KOMPAS.com - Bulan ternyata bergerak terus menjauh dari Bumi sejak 2,5 miliar tahun yang lalu. Hal ini dibuktikan dengan oleh panel reflektif yang dipasang oleh NASA pada tahun 1969 dalam misi Apollo.
Alat ini menunjukkan bahwa Bulan bergerak menjauhi Bumi sebanyak 3,8 sentimeter setiap tahunnya.
Para ahli menjelaskan bahwa peristiwa menjauhnya Bulan dari Bumi bukan karena ulah manusia, melainkan dampaknya bisa berpengaruh pada kehidupan manusia di Bumi.
Peristiwa ini diduga merupakan hasil dari gaya tarik menarik antara Bumi dan Bulan.
Seperti yang kita ketahui, baik Bumi dan Bulan memiliki gaya gravitasi masing-masing. Dampak dari gravitasi ini yang banyak kita ketahui adalah menyebabkan pasang surut air laut.
Baca juga: Kenapa Bulan Disebut sebagai Satelit Alami? Ini Penjelasannya
Selain itu, gaya tarik menarik dari gravitasi Bulan dan Bumi ini juga berpengaruh terhadap kemiringan poros Bumi dan mempercepat rotasi Bumi.
Para ahli memperhitungkan bahwa gaya tarik menarik tersebut juga membuat Bulan seperti dipukul mundur ketika air laut pasang dan lebih tinggi dari permukaan air laut. Konsep ini digambarkan seperti tarik tambang.
Jarak 3,8 cm mungkin tidak akan terasa signifikan, tetapi jika jarak ini terakumulasi, dampak yang dirasakan juga akan semakin nyata.
Efek yang paling nyata adalah pasang surut air laut dan perubahan iklim.
Jika Bulan menjauh dari Bumi, gaya yang menarik air laut akan berkurang, sehingga pasang surut air laut akan jauh berkurang.
Baca juga: Korea Selatan Luncurkan Misi Pertama ke Bulan, Apa yang Dipelajari?
Air laut mungkin tetap akan bergerak, tetapi pergerakannya akan lemah dan minimal. Sedangkan pengaruhnya pada iklim adalah berkaitan dengan kemiringan poros Bumi.
Saat ini Bumi berada pada kemiringan 23,5 derajat pada porosnya karena Bulan membantu mengunci posisi Bumi pada sudut ini.
Jika Bulan menjauh, risikonya adalah Bumi kehilangan stabilitasnya dan mungkin berubah porosnya.
Dampaknya adalah akan mengubah musim di Bumi serta kondisi kehidupan yang dialami oleh penduduk Bumi.
Baca juga: Misi Artemis ke Bulan, NASA dan ESA Akan Kirim Astronot Eropa Pertama
Pada tahun 1972, ahli geologis dari Australia, A. F. Trendall, mengemukakan teori yang bernama “siklus Milankovitch” berdasarkan penelitiannya mengamati lapisan batuan sedimen Bumi.
Siklus ini menjelaskan bagaimana besarnya dampak yang dihasilkan jika sudut kemiringan Bumi dan bentuk orbit Bumi berubah walaupun sedikit saja.
Teori ini disebut siklus karena diyakini perubahan kedua hal tersebut terjadi setiap 400.000, 100.000, 41.000, dan 21.000 tahun.
Perubahan iklim paling ekstrem yang mungkin terjadi adalah terjadinya iklim yang sangat dingin atau justru iklim yang sangat panas.
Baca juga: Persiapan Misi ke Bulan, Nasa Cari Toilet untuk Astronotnya
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.