Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sindrom Genetik Langka Ditemukan di Kerangka Berusia 1000 Tahun

Kompas.com - 30/08/2022, 20:32 WIB
Monika Novena,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sebuah temuan menarik diungkap oleh peneliti. Mereka berhasil menemukan keberadaan sindrom genetik langka yang disebut sindrom Klinefelter di kerangka manusia berusia 1000 tahun yang digali dari sebuah situs arkeologi di Portugal.

Temuan sindrom genetik langka pada kerangka manusia berusia ribuan tahun ini pun menjadi temuan yang tertua.

Sindrom Klinefelter memang langka karena hanya terjadi pada sekitar satu dari setiap seribu kelahiran bayi laki-laki, di mana kondisi individu yang dilahirkan dengan salinan ekstra dari kromosom X menghasilkan kombinasi XXY.

Meski sering tak menimbulkan gejala yang jelas, laki-laki dengan kondisi ini biasanya memiliki tubuh tinggi, dengan pinggul lebar dan rambut tubuh jarang.

Baca juga: Mengenal Sindrom Williams, Kelainan Genetik Langka yang Diderita Anak Dede Sunandar

Kondisi sindrom genetik yang langka ini juga telah dikaitkan dengan infertilitas, dorongan seks yang lebih rendah, dan sedikit peningkatan risiko diabetes tipe 2.

Namun berkat penemuan terbaru, itu akan membantu para ahli memetakan prevalansi sindrom Klinefelter selama berabad-abad.

Dikutip dari Science Alert, Selasa (30/8/2022) dalam studi ini peneliti melakukan pendekatan multidisiplin yang mencakup data genetik, statistik, arkeologi, dan antropologis untuk mencapai diagnosis.

Setelah peneliti melakukan uji radiokarbon, tim kemudian melakukan analisis DNA. Bagian dari analisis itu melibatkan pemetaan fragmen kromosom X dan Y secara komputasi ke referensi genom manusia.

"Kami langsung bersemangat saat pertama kali melihat hasilnya. Namun DNA purba sering terdegradasi dan berkualitas rendah sehingga kami awalnya harus berhati-hati," ungkap Joao Teixeira, ahli biologi dari Australian National University dalam studi tentang temuan sindrom genetik langka pada kerangka tersebut.

Baca juga: 5 Penyakit Akibat Kelainan Genetik, Sindrom Williams hingga Progeria

"Mengingat keadaan DNA yang rapuh, kami mengembangkan metode statistik baru yang dapat mempertimbangkan karakteristik DNA purba dan pengamatan kami untuk mengonfirmasi diagnosis," kata Teixeira.

Hasilnya, peneliti berhasil menemukan keberadaan sindrom Klinefelter pada kerangka. Namun tak hanya itu saja, kerangka berhasil mengungkap pula karakteristik yang konsisten dari sindrom Klinefelter seperti tinggi badan yang di atas rata-rata, pinggul lebih lebar dari rata-rata, dan ketidaksejajaran rahang dan gigi.

Lebih lanjut, kerangka tersebut terpelihara dengan baik. Peneliti melaporkan bahwa kerangka diambil dari situs Torre Velha di timur laut Portugal.

Kerangka kemungkinan milik seorang pria dewasa berusia lebih dari 25 tahun pada saat meninggal. Pria juga memiliki tinggi 180 Cm.

Sindrom Klinefelter awalnya diidentifikasi pada tahun 1942 namun tak ada kasus kuno yang sebelumnya telah didokumentasikan.

Baca juga: Mengenal Sindrom Asperger dan Perbedaannya dengan Autisme

Hal ini pun membuat terbaru sebagai kasus paling awal yang tercatat sekaligus menawarkan beberapa petunjuk untuk membantu para ahli agar lebih memahaminya.

Peneliti juga ingin menekankan betapa pentingnya menggunakan ilmu disiplin yang berbeda untuk mengetahui bahwa kerangka memang merupakan orang dengan sindrom Klinefelter.

"Dalam beberapa tahun terakhir, DNA purba membantu menulis ulang sejarah populasi manusia di seluruh dunia," papar Bastien Llamas, ahli paleogenetik dari University of Adelaide di Australia.

Dan studi terbaru ini pun sekarang bisa menjadi sumber yang berharga untuk penelitian biomedis dan bidang kedokteran evolusi.

Temuan kerangka berusia 1.000 tahun dengan sindrom genetik langka ini telah dipublikasikan di jurnal The Lancet.

Baca juga: Justin Bieber Mengaku Terkena Sindrom Ramsay Hunt, Apa Itu?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com