Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Urutan Terakhir Bidang Personalisasi Layanan Kesehatan se-Asia Pasifik

Kompas.com - 14/11/2021, 10:05 WIB
Ellyvon Pranita,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Saat ini Indonesia mulai mempersiapkan sistem pelayanan kesehatan yang berkelanjutan. Hal ini berkaitan dengan bidang personalisasi layanan kesehatan Indonesia yang masih berada di urutan terakhir dibandingkan beberapa negara lain.

Berdasarkan hasil Personalized Healthcare Index, Indonesia berada di peringkat ke-11 dari 11 negara yang diukur indeks personalisasi layanan kesehatan.

Survei tersebut menunjukkan Indonesia berada urutan paling akhir, yang diterbitkan oleh inisiatif FutureProofing Healthcare dan dipimpin oleh panel 15 ahli kesehatan terkemuka di Asia-Pasifik.

Baca juga: Dokter Muda Akui Teknologi Digital Memudahkan Layanan Kesehatan

Apa itu personalisasi layanan kesehatan?

Personalisasi layanan kesehatan (personalized healthcare) menyatukan ilmu kedokteran, teknologi digital, dan ilmu data. 

Pendekatan ini menempatkan pasien sebagai fokus utama, memungkinkan pengobatan dan perawatan disesuaikan dengan individu, serta memberikan manfaat bagi pasien, populasi, dokter, peneliti, dan sistem kesehatan.

Personalisasi layanan kesehatan memungkinkan semua orang memiliki akses kesehatan yang lebih baik dengan biaya yang relatif rendah. 

Pendekatan ini mengubah model sapu jagat (one-size-fits-all) dalam penanganan penyakit menjadi lebih terpersonalisasi. 

Nantinya, ketika seorang pasien datang ke sebuah fasilitas kesehatan, gejala dan hasil laboratorium mereka akan dibandingkan dengan jutaan pasien serupa dan dicocokkan dengan jenis perawatan yang terbukti memiliki potensi keberhasilan tertinggi.

Hal ini akan menciptakan sistem pelayanan kesehatan yang berkelanjutan, dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan, inovasi dalam perawatan kesehatan, dan infrastruktur yang semakin signifikan.

Di mana posisi Indonesia dalam personalisasi layanan kesehatan saat ini?

Principal Research Fellow Eijkman Research Center for Molecular Biology, National Research and Innovation Agency Herawati Sudoyo, M.D, Ph.D mengatakan, hasil indeks  personalisasi layanan kesehatan itu menggambarkan kesiapan dari empat pilar yakni informasi kesehatan, layanan kesehatan, teknologi yang dipersonalisasi, dan kontes kebijakan.

Dengan begitu, kata dia, hasil laporan tersebut juga menunjukkan bahwa Indonesia saat ini baru berada pada tahap awal transisi ke personalisasi layanan kesehatan.

Hal ini seperti di banyak negara Asia Pasifik lainnya, masih adanya kesenjangan yang signifikan pada akses dan kualitas kesehatan terletak pada disparitas antara perkotaan dan pedesaan.

Meski demikian, Indonesia telah merumuskan kebijakan dan strategi untuk mendorong pengembangan fondasi personalisasi layanan kesehatan yang lebih baik.

Perbaikan ini mulai terlihat dalam bidang layanan kesehatan di Indonesia dengan berbiaya rendah dapat dengan mudah diakses secara digital, di mana layanan seperti telehealth mulai dipercaya dan digunakan oleh berbagai kalangan.

Dia juga menekankan, dalam awal transisi personalisasi layanan kesehatan tersebut, perlu adanya peningkatan investasi dalam penelitian dan pengembangan layanan kesehatan, ditambah dengan perencanaan yang menekankan kesetaraan dan peningkatan kapasitas di semua bagian ekosistem kesehatan.

"Semua itu berperan penting untuk menggerakkan Indonesia mencapai sistem personalisasi layanan kesehatan yang merata," kata Herawati dalam Roche Fair 2021 : How Personalized Healthcare Contribute to a Sustainable Healthcare System?, Sabtu (13/11/2021).

Baca juga: Pandemi Covid-19, Telemedisin dan Layanan Kesehatan Digital Makin Krusial di Indonesia

 

Pentingnya personalisasi layanan kesehatan Indonesia

Menurut Herawati, kemajuan sains dalam dunia kedokteran telah mendukung dalam diagnosis dan pengobatan.

Dengan mengikuti perkembangan ilmu hayati manusia yakni ilmu genomik dan berbagai omik lainnya, serta didukung oleh revolusi digital dalam sistem layanan kesehatan akan memberikan pemahaman mendalam tentang bagaimana cara untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada seseorang dengan tepat. 

"Pergeseran ke personalisasi layanan kesehatan kemudian menjadi penting, mengingat jumlah pasien penyakit tidak menular (PTM) di Indonesia meningkat setiap tahunnya," kata Herawati.

Menurut World Bank, PTM berkontribusi pada sekitar 76 persen kematian di Indonesia per 2019. Namun untungnya, sebagian besar kasus dapat tertangani dan terobati jika dapat dideteksi sejak dini.

Baca juga: 4 Gelombang Besar Covid-19 yang Menghantam Sistem Layanan Kesehatan

Salah satu PTM yang paling disoroti karena menyebabkan kematian paling banyak di dunia adalah kanker.

Transformation Lead of PHC and FMI Roche Pharma International, Devamanyu Singh menambahkan, persoalan kanker dan penyakit PTM lainnya juga bisa ditangani dengan baik jika dilakukan secara kolaboratif, sama halnya seperti kita menghadapi pandemi Covid-19 selama setahun lebih ini.

"Bayangkan, apa saja yang bisa kita capai, jika kita berkolaborasi dengan cara yang sama untuk mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh kanker dan penyakit lainnya," kata dia. 

"Dengan memanfaatkan kemajuan dalam ilmu klinis dan teknologi kesehatan digital, kita dapat membangun sistem perawatan kesehatan yang memberikan solusi berkualitas tinggi kepada masyarakat secara berkelanjutan," imbuhnya. 

Tantangan personalisasi layanan kesehatan Indonesia

Devmanyu menjelaskan, untuk mencapai semua target utama dan manfaat terciptanya personalisasi layanan kesehatan, tentunya banyak tantangan yang harus disiapkan oleh setiap negara, termasuk Indonesia.

1. Infrastruktur data

Penciptaan infrakstuktur data menjadi tantangan yang pertama dalam hal ini. Sebab, penciptaan infrastruktur data kesehatan yang terintegrasi tentu membutuhkan dukungan dan kebijakan berbagi data.

Kebijakan berbagi data yang tepat dapat memungkinkan sistem kesehatan memberikan pelayanan kesehatan berkualitas berbasis data.

Ini berarti mengalokasikan sumber daya yang ada untuk intervensi berdampak tinggi sambil meminimalkan pengeluaran yang kurang efisien dan dapat dihindari dalam sistem. 

"Hal ini menjadi visi kami untuk memungkinkan semua orang di Indonesia mendapatkan manfaat dari kemajuan terbaru dalam pelayanan kesehatan," ujarnya.

2. Kolaborasi multisektor

Seperti yang disebutkan sebelumnya, personalisasi layanan kesehatan ini menyatukan berbagai aspek atau bidang seperti ilmu kedokteran, teknologi digital dan ilmu data, hal ini tentunya menimbulkan tantangan untuk dapat berkolaborasi dalam berbagai sektor.

Associate Professor, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada, dr Yodi Mahendradhata, M.Sc, Ph.D., FRSPH mengatakan, kolaborasi multisektor juga sangat berperan penting untuk mencapai pemerataan kesehatan bagi semua orang.

“Tentunya kita belajar dari pandemi Covid-19, di mana jelas bahwa sistem kesehatan perlu berinovasi agar tetap relevan dengan kebutuhan masyarakat di masa mendatang,” kata Mahendradhata. 

Yodi menambahkan, untuk mewujudkan personalisasi layanan kesehatan, diperlukan perubahan mendasar pada perencanaan, pengaturan dan pemberian pelayanan, sehingga layanan kesehatan dapat menjadi lebih baik lagi. 

"Pemerintah kita telah melakukan pekerjaan yang luar biasa dengan JKN, dan saat kita bergerak menuju cakupan kesehatan global, ada peluang untuk menerapkan personalisasi layanan kesehatan melampaui sistem yang lebih maju," ujarnya.

"Dengan cara ini, kita dapat mempersiapkan sistem pelayanan kesehatan yang lebih berkelanjutan,” tambahnya.

Baca juga: Selama Pandemi Covid-19 di Asia, Kunjungan Pasien Kanker ke Layanan Kesehatan Menurun

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com