Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Vaksin Dosis Tunggal Johnson & Johnson Disetujui WHO, Efektif 66 Persen

Kompas.com - 14/03/2021, 11:02 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memberikan izin penggunaan darurat untuk vaksin Covid-19 dosis tunggal yang dibuat Johnson & Johnson pada Jumat (12/3/2021).

Vaksin ini menambahkan opsi dosis tunggal pertama ke gudang senjata global WHO untuk melawan pandemi Covid-19.

Vaksin ini pun disebut memenuhi syarat untuk didistribusikan ke banyak negara melalui Covax, sebuah inisiatif WHO untuk memastikan negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah memiliki akses mendapat vaksin.

Banyak dari negara miskin dan berkembang yang baru memulai kampanye vaksinasi mereka.

Baca juga: FDA Resmi Setujui Penggunaan Vaksin Covid-19 Johnson & Johnson Dosis Tunggal

Vaksin Johnson & Johnson memiliki keuntungan bagi negara-negara dalam program tersebut.

Dilansir New York Times, Sabtu (13/3/2021), Selain memberikan perlindungan yang kuat terhadap Covid-19 yang parah dan kematian dengan sekali suntikan, vaksin tersebut dapat disimpan selama tiga bulan pada suhu lemari es.

Ini membuat vaksin Johnson & Johnson cocok untuk digunakan di negara dan lokasi yang mungkin tidak memiliki akses penyimpanan di freezer atau penyimpanan ultra-dingin yang dibutuhkan oleh beberapa vaksin lain.

“Saat vaksin baru tersedia, kami harus memastikan mereka menjadi bagian dari solusi global dan membantu banyak negara tertinggal mendapat vaksin," kata Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus, direktur jenderal WHO, mengatakan dalam sebuah penjelasan pada hari Jumat.

“Kami berharap vaksin baru ini akan membantu mempersempit ketidaksetaraan vaksin dan tidak memperdalamnya.”

WHO akan membentuk kelompok penasihat minggu depan untuk mengembangkan pedoman formal untuk penggunaan vaksin ini.

Covax telah mencadangkan 500 juta dosis vaksin, tetapi Johnson & Johnson telah mengatasi masalah produksi dan memiliki kontrak untuk memberi Amerika Serikat 200 juta dosis.

Kemitraan produksi baru dengan raksasa farmasi pesaing, Merck, diharapkan dapat membantu mempercepat proses produksi.

“Kami berharap setidaknya pada bulan Juli kami memiliki akses ke dosis yang dapat kami luncurkan, bahkan lebih awal,” kata Dr. Bruce Aylward, penasihat senior untuk WHO, pada pengarahan di hari Jumat.

Ilustrasi Vaksin Covid-19 (shutterstock). KOMPAS.com/MUHAMMAD NAUFAL Ilustrasi Vaksin Covid-19 (shutterstock).

Vaksin Johnson & Johnson mendapat izin Eropa

Sehari sebelum WHO mengeluarkan izin, Eropa menyetujui penggunaan vaksin dosis tunggal Johnson & Johnson pada Kamis.

Dilansir Reuters, Jumat (12/3/2021), vaksin ini adalah yang keempat yang disetujui untuk digunakan di Eropa setelah vaksin Pfizer-BioNTech, AstraZeneca-Oxford, dan Moderna.

Menurut European Medicines Agency (EMA), vaksin Covid-19 dosis tunggal pertama yang dinamai vaksin Covid Janssen - diambil dari nama Johnson & Johnson - akan diperuntukkan bagi mereka yang berusia di atas 18 tahun.

"Dengan opini positif terbaru ini, pihak berwenang di seluruh Uni Eropa akan memiliki opsi lain untuk memerangi pandemi dan melindungi kehidupan dan kesehatan warganya," kata Direktur Eksekutif EMA Emer Cooke setelah badan tersebut memberikan persetujuan bersyaratnya.

Data percobaan

Dalam uji coba global J&J yang melibatkan 44.000 orang, vaksin ditemukan 66 persen efektif mencegah Covid-19 sedang hingga parah empat minggu setelah inokulasi.

Vaksin ini dinyatakan 100 persen efektif dalam mencegah rawat inap dan kematian akibat virus.

Dalam pernyataannya pada Kamis, EMA mengatakan vaksin itu 67 persen efektif dua minggu setelah inokulasi.

Efek samping biasanya ringan atau sedang dan hilang dalam beberapa hari setelah vaksinasi.

Efek samping yang paling umum adalah nyeri di tempat suntikan, sakit kepala, kelelahan, nyeri otot dan mual.

Baca juga: Vaksin Johnson & Johnson Sekali Suntik, Apa Bedanya dengan Vaksin 2 Kali Suntikan?

Vaksin Janssen memberikan instruksi bagi sel manusia untuk membuat protein pembangun kekalan.

Vaksin ini menggunakan versi virus flu biasa yang dilemahkan, mirip dengan vaksin AstraZeneca yang menggunakan adenovirus dari virus flu simpanse.

J&J juga telah menggunakan teknolohi ini dalam vaksin Ebola yang disetujui Uni Eropa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com