Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ilmuwan: Misi ke Bulan Jangan Ditunda, Apa Alasannya?

Kompas.com - 20/05/2021, 19:30 WIB
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Penulis

Sumber PHYSORG

KOMPAS.com- Ada banyak misi luar angkasa yang akan dilakukan di Bulan, dalam beberapa tahun mendatang. Ilmuwan ingatkan agar seperti misi ke Bulan segera dilakukan dan jangan ditunda.

Alasannya, cuaca luar angkasa yang ekstrem dapat menjadi kendala bagi peluncuran misi-misi ke luar angkasa, terutama misi ke Bulan.

Dilansir dari Phys, Kamis (20/5/2021), para ilmuwan di University of Reading, Inggris telah mempelajari data cuaca antariksa selama 150 tahun.

Hal itu dilakukan untuk menyelidiki pola waktu terjadinya peristiwa paling ekstrem, yang bisa sangat berbahaya bagi astronot dan satelit.

Cuaca ekstrem luar angkasa yang dimaksud para ilmuwan adalah badai matahari, yang tidak hanya memberikan dampak pada astronot yang melakukan misi ke luar angkasa dan satelit, tetapi juga mengganggu jaringan listrik jika badai tersebut sampai ke Bumi.

Baca juga: NASA Rekrut Astronot untuk Misi ke Bulan dan Mars, Ini Kriterianya

 

Untuk pertama kalinya, para ilmuwan menemukan bahwa fenomena cuaca luar angkasa yang ekstrem yang lebih mungkin terjadi di awal siklus ganjil, dan ini dinilai bisa mengganggu misi ke Bulan.

Penemuan ini dapat berimplikasi pada misi Artemis, misi eksplorasi Bulan yang rencananya akan dilakukan Badan Antariksa Nasional Amerika Serikat (NASA).

Fisikawan luar angkasa di University of Reading, Profesor Mathew Owens mengatakan bahwa sampai saat ini, fenomena cuaca luar angkasa yang paling ekstrem terjadi begitu acak.

Misi ke Bulan adalah misi terdekat yang rencananya NASA akan membawa kembali manusia ke Bulan pada tahun 2024. Ilmuwan pun mendesak agar misi luar angkasa ini dapat segera dilakukan, untuk menghindari dampak cuaca ekstrem luar angkasa, seperti badai Matahari.

Baca juga: Persiapan Misi ke Bulan, Nasa Cari Toilet untuk Astronotnya

Ilustrasi desain wahana pendarat manusia SpaceX Starship yang akan membawa astronot NASA ke permukaan Bulan di bawah program Artemis. SPACEX via NASA Ilustrasi desain wahana pendarat manusia SpaceX Starship yang akan membawa astronot NASA ke permukaan Bulan di bawah program Artemis.

"Namun, penelitian ini menunjukkan bahwa cuaca luar angkasa ini lebih dapat diprediksi, umumnya mengikuti aktivitas 'musim' yang sama dengan peristiwa cuaca luar angkasa yang lebih kecil," kata Prof Owens.

Terjadinya cuaca luar angkasa

Akan tetapi, studi ini juga menunjukkan beberapa perbedaan penting selama musim paling aktif, yang dapat membantu kita menghindari efek cuaca luar angkasa yang merusak. .

"Penemuan baru ini seharusnya memungkinkan kita untuk membuat ramalan cuaca luar angkasa yang lebih baik untuk siklus matahari yang baru saja dimulai dan akan berjalan selama satu dekade atau lebih," jelas dia.

Lebih lanjut Prof Owens mengatakan bahwa ini menunjukkan misi luar angkasa yang signifikan di tahun-tahun mendatang, seperti rencana misi ke Bulan, akan lebih kecil kemungkinannya untuk menghadapi peristiwa cuaca luar angkasa yang ekstrem selama paruh pertama siklus matahari daripada yang kedua.

Baca juga: NASA dan Boeing Uji Roket Superkuat untuk Misi Artemis ke Bulan

 

Termasuk misi astronot kembali Bulan, maupun misi luar angkasa seperti misi ke Mars.

Cuaca luar angkasa yang ekstrem didorong oleh letusan besar plasma dari Matahari.

Disebut dengan pelepasan massa koronal, yang radiasinya tiba di Bumi, menyebabkan gangguan geomagnetik global yang kemudian dikenal sebagai badai Matahari. 

Pada penelitian sebelumnya, umumnya berfokus pada seberapa besar peristiwa cuaca luar angkasa yang ekstrem, berdasarkan pengamatan peristiwa sebelumnya.

Para ilmuwan mengatakan memprediksi waktu atau kapan cuaca ekstrem luar angkasa ini terjadi, jauh lebih sulit karena kejadian ekstrem jarang terjadi, sehingga hanya ada sedikit data historis yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi pola ini.

Baca juga: Ahli Membuat Peta Bulan Baru untuk Misi Eksplorasi Bulan di Masa Depan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com