Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

7 Polemik Vaksin Nusantara, Uji Klinis Lanjut Meski Tak Ada Izin BPOM

Kompas.com - 14/04/2021, 14:11 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Perkembangan vaksin nusantara yang digagas oleh mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto kembali menjadi perhatian.

Pasalnya, saat ini vaksin Nusantara tetap melanjutkan uji klinis fase kedua, meski Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) belum mengeluarkan izin atau Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinis (PPUK).

Sejumlah anggota Komisi IX akan menerima vaksin Nusantara di RSPAD Gatot Soebroto pada Rabu (14/4/2021).

"Bukan hanya sekedar jadi relawan ya, orang kan pasti mempunyai keinginan untuk sehat kan. Kalau untuk massal kan nanti prosesnya di BPOM tapi kalau per orang kan bisa menentukan yang diyakini benar untuk dia," kata Wakil Ketua Komisi IX DPR Melki Laka Lena, saat dihubungi, Selasa (13/4/2021).

Baca juga: Vaksin Nusantara Belum Diuji pada Hewan, Ahli Sebut Tak Wajar Diuji Langsung ke DPR

Melki mengklaim, tim peneliti vaksin tersebut telah menyesuaikan pengembangan vaksin dengan rekomendasi dari BPOM.

Fakta vaksin Nusantara

Berikut sejumlah fakta tentang vaksin Nusantara dan kontroversi yang mengikutinya.

1. Penandatanganan kerjasama Oktober 2020

Badan Litbang Kesehatan dan PT Rama Emerald Multi Sukses (Rama Pharma) menandatangani kerja sama uji klinik vaksin sel dendritik SARS-CoV-2 di Kantor Gedung Kementerian Kesehatan pada 22 Oktober 2020.

Dilansir laman Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI, www.litbang.kemkes.go.id, penandatanganan dilakukan oleh Kepala Badan Litbang Kesehatan, dr. Slamet, MHP dengan General Manager PT Rama Emerald Multi Sukses, Sim Eng Siu.

Acara ini disaksikan oleh Terawan Agus Putranto yang saat itu masih menjabat sebagai Menteri Kesehatan.

2. Vaksin Nusantara berbasis sel dendritik

Vaksin nusantara disebut sebagai vaksin personal berbasi sel dendritik.

Menurut ahli biologi molukuler Indonesia, Ahmad Utomo menjelaskan bahwa vaksin konvensional termasuk vaksin Sinovac, Pfizer, AstraZeneca, dan sebagainya mengandalkan sel dendritik yang sudah ada di dalam tubuh manusia.

Ilustrasi sel dendritik, sel imun yang menghadirkan antigen.SHUTTERSTOCK/Kateryna Kon Ilustrasi sel dendritik, sel imun yang menghadirkan antigen.

Berbeda dengan vaksin konvensional lainnya, vaksin Nusantara dibuat dengan mengeluarkan sel dendritik dari dalam tubuh, kemudian memasukkannya lagi.

Cara mengeluarkan sel dendritik, ahli akan mengambil darah orang yang akan divaksin.
Usai diambil darahnya, relawan diperbolehkan pulang agar ahli dapat menumbuhkan sel dendritik di laboratorium.

Di dalam darah ada berbagai macam sel, dari sel darah merah, sel darah putih, termasuk sel prekursor dendritik.

"(Sel prekursor dendritik) belum menjadi sel dendritik, tapi masih (berbentuk) sel prekursor," jelas Ahmad.

Nah, setelah darah diambil dari relawan atau orang yang akan divaksin, ahli kemudian akan menumbuhkan sel prekursor dendritik secara spesifik.

"Jadi sel darah merah dipisahin, sel darah putih juga diilangin. Mereka (ahli) hanya berusaha menumbuhkan sel prekursor dendritik," papar dia.

Sel prekursor dendritik ini ditumbuhkan di cawan laboratorium.

Pada sel prekursor tersebut nantinya akan diberikan senyawa khusus agar bisa tumbuh menjadi sel dendritik.

"Pada masa inkubasi itu kan perlu waktu, sekitar 2-3 hari. Pada masa itu juga diberikan antigen (ke sel dendritik). Jadi antigennya tidak disuntikkan ke orang, tapi diberikan langsung ke sel dendritik (di laboratorium)," ungkap Ahmad.

Setelah sel dendritik beranjak dewasa dan sudah terpapar antigen, sel tersebut disuntikkan kembali ke relawan yang sama.

Darah yang diambil dari relawan A, sel dendritiknya akan dikembalikan lagi ke A, bukan C atau D. Metode rumit dan harga

Metode vaksin ini disebut ahli sangat mahal dan rumit. Selain itu, sebenarnya baru dipakai untuk imunoterapi kanker.

Di sisi lain, dalam masa pandemi seperti ini kita membutuhkan vaksin yang lebih praktis dan tidak memakan waktu.

Untuk memahami lebih lanjut apa itu sel dendritik dan bagaimana cara kerja vaksin, baca selengkapnya di sini:

Vaksin Nusantara Terawan Berbasis Sel Dendritik, Apa Bedanya dengan Vaksin Lain?

3. Sejumlah syarat belum dipenuhi vaksin Nusantara

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menilai, Vaksin Nusantara belum layak mendapatkan izin uji klinis fase II.

Ada beberapa hal yang membuat BPOM menilai, Vaksin Nusantara belum layak mendapatkan izin tersebut.

Menurut Kepala BPOM Penny Lukito, keganjilan pertama adalah karena sejumlah syarat belum dipenuhi oleh vaksin Nusantara.

Adapun syarat yang belum terpenuhi itu di antaranya cara uji klinik yang baik (good clinical practical), proof of concept, good laboratory practice, dan cara pembuatan obat yang baik (good manufacturing practice).

Salah satu syarat yaitu proof of concept dari Vaksin Nusantara, kata Penny, juga belum terpenuhi.

Antigen pada vaksin tersebut dinilai tak memenuhi pharmaceutical grade.

Kepala Badan POM Penny Kusumastuti Lukito mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/3/2021). Rapat tersebut membahas tentang dukungan pemerintah terhadap pengembangan vaksin Merah Putih dan vaksin Nusantara. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/rwa.ANTARA FOTO/SIGID KURNIAWAN Kepala Badan POM Penny Kusumastuti Lukito mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/3/2021). Rapat tersebut membahas tentang dukungan pemerintah terhadap pengembangan vaksin Merah Putih dan vaksin Nusantara. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/rwa.

4. Tak sesuai kaidah medis

Sebelum menilai sejumlah syarat belum terpenuhi oleh Vaksin Nusantara, BPOM sudah jauh-jauh hari menemukan kejanggalan dalam penelitian vaksin ini.

Maret lalu, Penny Lukito mengatakan bahwa penelitian vaksin ini tidak sesuai kaidah medis.

Hal itu dikarenakan terdapat perbedaan lokasi penelitian dengan pihak sebelumnya yang mengajukan diri sebagai komite etik.

"Pemenuhan kaidah good clinical practice juga tidak dilaksanakan dalam penelitian ini. Komite etik dari RSPAD Gatot Subroto, tapi pelaksanaan penelitian ada di RS dr Kariadi," kata Penny dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR, Rabu (10/3/2021).

Adapun rapat tersebut juga dihadiri Terawan Agus Putranto.

Penny menilai, seharusnya setiap tim peneliti harus memiliki komite etik di tempat pelaksanaan penelitian yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan dan keselamatan subjek penelitian.

Baca juga: Vaksin Nusantara Pengembangan Harus Sesuai Kaidah Ilmiah dan Medis, Ini Kata Ahli

5. Perbedaan data

Saat itu, Penny juga menyoroti adanya perbedaan data dari tim uji klinis Vaksin Nusantara dan data yang dipaparkan pada rapat kerja tersebut.

Padahal, menurutnya BPOM sudah selesai meninjau hasil uji klinis I Vaksin Nusantara.

