya dikejutkan sesosok jin berwajah seram dan tubuhnya sangat besar.

Jin bertanya siapa mereka dan tujuan kedatangan mereka. Pangeran Purbaya memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan kedatangan mereka, yaitu Panembahan Senopati memberikan mandat untuk membuka hutan Kedu sebagai perkampungan. Jin Sepanjang yang tinggal ribuan tahun di hutan itu tidak suka terusik dan mengerahkan pasukan untuk menghalangi. Tetapi Raden Purbaya tetap menjalankan mandat dari Panembahan Senopati.

Pertarungan itu tidak terelakan. Berbekal senjata pusaka tombak Kyai Pleret, Raden Purbaya bertarung melawan Raja Jin penguasa hutan Kedu. Pertarungan sengit juga terjadi ketika pasukan Jin menyerbu pasukan berkuda Raden Purbaya. Hasilnya, raja jin semakin terdesak. Raja jin melarikan diri dan mengancam akan menuntut balas.

Setelah berhasil mengatasi masalah dengan raja jin dan pasukannya, Raden Purbay memimpin pasukannya membuka hutan Kedu. Kemudian sebagian dari hutan Kedu menjadi sebuah desa kecil yang sangat subur. Banyak warga berdatangan untuk menetap di desa baru itu. Di antara yang menetap di desa baru itu adalah Kyai Keramat beserta istrinya, Nyai bogem, dan anaknya, Roro Rambat.

Roro Rambat menikah dengan salah satu perwira Mataram yang bernama Raden Kuning dengan pesta sangat meriah. Kemeriahan pesta menarik perhatian raja jin yang sedang mencari jalan membalas dendam. Raja jin mengubah dirinya menjadi manusia. Setelah pesta pernikahan usai, raja jin mengaku bernama Sonta, seorang pengelana yang ingin mengadu nasib dan ingin bekerja di rumah Kyai Keramat. Kyai Keramat mengijinkannya.

Ketika malam tiba, dari mulut Sonta mengeluarkan asap putih tipis. Asap putih itu menyebar ke penjuru desa. Beberapa warga desa dan prajurit terserang penyakit mendadak lalu meninggal. Raden Purbaya sangat heran dengan penyakit aneh yang menyerang warga desa dan prajuritnya. Setelah memerintahkan untuk meningkatkan kewaspadaan, ia ke Mataram menghadap ayahnya, Panembahan Senopati, untuk melaporkan masalah.

Panembahan Senopati sangat terkejut. Ia pun bersemedi memohon petunjuk kepada Yang Maha Kuasa. Karena masalah di luar jangkauan manusia hanya bisa dipasrahkan kepada Yang Maha Kuasa. Esoknya Panembahan Senopati menjelaskan wabah penyakit aneh itu disebabkan raja Jin yang menyamar menjadi pembantu di rumah Kyai Keramat. Secepatnya Raden Purbaya kembali, menemui Kiai Kramat dan menyampaikan penyebab wabah penyakit aneh itu. Kyai Keramat marah. Sonta si penjelmaan raja jin mendengar percakapan mereka dan segera melarikan diri. Kyai Kramat mengejar meski dicegah Raden Purbaya.

Kyai Keramat yang sangat marah bertarung dengan Sonta yang telah berubah wujud aslinya. Tetapi kesaktian raja jin di atas Kyai keramat. Ketika Raden Purbaya beserta pasukannya datang, mereka menemukan jenazah Kyai Keramat. Nyai Bogem sangat sedih suaminya meninggal. Tempat dimakamkannya Kyai Keramat kelak dikenal sebagai Desa Keramat. Nyai Bogem memburu raja jin dan terjadi pertarungan. Sayangnya, Nyai Bogem tewas di tangan raja jin. Tempat dimakamkannya Nyai Bogem di kemudian hari dikenal sebagai Desa bogeman.

Melihat makin banyak korban, Raden Purbaya memanggil Tumenggung Mertoyudo dan memerintahkannya untuk melacak keberadaan raja jin. Mereka melihat raja jin itu di bawah sebuah pohon besar. Pertarungan sengit terjadi. Ketika Raden Purbaya dan pasukannya tiba, Tumenggung Wirayuda telah meninggal. Tempat dimakamkannya Tumenggung Mertoyudo itu kemudian dikenal dengan nama Desa Mertoyudo.

Raden Purbaya mempercepat pengejaran terhadap raja jin. Raden Purbaya menemukan cara. Ia memerintahkan para prajurit bergerak melingkar seperti gelang mengepung hutan tempat raja jin itu. Strategi itu berhasil. Raja jin tidak memiliki kesempatan melarikan diri. Raden Purbaya yang lebih sakti berhasil menembus raja jin dengan tombak Kyai Pleret. Tubuh raja Jin perlahan-lahan menguap dan hilang ke udara.

Keberhasilan Raden Purbaya menggunakan strategi gelang untuk menangkap raja jin Sepanjang itu membuat keseluruhan wilayah kelak disebut dengan nama Magelang.

Pakaian adat Jawa Tengah

Tomi dan Mona memperkenalkan pakaian adat dari Jawa Tengah. Mona memakai pakaian adat perempuan, yaitu bawahan kain batik lipat depan, atasan kebaya, lampirkan selendang di bahu, pasang konde di rambut Mona, dan sandal bakiak atau kayu.

Tomi mengenakan pakaian adat laki-laki, yaitu celana panjang sebagai bawahan, memasang kain batik yang dilipat, atasan baju beskap, blangkon sebagai penutup kepala, dan selop sebagai alas kaki.

Cublak-cublak suweng

Berikut ini lirik lagu daerah Jawa Tengah yang berjudul Cublak-cublak Suweng: 

Cublak-cublak suweng (tempat anting perhiasan wanita Jawa)
Suweng e teng gelenter (anting perhiasan yang berserakan)
Mambu ketundung gudel (baunya dituju ke anak kerbau)
Pak empong lera lere (bapak yang ompong menengok kanan kiri)
Sopo ngguyu ndelikake (siapa yang tertawa dia yang menyembunyikan)
Sir sir pong dhele kopong (hati nurani, kedelai kosong tanpa isi)

Lir Ilir, lagu daerah Jawa Tengah

Berikut ini lirik lagu daerah Jawa Tengah yang berjudul Lir Ilir (Bangunlah):

Lir ilir lir ilir (bangunlah, bangunlah)
Tandure wes sumilir (tanaman sudah bersemi)
Tak ijo royo royo (demikian menghijau)
Tak sengguh panganten anyar (bagaikan pengantin baru)
Cah angon cah angon (Anak gembala, Anak Gembala)
penekno blimbing kuwi (panjatlah pohon belimbing itu)
Lunyu lunyu penekno (biar licin dan susah tetaplah kau panjat)
kanggo mbasuh dodotiro (untuk membasuh pakaianmu)
Dodotiro dodotiro (pakaianmu, pakaianmu)
kumitir bedah ing pinggir (pakaianmu terkoyak-koyak di bagian samping)
Dondomono, jlumatono (jahitlah, benahilah)
kanggo seba mengko sore (untuk menghadap nanti sore)
Mumpung padhang rembulane (mumpung Bulan bersinar terang)
Mumpung jembar kalangane (mumpung banyak waktu luang)
Yo sorak o sorak hore! (bersoraklah dengan sorakan hore!)

https://www.kompas.com/skola/read/2020/07/15/081008469/materi-belajar-dari-rumah-tvri-15-juli-2020-kelas-4-6-sd

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke