Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Ini 52 Tahun Lalu, Kru Apollo 13 Kembali ke Bumi Usai Kecelakaan di Luar Angkasa

Kompas.com - 17/04/2022, 09:00 WIB
Mela Arnani,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

Sumber Space

KOMPAS.com - 52 tahun yang lalu, misi pendaratan di bulan ketiga milik Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASAApollo 13 tidak berhasil mencapai permukaan bulan dikarenakan mengalami kecelakaan.

Pesawat luar angkasa yang diluncurkan dari Cape Kennedy, Florida oleh Saturn V pada 11 April 1970 ini mengalami ledakan tangki oksigen dalam perjalanannya menuju bulan.

Melansir Space.com, selama rangkaian peristiwa dramatis dari misi tersebut, ledakan tangki oksigen yang terjadi 56 jam setelah penerbangan memaksa kru untuk mengabaikan keinginan untuk mencapai bulan. Pesawat ruang angkasa ini rusak, tapi kru dapat mencari perlindungan di modul lunar untuk perjalanan kembali ke Bumi.

Ketiga astronot yang terlibat dalam misi ini antara lain James Lovell, Fred Haise, dan John Jack Swigert. Tercatat, Lovell pernah berpartisipasi dalam Apollo 8, misi pertama mengelilingi bulan dan menerbangkan dua misi Gemini.

Sementara itu, Haise pernah menjabat sebagai pilot modul bulan cadangan untuk misi Apollo 8 dan Apollo 11. Haise merupakan seorang pilot pesawat tempur di Korps Marinir AS sebelum bergabung dengan NASA. Haise terpilih untuk program luar angkasa berawak pada tahun 1966, pada saat yang sama dengan Swigert.

Apollo 13 menjadi perjalanan pertama Swigert ke luar angkasa pada usia 38 tahun. Ia telah menjadi bagian dari kru pendukung untuk Apollo 7.

Baca juga: NASA Tunda Lagi Uji Coba Roket Artemis 1, Kenapa?

Kecelakaan di luar angkasa

Pesawat ruang angkasa Apollo terdiri dari dua pesawat ruang angkasa independen yang dihubungkan oleh sebuah terowongan, yaitu pengorbit Odyssey, dan pendarat Aquarius.

Dalam perjalanan ke bulan, para kru tinggal di Odyssey. Pada malam 13 April, ketika kru berada hampir 322.000 kilometer (200.000 mil) dari Bumi dan mendekati bulan, pengontrol misi Sy Liebergot melihat sinyal peringatan tekanan rendah pada tangki hidrogen di Odyssey.

Dituliskan Britannica, sinyal tersebut bisa menandakan adanya masalah atau mengindikasikan hidrogen hanya perlu dipindahkan dengan memanaskan dan mengipasi gas di dalam tangki. Prosedur itu disebut "cryo stir", dan seharusnya menghentikan gas superdingin dari mengendap menjadi lapisan.

Swigert membalik saklar untuk prosedur rutin. Sesaat kemudian, seluruh pesawat ruang angkasa bergetar. Lampu alarm menyala di Odyssey, tekanan oksigen turun dan listrik menghilang.

Dewan investigasi kecelakaan NASA kemudian menentukan, kabel terekspos di tangki oksigen dikarenakan kombinasi kesalahan manufaktur dan pengujian sebelum penerbangan.  Dalam delapan detik setelah ledakan, tekanan di salah satu dari dua tangki oksigen kriogenik modul layanan telah turun menjadi nol.

Baca juga: Teleskop Kepler Temukan Planet Mirip Jupiter, Ini Studinya

Percikan dari kabel yang terbuka di tangki oksigen menyebabkan kebakaran, merobek satu tangki oksigen dan merusak yang lain di dalam pesawat ruang angkasa. Dikarenakan oksigen memberi makan sel bahan bakar Odyssey, mengakibatkan daya juga berkurang.

Pendorong kendali pesawat ruang angkasa, mencoba menstabilkan pesawat ruang angkasa melalui tembakan jet kecil. Tapi sistem ini tidak terlalu berhasil karena beberapa jet terbanting tertutup oleh ledakan. Tapi untungnya, Odyssey memiliki cadangan yang masih bisa berfungsi yaitu Aquarius, yang tidak seharusnya dihidupkan sampai kru hampir mendarat di bulan.

Haise dan Lovell mem-boot Aquarius dalam waktu yang lebih singkat dari yang dirancang, sedangkan Swigert tetap berada di Odyssey untuk mematikan sistem agar menghemat daya untuk splashdown.

Aquarius tidak memiliki pelindung panas untuk bertahan saat jatuh kembali ke Bumi, sehingga dijalankan modul bulan. Para kru harus menyeimbangkan tantangan untuk pulang dengan mempertahankan kekuatan di Aquarius.

Setelah melakukan pembakaran penting untuk mengarahkan pesawat ruang angkasa kembali ke Bumi, para kru mematikan semua sistem yang tidak penting di pesawat ruang angkasa. Tanpa sumber panas, suhu kabin dengan cepat turun mendekati titik beku, yang membuat beberapa makanan menjadi tidak bisa dimakan.

Baca juga: Perbedaan Meteor, Meteoroid, dan Meteorit Menurut NASA

Para kru juga menjatah air untuk memastikan Aquarius beroperasi dan memiliki cukup cairan untuk mendinginkan perangkat kerasnya. Perlu diketahui, Aquarius cukup sempit karena dirancang untuk menampung dua orang, bukan tiga.

Beberapa jam sebelum splashdown, kru bergegas kembali ke Odyssey untuk menyalakannya. Pada dasarnya, pesawat itu telah terendam air dingin selama berhari-hari, dan bisa saja mengalami korsleting, tetapi berkat perlindungan yang diberlakukan setelah bencana Apollo 1, tidak ada masalah.

Kecemasan akan keselamatan para astronot dirasakan di setiap sudut dunia, dan jutaan orang tetap terpaku pada televisi dan radio saat perjalanan berbahaya itu berlangsung. Pada pagi hari tanggal 15 April 1970, Apollo 13 memasuki wilayah pengaruh gravitasi Bumi pada jarak 348.064 km (216.277 mil) dari permukaan.

Perhitungan menunjukkan bahwa lintasan yang dipercepat membutuhkan penyempurnaan tambahan, sehingga sistem propulsi penurunan modul bulan kembali dinyalakan. Penyesuaian berhasil, dan penerbangan terus berlanjut. Suhu di modul lunar telah turun menjadi 3 derajat celcius (38 derajat Fahrenheit), dan kondensasi menutupi dinding.

Pada 17 April 1970, Lovell, Haise, dan Swigert dengan selamat mendarat di Samudra Pasifik dekat Samoa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com