"Saya hanya memberikan komentar bahwa data yang diberikan tadi tidak sama dengan data yang diberikan kepada BPOM dan kami sudah melakukan evaluasi," ungkapnya.

Penny menambahkan, pihaknya sudah menyerahkan hasil peninjauan atas uji klinis tersebut pada Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan tim peneliti vaksin di Semarang.

Namun, ia tak menjabarkan secara detail hasil tinjauan tersebut. Ia hanya menyebut, BPOM belum memberikan Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinis (PPUK) untuk uji klinis tahap dua dan tiga.

6. Hasil uji klinis belum meyakinkan

Perkembangan terbaru, Penny mengungkapkan bahwa hasil uji klinis fase I terkait keamanan, efektivitas atau kemampuan potensi imunogenitas untuk meningkatkan antibodi belum meyakinkan.

Atas dasar tersebut, pihak BPOM pun memutuskan bahwa Vaksin Nusantara belum layak melangkah ke fase selanjutnya yaitu uji klinis fase II.

Hal itu diungkapkan Penny dalam Lokakarya Pengawalan Vaksin Merah Putih, Jakarta, Selasa (13/4/2021).

Kendati demikian, ia menegaskan bahwa pihaknya mendukung berbagai pengembangan vaksin apabila memenuhi kaidah ilmiah. Semua itu harus dipenuhi untuk menjamin vaksin aman, berkhasiat, dan bermutu.

7. Tahapan uji klinik tak boleh diabaikan

Penny mengatakan, jika tidak ada pelaksanaan uji klinik yang tak memenuhi standar-standar atau tahapan-tahapan ilmiah yang dipersyaratkan, maka pengembangan vaksin akan mengalami masalah.

Hal ini otomatis membuat tahapan uji klinik vaksin tak dapat berlanjut ke proses berikutnya.

"Tahapan-tahapan tersebut tidak bisa diabaikan, dan pengabaian itu sangat banyak sekali aspeknya di dalam pelaksanaan uji klinik dari fase I dari vaksin dendritik dan itu sudah disampaikan kepada tim peneliti tentunya untuk komitmen adanya corrective action, preventive action yang sudah seharusnya diberikan dari awal tapi selalu diabaikan tetap tidak bisa nanti kembali lagi ke belakang," ujarnya dalam Lokakarya Pengawalan Vaksin Merah Putih, Jakarta, Selasa (13/4/2021).

Padahal, menurutnya, BPOM sudah melakukan pendampingan yang sangat intensif.

Pendampingan itu sudah dilakukan dari sebelum uji klinik. Kemudian, dilanjutkan dengan pertimbangan mengeluarkan PPUK, dan ada komitmen-komitmen yang harus dipenuhi. Menurutnya, BPOM juga sudah melakukan inspeksi terkait Vaksin Nusantara.

Baca juga: Penjelasan BPOM Mengapa Vaksin Nusantara Belum Layak Ditindaklanjuti

BPOM belum beri izin uji klinis fase II

Hingga saat ini, Penny menegaskan bahwa BPOM tidak menghentikan pengembangan vaksin NUsantara.

Namun karena uji klinis fase I tak memenuhi sejumlah syarat, BPOM meminta tim peneliti melakukan perbaikan dan menyampaikan perbaikan kepada BPOM sesuai hasil review.

"Silakan diperbaiki proof of concept-nya, kemudian data-data yang dibutuhkan untuk pembuktian kesahihan validitas dari tahap I clinical trial, barulah kalau itu semua terpenuhi barulah kita putuskan apakah mungkin untuk melangkah ke fase selanjutnya," jelasnya. Diketahui, BPOM hingga kini belum mengeluarkan izin PPUK uji klinis fase II untuk Vaksin Nusantara.

Sumber: Kompas.com (Haryanti Puspa Sari, Nicholas Ryan Aditya | Editor: Kristian Erdianto, Krisiandi, Gloria Setyvani Putri)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com