Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benarkah Nyamuk Wolbachia Sebabkan Japanese Encephalitis?

Kompas.com - 22/11/2023, 11:00 WIB
Usi Sulastri,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Berita mengenai niat Kementerian Kesehatan untuk melepaskan nyamuk Wolbachia di sejumlah daerah di Bali menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat Indonesia.

Terkait salah satu upaya yang tengah dilakukan oleh pemerintah ini, banyak rumor yang beredar.

Baca juga: Bagaimana Dampak Gigitan Nyamuk Wolbachia?

Sebagian orang percaya bahwa nyamuk yang mengandung bakteri Wolbachia dapat menjadi penyebab Japanese Encephalitis.

Lantas, benarkah nyamuk Wolbachia ada hubungannya dengan Japanese Encephalitis?

Namun, sebelum itu kita akan membahas terlebih dahulu apa sebenarnya Japanese Encephalitis ini.

Japanese Encephalitis berasal dari nyamuk Culex

Dilansir dari Kementerian Kesehatan, Selasa (21/11/2023), menyebutkan bahwa Japanese Encephalitis (JE) adalah penyakit inflamasi otak (ensefalitis) yang disebabkan oleh virus JE.

Manusia dapat terjangkit virus JE karena penyakit ini bersumber dari binatang (zoonosis) dan ditularkan melalui vektor penyebar virus JE, yakni nyamuk Culex yang terinfeksi virus JE.

Nyamuk Culex umumnya ditemukan di sekitar lingkungan rumah seperti area persawahan, kolam, atau selokan yang sering tergenang air.

Baca juga: Mengenal Nyamuk Wolbachia, Dinilai Efektif Basmi DBD

Nyamuk Culex bersifat antrosoofilik yang berarti mereka tidak hanya menghisap darah dari binatang tetapi juga dari manusia.

Oleh karena itu, penularan JE terjadi melalui gigitan nyamuk dapat menyebabkan penularan dari hewan ke manusia.

Gejala ensefalitis biasanya muncul dalam rentang waktu 4-14 hari setelah gigitan nyamuk (inkubasi).

Gejala utama berupa demam tinggi yang tiba-tiba, perubahan status mental, gejala gastrointestinal, sakit kepala, dan perlahan-lahan disertai gangguan bicara, berjalan, gerakan involunter ekstremitas, atau disfungsi motorik lainnya.

Pada anak-anak, gejala awal meliputi demam, iritabilitas, muntah, diare, dan kejang, yang terjadi pada 75 persen kasus anak.

Sementara pada dewasa, keluhan utama meliputi sakit kepala dan gejala peningkatan tekanan intrakranial.

Wolbachia tidak sebabkan Japanese Encephalitis

Prof DR Adi Utarini, peneliti bakteri wolbachia dan demam berdarah memberikan penjelasan mengenai hal ini dalam webinar yang diselenggarakan oleh PB IDI dengan tema "Mengenal Wolbachia dan Fungsinya untuk Mencegah Demam Berdarah" pada Senin (20/11/2023).

Baca juga: Inovasi Baru Cegah Penyebaran DBD dengan Wolbachia, Apa Itu?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com